Pertemuan

22 2 0
                                    

Kala itu aku lahir di hari selasa yang di kenal dengan hari Api, namun akupun terlahir di bawah gugusan bintang Virgo dengan sifatnya yang feminim.

Ayah dan Ibuku memberi ku nama Doni, sedangkan teman temanku biasa memanggilku ino.

Aku salah satu orang yang tidak mudah akrab dengan lingkungan sejak kecil. Butuh waktu cukup lama bagiku untuk terbiasa dengan lingkungan baru. Hingga dewasa pun aku tetap seperti itu. Namun ketika sudah terbiasa aku sangat mampu untuk tertawa dan membuat orang lain tertawa layaknya Orang lama.

Sewaktu kecil aku di sekolahkan di sekolah IT (Islam Terpadu), dan sejak taman kanak kanak pun aku sudah sering mengada ulah, baku hantam dengan teman sebangku, dan bahkan bernyanyi dengan menggunakan mic Masjid pun sudah pernah aku jajahi.

Sifat jail dan badung (nakal) ku ini terbawa hingga bangku Sekolah Menengah Atas, bolos sekola, tawuran,dan mabuk-mabukan menjadi hal yang lumrah untuk aku lakukan.

Hampir semua sudah pernah aku alami, namun ada hal yang belum pernah dengan benar-benar aku nikmati, orang-orang biasa menyebutnya Cinta.
Sedangkan cinta yang aku kenal hanya sebatas judul lagu yang terkenal kala itu, Marjinal - "Cinta Pembodohan".

Perjalanan tentang menemukan Rasa ini dimulai semenjak aku masuk Universitas Swasta di kotaku.
Dengan lingkungan Universitas yang luas aku mampu dipaksanya mencari arti kata Cinta.
Setelah setahun lebih lingkungan memaksaku mencari ati kata cinta, aku pun luluh, rasa ingin tahu tentang cinta mulai hadir di otak dan hatiku, membakar habis semua ke tidak perdulian ku.

Setelah sekian lama aku mencoba menemukan seseorang yang menurutku mampu mengajarkanku tentang itu, aku bertemu dengan dia, Putri begitulah teman teman memanggilnya, namun panggilanku terhadapnya tetap si Sayang.

Aku mengenal si Sayang ini dari broadcast pesan temanku, Nadia. Di kala itu sedang Hype jejaring sosial BBM, dan anak muda saat itu tidak bisa lepas dari fitur broadcast pesan ini, hampir setiap hari ada saja yang mengirimkan itu kepadaku, pesan yang isinya hanya melampirkan sebuah Pin unik dari akun kontak orang lain. Dengan sarana bercengkrama online rilisan brand BlackBerry ini aku menyapa temanku Nadia dan mulai menanyakan tentang si sayang ini, setelah cukup lama aku menunggu ternyata ada notifikasi Friend Request masuk ke HPku, dan ternyata putri menerima permintaan pertemananku, akupun dengan sigap menyapanya, mengajaknya berkenalan dengan gaya anak muda tahun 2014an, dan ya jejaring sosial ini mengizinkan kita berdua untuk mengenal lebih dalam satu sama lain.

Setelah beberapa hari kami intens berbincang, ternyata baru aku sadari Rumahku ini tidak terpaut jarak yang jauh dengan rumahnya. Hingga tiba waktunya kita sepakat jalan bersama untuk pertama kalinya.
kita membuat janji untuk bertemu, dan sudah pasti aku mengajukan diri untuk menjemputnya, ternyata tidak boleh...
negosiasi akulakukan setelah cukup panjang bernegosiasi ala jual beli sayur dipasar, akupun dibolehkan menjemputnya, tetapi hanya boleh sampai diujung jalan rumahnya.
Mengerti kan kenapa anak muda jarang sekali menjemput pacarnya langsung di depan rumahnya? Betul, karena takut dengan Bapaknya.

Dengan modal bensin motor yang full tank dan sedikit uang saku, aku merasakan indahnya malam minggu, berkeliling kota ditemani si sayang-ku, dengan cuaca yang lumayan dingin malam itu, hujan pun turun, menyapa kami lembut, seolah olah semesta mengarahkan kami untuk berhenti sejenak dan bersenda gurau dengan saling bertatap muka.

Setelah lama kami menepi untuk menikmati air tuhan yang turun kami pun melanjutkan perjalanan, tak terasa hujan yang turun menyita waktu kami sangat banyak, sehingga mau tidak mau dengan berat hati aku harus mengantarnya pulang.

"Sudah sampai!! ".
ucapku saat itu, saat dimana aku mengantarnya hingga tempat dimana aku menjemputnya tadi sore.

"Makasih ya, kamu pulangnya hati-hati. lain kali kita main lagi".
Saut putri dengan menggunakan nada gembira, ketika turun dari sepeda motor honda matikku.

Belum sempat aku membalas apa yang diucapkan Putri, dia langsung melanjutkan kalimatnya.

"Kalo udah sampe rumah, jangan langsung tidur bersih bersih dulu, abis itu kabari aku".

Cukup bawel memang si Sayang ini, alih-alih ingin membalas perkataanya lantas aku menoleh dan melihat matanya.
Seketika aku membisu, kata demi kata yang sudah aku susun dengan sedikit dibumbui guyonan itu tidak dapat terucap.
Entah rasa apa itu, rasa yang cukup rumit untuk diperjelas dengan kata-kata.
Sebagai manusia yang baru pertama merasakan hal itu, selalu terlintas di pikiranku pertanyaan pertanyaan yang entah ada jawabnya atau tidak.

"tadi teh naonya?".
(tadi itu apa ya?)

"ko kitu sih?".
(ko gitu sih?)

"kumahanya? ko bisa kitu sih? ".
(gimana ya? ko bisa gitu sih?)

Pertanyaan demi pertanyaan aku rasa patut untuk di temukan jawabannya, walaupun bagaimana caranya belum terlintas di pikiranku, aku bertekad untuk menemukannya.
Akhirnya dengan satu-satunya cara yaitu merasakannya lagi.

Seminggu setelah hari itu,
aku kembali menjemput Putri, seperti biasa diujung jalan aku menjemputnya. Aku lihat Putri keluar rumahnya dengan celana denim, sweater hijau, ditambah kerudung hitam, Putri sangat menyita perhatianku, dan lucunya semenjak Putri berjalan menyusuri gang rumahnya dan sampai berada disampingku, aku memperhatikannya dengan mulut sedikit terbuka.

Anak ini terlihat sangat mempesona kala itu, entah dengan gayanya yg simple itu, atau memang aku saja yang norak karena belum pernah melihat perempuan se keren ini.

Sampai sampai dengan spontan Putri mengangkat daguku agar mulutku menutup.
iya memang, kita sudah sedekat itu, bercanda dengan tanpa rasa canggung, bahkan tak jarang pun Putri memukulku pelan ketika candaku sudah mulai membuatnya kesal.

Malam itu tak kalah indahnya dari malam mingu sebelum-sebelumnya, kami tertawa bersama, hingga akhirnya tawa kami berdua memuncak ketika Putri yang sudah selesai memakan nasi goreng di emperan toko bersendawa dengan cukup keras. Cukup untuk membuat Putri menjadi pusat perhatian hahaha.

Memang seperti itulah Putri hanya memiliki sedikit rasa malu, bahkan bisa di bilang hampir tidak ada.

Aku merasa nyaman berada dekatnya, aku seperti berkaca dengan diriku sendiri dikala aku melihatnya melakukan hal-hal yang sulit di temukan pada perempuan lain.

Tidak terasa sudah cukup larut malam itu, hingga kembali aku harus mengantarnya pulang. Dengan sedikit alasan "Takut dia kenapa kenapa di jalan" akhirnya aku memaksa mengantarnya hingga ke depan rumah,
Upayaku berhasil.
berhasil mengantar dirinya pulang hingga depan rumah tetangga sebelahnya.

Semakin hari semakin nyaman aku dibuatnya, hingga pertanyaan pertanyaan yang tadinya harus aku temukan jawabannya pun tidak lagi terpikirkan olehku.
Aku hanya memikirkan malam minggu ini akan seperti apa, padahal masih hari senin.

ABIWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang