51. Woods House 🌹

862 68 0
                                    

"Kau.. melihatnya?"

"Dengan jelas. "

Chelsea diam sekarang. Merasa bersalah karena ia sendiri yang membuat semua terasa berat.

"Maafkan aku.. " gumam Chelsea menyesal. Namun, Veron tak menjawabnya.

"Maaf."

Lagi-lagi Veron hanya diam tak mau menjawab. Apa sebesar itu kah kesalahan Chelsea? Ia tak ingin memaafkannya? Yang benar saja. Gadis itu tak tahu Veron ada di sana. Lagipula, waktu itu ia langsung mendorong Andre menjauh. Hanya saat itu. Kejadian selanjutnya, ia mungkin benar tak bisa dimaatkan.

Gadis itu membuang mukanya dan mulai menangis dalam diam. Semuanya kembali berputar di kepalanya. Memori sejak tujuh bulan lalu seakan malah menyakitinya.

"Hei, kau menangis lagi? Dasar cengeng." Veron mengusap air mata yang bergelimpangan itu dengan lembut. Chelsea tetap diam. Ia yakin Veron lebih tersakiti walaupun ia tak bisa mengeluarkan air matanya. Dan itu karena dirinya.

"Hentikan, Cheese," ucap Veron tajam. Chelsea menggeleng dan terisak

"Kau tak menerima maaf ku."

Veron tersenyum kecil, " dengan satu syarat."

"Apa?" Chelsea mengusap ingusnya kasar. Veron memajukan pipi sebelah kanannya.

Chelsea pun ikut tersenyum kecil lalu menciumnya sekilas. "Sudah dimaafkan?"

"Sudah dimaafkan."

"Kau yakin?"

Veron mengangguk singkat sebagai jawaban. Melihat betapa kotornya baju putih yang Chelsea pakai Veron pun berkata, "lébih baik kau membersihkan diri. Ada kaos dan celana di lemari itu."

Mendengar kata membersihkan diri, Chelsea langsung melirik tubuhnya. Ia benar-benar sangat kotor. Seburuk apa bencana yang ia perbuat hingga gaun putih indahnya semalam berubah drastis menjadi seperti keset. Wait, mengapa gaun yang ia pakai sekarang terlihat bebeda?

"Aku sangat kotor, ya?" Gumam Chelsea.

"Sangat." Iawab Veron sambil berdecak. Bukannya menghibur Chelsea malah membuat gadis itu tambah cemberut.

"Baiklah, aku akan membersihkan diri." Ucapnya lalu berdiri dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di samping lemari yang tadi Veron tunjuk.

Kamar mandinya tidak terlalu besar memang. Hanya terdapat bath tub dan bilik shower dengan dinding kaca. Sebenarnya, tempat itu sangat cukup untuk ukuran tubuh Chelsea. Apalagi bentuk tubuh Chelsea yang ramping. Sayangnya, sayap besar berwarna putih itu membuatnya tetap terdiam di depan pintu kamar mandi. Setiap kali ia mencoba masuk, sayap itu menyangkut di pintu. Ia melakukannya berkali-kali membuatnya terlihat seperti orang bodoh.

Veron tertawa geli melihat tingkah Chelsea. "Kau tak akan pernah bisa masuk ke sana jika seperti itu terus."

Chelsea berhenti melakukan itu lalu berbalik menatap Veron kesal. "Setidaknya bantu aku, jangan menertawaiku!" Serunya lucu membuat Veron tak kuasa menahan tawa.

Lelaki itu mendekat dan menarik pinggang Chelsea hingga tubuhnya bertubrukan. "Fokuskan pikiranmu, peluk aku dengan sayapmu." Ucap Veron dengan tatapan intens seakan menghipnotis gadis di depannya.

Entah mengapa tatapan itu malah membuat Chelsea gagal fokus. Jantungnya berdegup kencang membuatnya sedikit takut Veron akan mendengarnya. Ia pun menjauhkan tubuhnya secara tiba-tiba.

"A..aku tidak bisa," cicitnya sambil mengalihkan pandangan. Veron kembali terkekeh.

"Aku mendengarnya."

Destiny Rules ✔ [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang