MY 2

88 3 1
                                    

Salsa pov
 
   Aku tidak mengerti kenapa aku harus wajib ikut makan malam di antara orang-orang dewasa ini. Dan ya ada satu lagi anak SMA. Jodi adnan disini,duduk di depanku. Aku menatap nya dengan bingung kenapa aku harus bersamanya malam ini. Dan selain itu, aku tidak tahu kenapa mom menyuruhku untuk mengenakan gaun ini dan memoles wajahku.
  "Salsa kau terlihat manis,bukan begitu jodi?" Wanita yg sekiranya umurnya sama dengan ibuku berbicara dengan lembut.
   Aku memberi tatapan lurus kepada jodi.
Jodi mengangguk "cantik" ungkapnya singkat.
Ah demi apa dia barusan memujiku?
    
     Mataku tidak bisa lepas dari sosok jodi, perlu aku akui dia terlihat tampan malam ini. Sayangnya jiwa penindasnya membuatky mengurungkan niat untuk menyukainya.
     Dad meletakkan gelas kemeja "jadi bagaimana rencana pernikahan jodi dengan salsa?" Tanpa segan, dad menunjukkan raut antusias pada kerabatnya.
    Apa?! Rencana? Aku menatap bingung pada dad.
     "Semakin cepat semakin baik" tutur ayah jodi. Spontan aku dan jodi mengadah. Ternyata dad tidak main-main dengan keputusan ini. Tiba-tiba jodi menendang kaki ku "bagaimana?" Tanyanya tanpa suara
      "Jadi bagaimana salsa?" Sura itu menginterupsiku segera aku beralih pada ibu jodi.
        "I-itu... aku izin ke toilet"
  "Akh!" Aku menringis setelah menyadari aku telah menabrak orang. Jodi memegang pergelangan tanganku.
  "Salsa!"
  "Apa?!" Aku berteriak.
  "Kau berteriak padaku?"tanyanya dingin.
  "Ti-tidak maafkan aku"
  "Permintaan maaf ditolak" balasnya enggan.
Oh,tidak aku baru saja membangunkan sosok singanya.
  "Lepaskan aku kumohon" pintaku nyaris kehilangan suara.
  Jodi terkekeh.
Aku terus melangkah mundur hingga punggungku membentur tembok. Tidak ada siapa-siapa disini. Aku takut. Sungguh.
   Kutatap jodi dihadapanku.dia menempatkan lengan kanannya di tembok sebelah kiriku,dan tangan satunya lagi di dalam saku celananya. Jarak wajah kami hanya tersisa beberapa senti.
   Satu tangannya di saku tiba-tiba saja sudah berada di pinggangku.
  "Kau sangat lucu,aku menjadi tidak ingin menolak pernikahan ini" ujarnya.
Konsentrasiku runtuh ketika jodi meremas pinggulku pelan. Aku menggeliat berusaha menghindar.
  "Jodii..kumohon" ucapku memelas.
   "Salsa." Tangan yang semula ia pakai untuk tumpuan badan kini mengusap bibirku dengan lembut.
    "Salsaa," panggilnya lemah. Jodi terdiam sesaat. Tersirat gairah dalam suaranya.
"Menikahlah denganku."
                                        ***  
    "Aku mau pulang," cetusku sambil bangkit dari kursi. Jodi langsung menarikku untuk kembali duduk. "Jod,ini sudah malam"
   "Oh ya?orang tuamu ingin kita melakukan perkenalan lebih jauh?" Serunya acuh tak acuh.
Aku diam dan berdesis " aku tidak mau menikah dengan mu"
   "O-o sayangnya kau tidak bisa. Kita harus" sahutnya sambil menatapku.
     "Kau menyukaiku,kan?" Tanyanya sambil menggerling nakal membuat dadaku berdentum. "Jadi ayo lanjutkan saja,menikah,buat anak,buat lagi,buat lagi. Mudahkan?"
     Jangan salahkan aku kali menmbahkan poin mesum pada dirinya. Tetap saja dia mengatakan hal-hal yang tidak wajar bagi siswa SMA.
      "Mau buat disini,atau setelah kita menikah?" Tanyanya.
Hatiku mendadak panas. Dress yg kukenakan mulai basah di banjiri keringat.
    "Jadi kita memulai disini?" Tanyanya lagi yg membuatku sangat kalut.
     "K-kau mau apa?"
      "Buat anak"
        Aku hendak berdiri,menyingkirkan tubuhku,namun ia jauh lebih cepat menarik pergelangan tanganku.
     "Apa kau sudah gila?menyingkir dariku" keluhku.
      "Mau tidak mau kau harus menikah denganku dan harus menerima kenyataan bahwa orangtuamu telah menyerahkan mu padaku."
    Wajah jodi terlalu dekat hingga aku bisa merasakan deru napasnya. Bibirku menggigil.
   "Lepaskan aku!"
Wajah  Jodi mendekat ke telinga aku.  nafasnya terasa panas.
"tidak!"
Iya menyeringai lebih lebar. Tubuhnya makin menghimpit Ku. "Tidak mau menghabis kan waktu mu dengan calon suamimu,hmm?"
   Calon suami?
"Kumohon." Aku membuang wajah ke samping. Mengagetkan,jodi menekan dahi kami. Aku menegang. Tangannya menahan Pipiku agar terus berpapasan dengan wajahnya. Dia menciumku untuk pertama kalinya.
   Setelah itu, dia bersuara,"kau tak kan bisa pergi. Coba saja lakukan. Kalau pergi, aku anggap itu pelanggaran." Matanya berubah tajam. "kau akan tahu konsekuensi atas apa yang kau perbuat. Jadi jangan coba coba."

Bersambung.

My youthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang