Part 3-Hangout😊

8 2 3
                                    

    Gue sedang tiduran di kasur empuk gue sambil menonton Drama Korea yang terbaru. Gue bukan K-pop gue suka aja drama nya. Dulu sih gue K-pop, tapi sekarang udah enggak. Gue diomelin abis abisan sama sahabat-sahabat gue, karena gue benar-benar gila K-pop. Gue pernah seharian berkutat dengan laptop gue, ya karena nonton Oppa Oppa Korea. Terutama... Reza sih. Dia hampir membakar foto-foto Korea gue. Akhirnya gue keluar dari dunia K-pop, tapi Reza malah pergi.

    Sedikit cerita nih. Dulu gue, Yeri, Jeno dan Reza sahabat dari kecil. Kebiasaan buruk udah ada di gue, ya bukan karena K-pop doang banyak deh, tapi itu dulu. Yeri dan Jeno juga ada, banyak juga. Cuma Reza yang sempurna menurut gue. Dia rajin ibadah, pinter, selalu jadi penasihat yang baik, perfect deh dia.

    Dulu gue mikir, kalau tidak ada Reza persahabatan gue mungkin bakal suram. Dan dengan tiba-tiba Reza masuk rumah sakit. Gue shock banget, Yeri sampai nangis berhari-hari, Jeno diam gak banyak bicara. Reza baru masuk rumah sakit aja kita udah kayak gini. Jadi selama ini Reza merahasiakan penyakitnya. Leukimia penyakit itu menjadi masalah di persahabatan gue. Sumpah waktu itu gue gak punya semangat hidup. Malas makan, sekolah, apa pun.

    Udah hampir sebulan Reza di rawat. Dia gak ada perkembangan. UN sudah dekat. Sedangkan gue, Yeri dan Jeno belum ada persiapan masih setia nunggu Reza keluar dari rumah sakit.

    Sampai berita yang membuat hati gue mati rasa. Rasanya gue ingin protes dengan Tuhan. Ini gak adil untuk gue, Yeri dan Jeno.

Flasback

    Gue harus cepat-cepat ke rumah sakit. Pasti Reza nungguin gue. Gue udah hubungin Yeri sama Jeno. Hari ini hari special banget. Hari Aniv persahabatan gue. Gue sudah membawa tiga kado, duh gak sabar gue.

    Gue sudah sampai di depan ruang rawat Reza. Kok? Gue mendengar suara tangisan ya? Apa?

   Dengan cepat gue masuk ke ruang rawat Reza. Dugaan gue benar. Gue lihat di samping bankar Reza. Mamanya Reza udah menangis kencang seperti orang kesurupan sambil menggenggam tangan Reza. Yeri pun sama. Jeno duduk di sofa kamar rawat.
Reza? Dia sudah menutup matanya rapat. Mesin pendeteksi jantung sudah menunjukan garis lurus dan suara nyaring yang panjang terdengar memenuhi ruangan ini.

Bruk!

    Gue jatuh terduduk bersama dengan kado yang gue bawa. Air mata sudah mengalir seperti sungai di pipi gue. Gue masih tidak percaya.

"Gak! Gak mungkin!!" Teriak gue histeris. Mamanya Reza berbalik dan menghampiri gue. Dia memeluk gue erat.

"Sher. Udah." Mamanya Reza mengusap punggung gue. Gue salut dengan beliau. Masih terlihat tegar dan sebenarnya hatinya sudah hancur berantakan yang mungkin lebih terpukul dari gue.

    Gue berlari menghampiri Reza yang pucat tidak bernyawa. Memeluknya dengan erat.

"Za! Bangun! Reza! Lo bohong sama gue! Lo bilang gak akan pergi!! Za! Reza!" Gue terisak sambil mengguncang tubuh kaku Reza pelan.

"Sherly... Lo gak boleh kayak gini, Reza gak tenang dong." Jeno menarik gue ke dalam pelukannya. Gue diam masih terisak di dalam pelukan Jeno.

"Ta-tapi hiks! Reza udah janji sama gue, hiks!" Jeno membelai surai gue.

"U-udah Sher. Reza g-gak suka liat l-lo kayak gini." Yeri ikut memeluk gue. Gue menangis di dalam pelukan sahabat gue, yang baru saja berkurang satu.
"Lo bawa kado? Gue juga. Gue bawa topi kupluk buat Reza. Tapi kayaknya dia udah gak perlu lagi." Yeri melepaskan pelukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Leader BasketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang