First

3.8K 246 48
                                    



Bisakah bagi seseorang memiliki harapan bisa melihat bunga mawar mekar di musim gugur bahkan musin dingin? Memangnya setangguh apa bunga itu hingga bisa melewati dua musim yang mengharuskan baginya untuk layu bahkan mati?

Untungnya, bunga mawar bagi seorang pria yang kini sedang menyetel senar gitar itu adalah makhluk yang berbeda. Well, sesama ciptaan tuhan, tapi bedanya yang pria itu maksud adalah sesosok pemuda berwajah manis yang sedang memotong balok kayu.

Pria itu sesekali melirik ke arah pemuda yang setiap kali berhasil memotong sebalok kayu selalu mengelap keringat yang mengalir di dahi mulusnya. Tidak tahu saja jika di kejauhan sana pemuda itu selalu mengumpati dirinya karena merasa terganggu oleh tatapannya.

Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menatap tajam kearahnya. Sontak ia langsung menundukkan kepalanya dan memeluk gitarnya erat-erat.

“Dasar orang aneh!” pemuda itu mengumpati.

Tak lama kemudian ia mendengar debuman pintu ditutup keras-keras. Bahunya tersentak dan wajahnya meringis mendengar debuman yang terdengar sadis itu.

Esok harinya ia memutuskan untuk mulai membersihkan dedaunan gugur yang menghalangi jalanan depan rumahnya. Ia hampir saja menaruh kembali sapu itu kalau saja pria paruh baya yang bersama putranya itu tidak menyapa dirinya, pasalnya ia masih mengingat tatapan tak suka pemuda itu padanya.

Kepalanya terus mengikuti derap langkah yang muda menuju ke dalam rumahnya. Hingga bahunya ditepuk oleh pria tadi.

“Minhyung-ssi, Kau menyukai anakku?”

Sejenak ia terdiam, ia terlalu terlejut dengan keberadaan pria tua itu.

“Aku? Ba—bagaimana anda uhm—”

Ayah dari pemuda manis itu terkekeh pelan dan tersenyum lembut kemudian.

“Aku ayahnya sudah melihat tatapan banyak pria yang menginginkan anakku. Tentu saja aku langsung bisa menangkap apa arti dari tatapan matamu pada anakku.”

Baiklah, ia tertangkap basah ternyata.

“Tapi kau terlambat, nak. Jaemin-ku sudah memiliki pria yang akan menikahi dirinya di salju pertama tahun ini.”

Pria itu tahu Minhyung bingung hendak menjawab apa, maka ia melanjutkan.

“Pria itu selalu mengingatkan aku padamu. Aku pikir aku sudah menganggap kau dan dia seperti putraku. Kau anak yang baik.”

Minhyung terdiam dengan kata-kata yang membingungkan dari pria itu di depan rumahnya sendiri.

🍂🍁

Berhari-hari setelah itu ia berusaha melupakan rasa kagum pada pemuda manis yang akan menikah itu. Untuk apa ia terus menaruh rasa itu, sedang ia tak akan bisa mendapatkannya.

By the way soal pernikahan, adik sepupu-nya juga hari ini menggelar acara sakral itu. Ia diminta menjadi pendamping pengantin pria.

Setelah menjadi yatim dan piatu, hanya Jeno-lah yang tetap memperhatikan dirinya. Kalau bukan karena itu semua, ia sangat enggan diminta tolong dalam hal ini. Ia tak mau repot-repot menanyakan siapa mempelai wanita Jeno. Toh, ia akan melihatnya setelah ini.

Tuksedo yang dipilih Jeno untuknya sebenarnya tidak nyaman karena terlihat terlalu mewah untuk tubuhnya. Tapi, ia merasa cukup percaya diri setidaknya tidak membuat malu diacara pernikahan adik sepupu-nya.

Ia terdiam ketika pendeta memanggil mempelai pria lainnya. Ia menoleh pada Jeno dan mendapat anggukan serta gumaman.

“Iya, Hyung. Aku menikah dengan seorang lelaki. Kau setuju kan?”

✔️Day After Day [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang