TGD || T w o

24 9 0
                                    


Bioma taiga hari ini tengah hangat, matahari memancar dari sela-sela pohon konifer yang selalu hijau. Jerald pikir hari ini adalah waktu yang tepat untuk berburu. Karena musim panas tidak akan bertahan lama. Mungkin hanya sekitar satu sampai tiga bulan sebelum akhirnya digantikan oleh musim dingin yang panjang.

Diputuskannya untuk memindlink Beta, Gamma, dan Deltanya untuk berburu sekaligus mengikutsertakan beberapa warior hari ini.

Langkah kaki panjangnya menggema di seluruh penjuru kediamannya yang terasa sepi, memang sejak ia diangkat menjadi Alpha beberapa tahun silam, kedua orangtuanya memutuskan untuk membangun kediamannya sendiri dan tidak ikut campur pada urusannya kecuali jika benar-benar dibutuhkan.

Di luar, Lucas, Marvin, dan Max—Beta, Gamma, dan Deltanya—telah menunggu dengan siap.

Jerald mengangguk, kemudian bergerak merubah dirinya dengan Ace—wolfnya.

Mereka berburu banyak rusa di luar pack, hingga tubuh Ace yang tengah mencengkram seekor rusa mendadak kaku.

Geraman keluar dari mulutnya, mengikuti aroma krim vanila yang memenuhi seluruh Indra penciumannya.

"Mate,"

Ace membawa tubuhnya berlari dengan cepat ketika aroma memabukkan itu tercium semakin dekat. Dengan sekali lompatan, Ace menemukan mate-nya dari balik semak-semak bersama seorang pria.

Ace menggeram tak suka, begitupun dengan Jerald, apalagi ketika melihat mate-nya bersembunyi di balik pria itu. Mata abu-abunya menyala marah, sebelum ikut menyerang pria itu yang telah merubah dirinya lebih dulu menjadi wolf.

***

Jerald melepas dekapannya pada perempuan di depannya itu. Mata hitamnya menyorot dalam. "Kita harus ke Pack mu sekarang," ucapnya, kemudian menatap ke arah Will, "Atau kau berpikir akan membiarkannya seperti itu sampai nanti."

Ela langsung menoleh ke arah Will yang hanya menatapnya dalam diam. "Astaga, maafkan aku Will. Ayo kita kembali!" ujar Ela kemudian mengambil keranjang Kirinyuhnya.

Sampai di pintu gerbang, Will bergegas masuk, sedangkan warior yang berjaga langsung menunduk hormat ketika melihat Jerald dan rombongannya.

Jerald mengangguk sekilas sebelum melangkahkan kakinya memasuki Silvermoon Pack masih sambil menggenggam tangan Ela.

Ela mendongak memerhatikan wajah Jerald, dalam hatinya ia bertanya-tanya, siapa Jerald? Mengapa para warior perbatasan itu menunduk kepadanya?

"Ada apa?"

Ela mengerjapkan matanya beberapa kali, mendengar suara bariton itu mengalun, sedangkan sang empunya masih berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Ela hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku harus ke Rumah Sakit Pack dulu." Ela menunjukkan keranjang Kirinyuh yang dibawanya, matanya kemudian melihat ke arah punggung Jerald yang tertutup baju. "Dan mungkin kau harus mengobati lukamu?"

Jerald tak menjawab, hanya menatap Ela dengan seulas senyum tipis di bibirnya. "Aku baik-baik saja."

Sekali lagi Ela mengerjapkan matanya, kali ini karena senyum tipis yang Jerald tunjukkan. Entah mengapa senyum itu berhasil membuatnya gugup.
.
.
.

Ela membuka pintu ruangan pribadi pamannya dan menemukan pria itu tengah berkutat dengan beberapa tanaman obat yang baru ditemukannya.

"Taruh di tempat biasanya, Ela!" perintahnya tanpa memandang Ela.

Ela, meremas bagian samping pakaiannya, rasa gugup itu kembali menyerangnya. Mata birunya berulang kali memindai antara mate-nya dan juga pamannya.

"Paman," panggilnya.

"Apa?" Geoffrey mengangkat kepalanya dan menemukan seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari keponakannya dengan aura mendominasi.

"Alpha Jerald," ucapnya lirih, nada suaranya terdengar sedikit bergetar.

Ela beralih menatap ke arah Jerald. Ternyata Jerald seorang Alpha ya? Mengapa ia sampai tak menyadarinya? Tapi, mengapa pamannya harus sampai bergetar ketakutan seperti itu?

"Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu!"

Geoffrey menarik napasnya dengan berat, sebelum beranjak mempersilahkan Jerald untuk duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerjanya.

"Kemarilah!" ujar Jerald pada Ela yang akan beranjak mengambilkan minum untuk mereka berdua. Suaranya terdengar sedikit melunak meskipun nada memerintah alphanya masih terdengar kental.

Ela tak banyak bicara, ia hanya bergerak mendekat dan duduk di samping Jerald.

Jerald, berdeham sebelum mulai membuka suaranya, "Dia mateku, dan aku butuh seorang Luna, jadi aku akan membawanya bersamaku." ungkapnya tegas.

Geoffrey hanya bisa terdiam, sementara otaknya tengah memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi.

'Moon goddes, takdir apa lagi yang kau berikan pada kami?' batinnya putus asa.

Ela terkejut, tentu saja ia tidak pernah memikirkan bahwa akan secepat ini Jerald memintanya untuk ikut bersama laki-laki itu, dan menjadi Luna-nya? Ela tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi mate seorang Alpha. Ia bahkan belum bisa berganti shift dengan serigalanya.

Dan ia harus memberitahu Jerald akan hal itu.

"Jerald," panggilnya, membuat mata hitam setajam elang itu mengalihkan atensinya, begitupun dengan Geoffrey.

Ela menarik napasnya dengan pelan, berusaha menyakinkan diri sendiri.

"Aku tidak bisa berganti shift dengan wolfku." Jerald hanya diam menatap tepat ke dalam manik biru Ela. Sekali lagi Ela menarik napasnya, ikut membalas tatapan lelaki itu. "Kurasa aku tidak pantas untuk menjadi Lunamu," lirihnya.

Ela tahu, mungkin setelah ini Jerald akan merejectnya.

'Dia tidak akan mereject kita, Ela!' seru Lillie, dan Ela hanya mengabaikannya.

Kepalanya tertunduk, tak lagi berani menatap Jerald, ia tahu keterbatasannya.

Jerald menyentuh pelan kepala Ela, membuat perempuan itu mengangkat kepalanya. "Lalu kenapa? Kau Mateku! Moon goddes menciptakanmu bukan tanpa alasan."

Ela terdiam, Jerald tidak merejectnya? Setetes air matanya jatuh, ia mulai terisak, dan Jerald bergerak menarik perempuan itu ke dalam pelukannya.

"Terima kasih."

Jerald tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki mate. Tapi sejak dulu, ia selalu bisa melihat betapa bahagia ayahnya bersama ibunya, dan sejak bertemu Ela, Jerald mulai bisa mengerti mengapa ayahnya begitu bahagia hanya dengan melihat ibunya.

Sementara itu, Geoffrey menatap mereka dengan tatapan sendu.
'Semoga kau baik-baik saja, Ela.'

TBC

The Garoul DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang