twelve

3.5K 176 2
                                    

Albert meraihku, menciumku dan tangannya yang hangat berada di tengkukku. Aku menyukai ciumannya yang panas membara.

Dia membuatku melayang, dalam arti sebenarnya. Aku berada di gendongannya. Dia kembali membawaku ke jakuzzi kami. Rupanya ia menyukai diriku yang basah.

"Oh Tuhan, kau begitu cantik, Angel. "
Kulihat tatapannya memindai tubuhku. Matanya yang hitam adalah salah satu favoritku. Mereka nampak cantik ketika diterpa cahaya lampu.

"Sudah waktunya menyelesaikan pesta malam ini. Kita butuh tidur. " Albert mengangkatku dari jakuzzi. Dia tidak membiarkan kaki cantikku menyentuh lantai marmer yang dingin.

Bisa kurasakan perhatian dan pandangan memujanya padaku. Setidaknya itulah yang aku artikan dari tindakan memanjakan diriku.

"Kau membuatku merasa dipuja. "

"Memang itu yang aku lakukan, aku memujamu, Angel. "

Angel... Sebutan yang ia sematkan padaku.

"Julukan Angel nampak terlalu suci jika melihat masa laluku. Aku merasa tidak pantas kau sebut 'Angel' meskipun aku merasa istimewa dengan panggilanmu itu. "

"Aku memanggilmu Angel karena hatimu yang tulus. Kau mudah memberikan kasih sayangmu pada orang lain. Bahkan pada wanita yang merebut kekasihmu. "

"Disini akulah pihak yang jahat. Mencoba memanfaatkan kekayaan wanita lain bukanlah sesuatu yang membanggakan. Aku bersyukur tersadar dan tidak perlu menjadi monster. "

"Tidak, hatimu yang lembut yang dimanfaatkan oleh Jack. Kau tidak akan menhindari Jack secepat ini jika kau memang memiliki niat jahat pada Debora. Kau wanita yang cerdas aku yakin kau akan berhenti sebelum menyakiti orang lain. "

Dalam gendongannya aku tersenyum dan menyandar di dadanya. "Aku berusaha keras untuk menjadi wanita cerdas, Albert. Sangat keras. "

.

.

.

Aku rasa udara dingin yang menyelimuti Manhattan adalah mimpi buruk para pekerja keras. Udara ini begitu nyaman sehingga menggoda orang untuk bergelung malas di ranjang. Awalnya aku ingin melakukan ide itu. Tetapi aku tidak boleh mengacaukan jadwal yang disusun Emely. Wanita itu begitu pandai membuat suatu terobosan untuk menyelesaikan masalah, jelas tidak ada yang ingin memiliki masalah dengan wanita pandai __termasuk aku.

Aku menelusuri jalan Avenue yang dihiasi pohon maple yang kemerahan. Pemandangan yang menakjubkan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong.

'Kapan-kapan aku akan mengajak Albert jalan-jalan ke tempat ini. '

Emely sudah menungguku. Dia memberikan sebuah kertas yang bisa mengakhiri kontrakku tanpa ada kendala.

"Hanya ini yang harus aku lakukan? "

"Yup, berterima kasihlah padaku. Meski kunci utama mereka tidak mempersulitmu adalah aku menggunakan nama Actexi. "

"Apa?"

"Well, itu satu-satunya jalan. Mereka akan berpikir dua kali sebelum mempersulitmu ketika embel-embel Actexi menempel padamu. Baik, lupakan itu. Apa kau sudah mencari info tentang masa lalunya? "

"Aku tidak melihat ada yang penting untuk mengetahui masa lalunya, Emely. Bukankah yang terpenting adalah hari ini dan kedepannya. "
Lagi pula kami bukanlah suami istri yang nyata.

Kulihat Emely menghela nafas, menutup file dan menatapku. Mata birunya berkilat serius.

"Ini membuatmu waspada Merrien. Jangan sampai pria yang kau anggap sekutu ternyata mata-mata musuh. "

"Okey, aku akan melakukannya. Hanya saja aku butuh sedikit waktu. Aku perlu menyiapkan mental untuk beberapa kejutan__bahkan pada kejutan terkecil apalagi yang terburuk. "

"Yeah, kau memang harus mempersiapkan mentalmu. Tapi jangan terlalu lama. "

Dddrrrt drrrt

Jack is calling...

Aku mulai bosan dengannya. Bosan dengan masalahnya, keluhannya dan sakit hati yang kurasakan ketika berada didekatnya. Mengapa dia selalu berputar di sekitarku.

"Siapa? "

"Jack... "

Emely mengangkat kedua tangannya. "Bisakah pria normal saja yang berada di sekitarmu? "

"Aku sedang mengusahakan memburu pria normal itu. "

"Kau akan mengangkatnya? " tanya Emely ragu.

"Kenapa tidak... Hello. "

"Akhirnya kau mengangkat teleponku. Terima kasih Tuhan. "

"Aku tidak memiliki banyak waktu, Jack. Langsung saja. "

"Baiklah, sepertinya aku tidak bisa memperbaiki hubungan kita. Meski aku bilang aku mencintaimu mungkin kau tidak akan percaya padaku. "

"Iya, memang semuanya sudah berakhir. "

"Setidaknya berikan aku malam perpisahan...hanya makan malam, okey. "

"Dimana? "

"Hotel ACT pukul delapan malam. "

"Baik. Aku akan datang. "

Emely menatapku tidak percaya. Matanya membola sama seperti bibir merahnya.

"Kau gila. Dia bisa saja mencelakaimu. "

"Itulah tugasmu, Emely. Memastikan agar Jack tidak mencelakaiku. "

Kami berpandangan. Selama dia kami bisa memahami pikiran masing-masing meski tanpa bicara. Oleh karena itu kami menjadi partner yang solid hingga saat ini.

"Baiklah. Selesaikan urusanmu dengannya dan menjauh dari pria itu. "

"Yah, aku sudah memutuskan untuk terakhir kali berurusan dengan dia. Aku akan membuktikan jika masih bisa tersenyum lebar tanpanya. "

"Itu baru namanya Merrien. "

Salah satu yang bisa aku syukuri adalah memiliki teman seperti Emely. Tanpanya aku mungkin hancur disaat melihat Jack berusaha mendekati Debora dulu. Saat itu dia berkali-kali menyuruhku membuka mata. Tetapi cinta terlalu membutakanku.

Tbc

My Fake Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang