1-break up

67 7 0
                                    

Malam itu harusnya menjadi hari yang bahagia. Tapi Park Jimin berhasil membuat malam itu menjadi malam terburuk yang pernah Kim Nari alami.

***

Dengan dress merah selutut yang tampak imut, Nari pergi ke restoran tempat dirinya dan Jimin akan merayakan hari jadian mereka yang ke dua tahun. Nari juga sengaja naik taksi, bukan naik bus, karena dia tidak ingin make up yang sudah dua jam dia tata jadi hancur.

"Oke, Nari, ini dia..." gumam gadis tersebut sembari masuk ke dalam restoran yang bernuansa romantis. Banyak pasangan yang terlihat sedang berduaan ketika Nari menapaki kakinya ke dalam.

"Meja atas nama Nari." Ujarnya pada si pelayan.

"Tunggu sebentar, ya."

Setelah mencari nama Nari, pelayan itu menuntunnya untuk berjalan ke meja yang telah direservasi. Meja khusus untuk dirinya dan Jimin juga sudah siap dengan segala ornament-ornamen yang menambahkan kesan romantis. Di atas meja tersebut juga sudah ada sebuah kue atas nama Park Jimin dan Kim Nari lalu ada lilin dengan angka dua di sana.

Nari jadi gugup sendiri. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana reaksi Jimin ketika melihat Nari yang sudah menyiapkan semua ini.

"Kim Nari."

Sebuah suara membuat Nari menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita seksi dengan dress minim yang menampakkan lekuk tubuhnya. Tatapannya tampak tajam dan bibir merahnya tidak menampilkan senyuman sama sekali.

"Percayalah, ini hari terakhirmu dengan Park Jimin." Katanya.

Nari langsung bangkit berdiri dan menatap wanita yang tidak ia kenal itu dengan perasaan kesal. Apa urusannya dengan si wanita ini?

"Apa maksudmu?" Tanya Nari dengan nada yang tidak suka.

Wanita tersebut membuka hpnya dan menunjukkan nomor seseorang. "Ini nomor Jimin, kan?"

Nari melihat nomor yang ada di layar wanita itu. "Lalu kau mau apa?"

Perempuan dengan rambut panjang diurai itu tampak memberikan senyum sinisnya dan menelepon nomor Jimin dengan mode loud speaker. Tak sampai 5 detik, Jimin sudah mengangkat telepon tersebut.

"Yeoboseyo, Chagi," ujar suara di seberang sana. Nari membeku. Itu suara Jimin.

"Hai, Jimin-ie. Hari ini kita jadi berkencan, kan, sayang?" wanita tersebut sengaja membuat suara mendayu-dayu.

"Eoh. Kau sudah di sana, kan? Aku sedang dalam perjalanan, tunggu aku, honey." Kata Jimin. Hati Nari seperti disambar petir ketika mendengarnya.

"Oh iya, tapi aku belum membatalkan janjiku dengan Nari. Tunggu sebentar, ya, aku akan meneleponnya dan mengatakan bahwa aku tidak bisa bertemu." Lanjutnya.

"Iya, sayang, aku tututp ya,"

Tut.

Nari tak bisa lagi berkata-kata. Matanya sudah berkaca-kaca, namun dengan sekuat tenaga dia tahan agar air mata tersebut tidak jatuh.

"Kau lihat? Jimin punya kekasih lain selain dirimu. Dan itu aku." Katanya arogan.

Dddrrrttt... dddrrrttt...

Hp Nari berbunyi. Sebuah telepon masuk. Saat Nari melihatnya, dia sudah tahu siapa yang menelepon. Dengan cepat, wanita dengan dress minim itu mengambil hp Nari dan mengangkatnya dengan membuat loud speaker.

"Halo, Nari, maaf ya hari ini aku tidak bisa datang, karena ada janji dengan temanku. Lain kali kita akan bertemu dan aku pasti datang." Kata Jimin.

Dengan cepat, Nari mengambil kembali hpnya dan memutuskan sambungan telepon sebelum dia menjawab kata-kata dari Jimin.

"Dimana Jimin?!" tanya Nari dengan emosi yang sudah ditahan.

Perempuan tersebut melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau ingin bertemu dengannya? Mudah saja. Ikut denganku dan silahkan temui kekasih yang sangat kau bangga-banggakan tersebut." Katanya.

Nari mengepalkan tangannya karena dia sudah sangat panas ingin menampar wanita di depannya ini, tapi dia masih memiliki akal sehat kalau di sini tempat umum dan dia juga harus bertemu dengan Jimin.

***

Ternyata Nari di bawa ke restoran lain yang agak jauh dari restoran tersebut. Butuh naik taksi lima menit untuk sampai di sana. Nari menunggu di tempat yang agak jauh dan tersembunyi. Dia ingin memastikan lagi apakah ucapan wanita itu benar atau tidak tentang dirinya yang berkencan dengan Jimin. Dan wanita tersebut menyuruh Nari untuk melakukan semaunya.

"Hai, Bora." Jimin datang dan langsung memeluk perempuan yang bernama Bora tersebut. Setelah melepas pelukannya, Jimin langsung merangkul pinggang gadis itu.

Detik itu juga Bora tidak bisa lagi menahan tangisnya. Dia langsung menghampiri kedua orang itu dengan air mata yang sudah mengalir.

"Na—na ri ... apa—apa yang kau lakukan di ... sini?" Jimin sangat terkejut ketika melihat Nari yang tiba-tiba muncul. Langsung saja dia melepas tangannya dari pinggang Bora.

"Bukankah harusnya aku yang bertanya kepadamu?" Nari menatap Jimin dengan sinis.

Jimin tak bisa menjawab. Dia melirik Bora yang tampak biasa saja. "Bora, kenapa kau tidak terjekut?"

"Aku yang memberitahunya tentang kita." Kata Bora santai.

"APA?"

"Jimin," Nari menatap Jimin dengan tatapan yang sangat tajam. Belum pernah dia melihat Jimin dengan cara yang seperti ini sebelumnya.

"Kita. Putus." Setelah mengatakan itu Nari berlari keluar dari restoran tersebut.

"Nari, Nari, tunggu. Tolong dengarkan aku dulu," Jimin mengejar Nari dan berhasil meraih lengannya. Namun dengan cepat Nari tepis tangan itu dan balik menampar pipi Jimin dengan keras.

"Jangan pernah lagi berbicara denganku. Anggap saja hubungan kita selama dua tahun ini adalah kesalahan. Dan aku tidak akan pernah sudi untuk kenal denganmu lagi." Nari berbicara dengan penuh kekecewaan.

"Nari-ah, aku minta maaf," Jimin masih berusaha mengejar Nari, namun terlambat karena Nari sudah lebih dahulu masuk ke dalam taksi dan menutup pintunya rapat-rapat.

"Ahjussi, cepat jalan." Kata Nari.

Taksi tersebut mulai melaju. Jimin masih terus berusaha mengejar taksi tersebut dan meneriakkan nama Nari berkali-kali.

"Nari! aku benar-benar minta maaf." Jimin mengetuk-ngetuk taksi tersebut. Dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari, bahkan dia tidak pernah berlari sekencang ini sebelumnya.

"NARI!" teriak Jimin.

Bruk!

Jimin terjatuh. Celana panjang yang dipakainya robek di bagian lutut. Walau sudah begitu, Jimin masih berusaha untuk berdiri dan berlari mengejar taksi yang sudah jauh itu.

"Aw!" Jimin kembali terjatuh karena kakinya juga terkilir.

Jimin menatap taksi yang semakin jauh itu dengan pandangan berkaca-kaca.

"Nari..." Jimin tak berdaya. Dia tak bisa mengejar Nari. Dia tak bisa menahan Nari agar tidak pergi. Hatinya sangat sakit ketika melihat Nari pergi meninggalkannya.

Dia menyesal. Sangat menyesal. Dia telah membuat Nari pergi. Dia telah mempermainkan hati perempuan yang selama ini ada untuknya di saat susah ataupun senang. Dengan bodohnya dia malah terperangkap ke dalam permainan wanita lain.

Jimin menunduk. Dia berjongkok sambil menangis menutup wajahnya. Air mata itu jatuh dan bercampur dengan darah di lututnya.

Mustahil bagi Jimin untuk bisa kembali kepada Nari. Mustahil baginya untuk bisa melihat senyuman tulus Nari lagi. Jimin benar-benar menyesal.

"Aku laki-laki brengsek." Gumamnya.

Unforgettable Ex | Jimin BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang