Part 2

24.6K 225 13
                                    

Hai hai, aku ada cerita baru lagi, nih. Tapi kolab sama seseaouthor yang lain.
Baca, ya, gaes. Semoga menghibur.

🌷

PoV Erlinda


Rasa gelisah merasuki dada. Sejak beberapa jam yang lalu, Kak Ervan meminta agar aku ikut dengannya, ke suatu tempat. Dia bilang, ada pekerjaan untukku dengan gaji yang lumayan besar. Sempat ragu karena sudah terbiasa ditipu, tapi ucapan Kak Ervan kali ini cukup meyakinkan. Tatapan matanya tak menyiratkan kebohongan.

"Pake baju yang rapi, lo punya dress, kan?" Kak Ervan, sedari tadi cerewet dengan apa yang aku kenakan. Kini, dia terlihat membelalakkan matanya, lalu tersenyum puas setelah beberapa kali aku mengganti dress.

"Kak, aku nggak nyaman pake ini. Ketat banget, sesak," keluhku, saat ke luar kamar.

Ya, aku tak nyaman memakai dress seperti ini. Aku terbiasa memakai jeans dengan kaus yang sedikit longgar.

"Udah, jangan banyak ngeluh. Lo mau kerja, kan?" Dia bangkit dari kursi, lalu mendekatiku. "Lo pantes pakai ini, Er." Kak Ervan berucap sambil menyilangkan tangan di dada. Melihatku dengan detail.

Ck, dasar! Aku memutar bola mata malas. Kalau bukan karena pekerjaan yang mengharuskan, aku tak akan mau memakai dress dan heels sialan ini.

Sudah sekitar satu bulan aku resign dari caffe tempat bekerja sebelumnya. Aku tak nyaman bekerja dengan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Akhirnya, ya seperti sekarang. Hanya menganggur dan mengurus ibu di rumah yang sudah sakit-sakitan.

Helaan napas berat beberapa kali kuembuskan. Taxi yang kutumpangi bersama Kak Ervan melaju dengan cepat, entah ini di daerah mana.

"Kak, kita mau ke mana sebenernya?"

"Ck, diem aja napa, ntar juga tahu, kok." Kak Ervan menjawab pertanyaanku dengan santainya, tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

Bosan, aku pun mengeluarkan ponsel dari tas selempang kecil yang dipakai. Lantas mengetik pesan pada Andika. Ya, dia lelaki yang sudah menemani dua tahun belakangan ini. Kekasih yang selama ini menjagaku. Meski terkadang tak ada banyak waktu untukku.

[Yang. Kerjaannya udah beres belum?]

Lima menit tak ada balasan. Kukirim pesan lagi untuknya.

[Lagi sibuk banget, ya?]

[Udah lama kita nggak ketemuan, yang. Apa kamu nggak kangen?]

Beberapa pesan lagi sudah terkirim. Hanya centang dua tanpa berubah warna menjadi biru. Pasrah. Kusimpan lagi ponsel ke dalam tas.

Terlintas dalam pikiran, melayang jauh pada anganku yang selalu membawa kepada Andika. Lelaki yang kucintai itu, akhir-akhir ini mulai sulit untuk dihubungi. Padahal beberapa minggu lalu, dia sempat mengatakan jika akan menemuiku. Ingin memberikan kejutan untuk merayakan annyversary yang kedua. Namun, hingga selang satu minggu dari hari yang dia janjikan, tak kunjung ditepati.

Aku terkadang mempertanyakan kenapa sikapnya seperi berubah. Seolah dia menjauhiku. Padahal, dulu hampir setiap malam, kami menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol via telpon atau VC—Video Call.

BUKAN BUDAK NAFSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang