Sepulang dari Kalimantan Fajar jatuh sakit. Bukan hanya karena cuaca dan perjalanan yang jauh juga menguras tenaga. Namun, kesibukan sebelum keberangkatan dan meng-handle semuanya menjadi pemicu awal. Dia jadi kurang rehat dan tak mengatur pola makan dengan baik.
Ini bukan perjalanan pertama bagi kami. Namun, perjalanan kali ini cukup manis. Kami sempat mampir ke area wisata yang tempatnya tak jauh dari lokasi. Bila proyek pertama di jalan Kabo Sangatta. Proyek yang kedua dan ketiga masih di Sangatta juga dengan lokasi yang lebih menjorok ke perdalaman.
Masih banyak lahan kosong dan berawa di area sana. Salah satunya menuju pantai Kenyamukan. Pantai yang menjadi dermaga.
Benar kata Mama. Fajar akan bertingkah manja saat sakit. Baru kali ini selama lima bulan hidup bersama melihat dia sakit. Sudah dua hari aku dan Fajar tidak masuk kerja. Dari kemarin dia manja banget nggak mau ditinggal. Bahkan hanya sekadar untuk melakukan aktivitas di dalam rumah.
“Ri suapin.” Fajar merengek tak mau makan. Aku hanya memutar bola mata dengan menyerukan kata sabar berulangkali dalam hati.
Padahal dia hanya demam sekaligus lambungnya bermasalah. Entah salah makan atau memang nggak makan teratur? Selama ini aku nggak pernah tahu detailnya apa yang dia suka maupun tidak. Tepatnya nggak mau tahu.
Aku sendiri yakin kalau dia juga nggak tahu kesukaanku. Anehnya makanan yang dia kasih selalu sesuai seleraku. Mendadak merasa jadi istri yang buruk. Apa istri? Aku menggeleng berulangkali. Kita tak punya hak dan kewajiban untuk pernikahan ini.
“Ada apa? Kamu jadi ikutan pusing?” tanya Fajar. Mungkin dia memperhatikan gerakanku tadi. Semoga aku tak mengeluarkan gumaman aneh.
“Iya. Pusing dengan tingkahmu.”
Selesai makan dan minum obat dia tak membiarkanku beranjak dari ranjang.“Mau ke mana?” ujar Fajar lemah dengan suara bindeng. Wajahnya tampak pucat dengan suhu tubuh 39°. Aku terus menganti kompresnya supaya suhu tubuhnya menurun.
“Mau mandi. Napa? Mau ikut?” Pertanyaan konyol. Aku sudah mencoba bersabar dan bicara sehalus mungkin. Namun, tetap saja nada sarkas tak bisa kuhilangkan.
“Jangan lama-lama, ya.” Dia menggenggam tanganku. Padahal terlihat lemah tapi genggamannya masih kuat. Aku jadi ragu apakah dia sakit betulan? Tapi thermometer hasilnya akurat. “Iya. Ini mau mandi bukan tidur di kamar mandi!
Emangnya putri raja yang ada ritual mandi dulu?” sindirku jengkel.
Ritual mandiku tak bisa sesantai biasanya. Ada bayi besar yang butuh pengawasan ekstra. Beberapa menit selesai mandi, kukira dia sudah tertidur ternyata masih terjaga.“Kenapa belum tidur?” Aku merapikan selimut dan berbaring di sebelahnya. Tidur kami memang seranjang, tetapi tak pernah ada kontak fisik. Ada guling di tengah sebagai pembatas.
“Sakit, Ri. Kepalaku pusing. Nggak bisa tidur.” Harus ya? Mengeluh seperti anak kecil. Kuusap dahinya yang berpeluh dengan handuk kecil. “Dingin banget,” lanjutnya. Ini perasaanku saja apa dia memang kasih kode minta dipeluk?
“Selimutnya sudah tebal, lho. Masa masih dingin?” Bibir Fajar bergemelatuk menahan dingin dengan tubuh yang mengigil.
Jiwa ibu periku tak tega. Setelah perang batin, dengan berat hati aku merapat dan memeluk tubuhnya. Kuletakkan kepala di dadanya. Tubuh Fajar menegang. Bisa dibilang ini kontak fisik pertama tanpa ada percekcokan.
Biasanya aku selalu menolak saat dia cari kesempatan, aku berasa melemparkan diri sendiri ke pelukannya. Untungnya posisi dia terlentang bukan miring. Bisa dipastikan mata kami bisa beradu pandang.“Apakah begini lebih baik?” tanyaku basa-basi. Tidak mungkin cuma diam saja. Fajar bakal berpikir aku cari kesempatan buat peluk-peluk dia. Harus kuakui tubuhnya nyaman banget untuk dipeluk walau dalam keadaan sakit pun. Entah sudah berapa banyak wanita yang terbuai dengan pelukannya. Mengingat hal itu kenapa dada ini mendadak sesak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Denial
General Fiction18+ Bijaklah dalam membaca. Mentari Senja merasa jadi orang paling sial ketika bertemu Fajar Ardiansyah. Bahkan ia berpikir kesialannya bisa masuk guinness world record. Menikah karena kecelakaan. Bukan. Lebih tepatnya salah paham. Ia bahkan memilih...