Memulainya

20 1 1
                                    

Sudah cukup lama kami berdua saling mengenal satu sama lain, dan pada waktu itu aku beranikan diri untuk menyambangi rumahnya langsung tanpa Putri sendiripun tau.

Tidak lama aku mengetuk pintu rumahnya, untuk menanyakan Putri.

tok tok tok.. (suara pintu di ketuk)

"Asalamualaikum"
seraya aku mengucap salam terbaik dari seribu salam itu.

"Waalaikumsalam"
ada suara yang sedikit berat menyambut salamku dari dalam.

Tak lama terbukalah pintu kayu yang cukup kuat untuk menghancurkan kepalaku itu.

Ternyata stigma orang-orang tentang "Bapak-nya" galak itu benar benar ku buktikan.

iya sudah jelas aku yang di kalahkan.
kakiku sedikit gemetar,
bahasaku pun mulai tidak lancar,
bibirku pecah pecah,
dan aku tau itu tanda panas dalam.

"iya ada apa?", tanyanya kepadaku.

Dengan sedikit ajian robisrohlisodri, akupun memberanikan diri mengutarakan maksudku.

"mmm.. gini om saya... temannya putri, putrinya ada di rumah?", sedikit bergemetar aku menjawab pertanyaan sang Ayah.

"ohh ada kok, sebentar ya saya panggilkan dulu..", jawaban sang ayah sembaru jalan menuju bangku yang tadi dia tempati.

Aku semakin percaya diri mendengar jawaban seperti itu dari sang Ayah.
Ternyata benar setiap tantangan harus di hadapi bukan untuk di hindari.
Karena hasil tidak akan pernah mengkhianati usahanya, dan jika pada ujungnya hasilmu tidak seperti apa yang di harapkan, berarti usahamu belum sesuai dengan ketentuan.

"puutt... ini ada temanmu mencari kamu", sang Ayah memanggil putri.

"iya ayah... tunggu sebentar", suara putri menanggapi panggilan ayahnya.

Sang Ayah pun kembali disibukkan dengan koran Kompasnya itu.
beberapa detik kemudian aku melihatnya..
Dia yang selalu menyita perhatianku ternyata kali ini kembali melakukan itu, dengan wajah yang terlihat seperti baru terbangun dari tidurnya dia mengintip, ingin tahu.

"ih ko.. kamu disini sih?,", ucapnya.

Putri langsung menghampiriku sembari berlari kecil.

"iya dong.... gokil kan aku? hehehe", jawabanku.

aku menjawab dengan sedikit berbisik, karena takut ayahnya mendengar.

Putri memukulku pelan lalu berbisik.

"untung kamu teh ga disuruh pulang sama ayah, biasanya teman laki-laki aku teh suka di suruh pulang, dan ayah suka ngomongnya teh aku ga ada, padahal mah ada da..."

Mendengar penjelasan Putri seperti itu, percaya diriku makin memuncak.

"hayu buru eh, kita keluar mumpung belum hujan yuk..", Ajak ku.

"mau kemana ih? aku belum mandi, belum ngapa-ngapain ih... ", Jawab putri.

Belum sempat aku menjawab pertanyaanya, Putri yang terkenal bawel itu menunjukan keahliannya sekali lagi, dia berbicara tanpa tanda baca.

Hingga aku paksa dia mengakhiri dialog yang entah berujung dimana.

"Allahuakbar Allaahuakbar..."
Dengan sedikit meniru nada adzan aku mengganggu dialognya.

Putri pun terdiam, ia kembali memukulku pelan, dan sedikit tertawa karena ulahku.

"ke toko buku, anter aku nyari buku, sakalian nyari referensi ejeung tugas euy..", Jelasku.

ABIWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang