Ini Bukan Akhir

34.2K 1.4K 508
                                    

Alow...  lambai2 kece, gmna tes jantungnya di part kmrin? Lol

Part ini yg jd real ending....

Setelah ini ikhlasin couple ini ya, melanjutkan kisah mereka masing2..

Terima kasih yg sudah bersabar menantikan cerita ini.. ciye ileh, kaya banyak aja yg baca. Kebersamaan kt begitu mengharukan... #duagh

Terima kasih untuk 1,4 jt viewer(walau aye sadar nominal gede, karena banyak yg baca ulang, lol) Terima kasih untuk 17rb vote yg terkumpul slama bbrp tahun ini (Walau aye lbh demen bnyk yg komen drpada vote hehee)

Lanjut baca deh, drpd kelamaan... xixixi

Enjoy :*)

 ~~***~~

~~ Ini Bukan Akhir ~~

Saat kerinduan bagai garis lurus yang tak berujung, tiada pengganti tanda titik selain darimu.

 

Aku rindu wajahnya.

Aku rindu sifat cueknya.

Aku rindu kesederhanaanya.

Aku rindu senyuman manisnya.

Aku rindu aroma tubuhnya yang menenangkan.

Aku rindu pada semua yang di miliki oleh seorang Andira Zahrani.

Aku menyender pada kursi di meja kerjaku, sembari memejamkan mata. Cuma ini cara yang membuatku tenang, saat aku sudah lepas kendali dan dalam emosi tingkat tinggi. Dengan cara ini pula aku bisa mengingat wajahnya dengan beragam ekspresi yang seperti endorpin buatku, menenangkanku seketika.

Apa yang sedang dia lakukan sekarang?

Benak ini selalu bertanya-tanya, apa Dira masih mengharapkanku, menungguku atau bahkan malah melupakanku?

Ini sudah bulan ke enam. Tak ada kabar darinya, sejak Dira datang ke apartemen waktu itu. Dira hanya mengatakan butuh waktu. Butuh waktu untuk memikirkan hubungan kami. Hubungan yang selama ini kami jalani. Hubungan yang berasal dari fake relationship, hingga membuatku merasa nyaman dan membutuhkan. Wait, membutuhkan? Tidak, lebih dari itu, aku benar-benar membutuhkannya, bahkan di setiap sendi dan tetesan darah yang mengalir dalam tubuhku mendambakan sosoknya.

Butuh lima menit untuk mencerna kata-kata Dira saat itu, lalu keluar apartemen untuk menyusulnya. Aku berlari menuju lift, sampai lantai bawah aku sudah tidak melihat sosoknya. Aku bertanya pada petugas resepsionis yang bertugas: apa melihat Dira? wanita itupun tidak melihat. Aku berjalan mondar mandir, berkeliling lobby, lalu keluar menuju parkiran, kemudian mengendarai mobil. Aku berkeliling di sekitar luar apartemen sebelum Dira jauh, tapi aku tetap tidak berhasil menemukannya. Kubanting setir ke pinggir jalan, berteriak frustasi sambil memukul setir mobil. Semua itu sia-sia, aku tetap tidak menemukan Dira.

Perlu waktu sebulan untuk menenangkan diriku bahwa Dira akan kembali, kembali padaku dan menganggap bahwa Dira hanya sedang berlibur dan akan segera kembali. Sebulan penuh kehancuran, terlebih karena Dira yang lebih memilih pergi bersama J.

Gay Back To NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang