Pagi yang dingin tak mengusik kegiatannya untuk melakukan aktivitas rumahan. Meski saat ini ia tidak berada dalam tempat tinggalnya yang seharusnya, Alice sudah tak sungkan melakukannya. Bahkan kini cenderung menikmati kehidupannya yang baru dan seolah melupakan habitat lamanya.
Ehem!
Punggung Alice berjengit kemudian menoleh.
"Ini masih terlalu pagi untuk memasak. Aku baru sadar kau sangat gesit, mungkin selanjutnya aku tidak akan menyiapkan bahan makanan untuk dimasak agar kau tidak tergesa-gesa melakukannya."
Alice hanya tersenyum, kemudian menggerakkan bahasa isyarat dengan tangannya.
Bukan hal yang berat. Aku sudah terbiasa dan ini menyenangkan.
Lelaki itu berjalan pelan dengan sorot mata tajamnya. Meski baru bangun tidur, tak memudarkan kadar ketampanan James Matvey.
"Boleh kubantu?" tawarnya.
Awalnya Alice ingin menolak tapi manik biru lelaki itu seolah memaksa menyetujuinya.
Dan begitu tangan mungil itu mempersilakannya, James segera mengambil posisi. Pisau adalah benda yang pertama kali diincarnya. Gestur tubuh James saat meraih benda tersebut cukup membuat jantung Alice berdegup kencang.
"Santai saja. Aku tidak akan menyakitimu." kemudian James menunduk mendekati perut buncit Alice. "Ibumu masih saja sensitif dekat denganku."
Sontak Alice memegangi perutnya yang memberikan reapons. Entahlah, tiap lelaki itu mengajaknya komunikasi janin dalam perutnya seolah bersorak bahagia memberikan tendangannya.
"Kenapa? Dia menendang?" kening James berkerut.
Alice mengangguk cepat dengan senyum sumringahnya.
"Rupanya kau makin mengenaliku. Apa saat lahir nanti kau akan memanggilku Ayah tanpa kuajari, hem?" guraunya asal mengusap perut buncit itu dan kembali dihadiahi gerakan aktif.
Untuk sejenak Alice terpesona oleh senyum menawan James. Sejak lelaki ini menyekapnya enam bulan lalu, baru kali ini bibir tipisnya membentuk lengkungan bulan ... nyaris seperti bulan sabit.
"Kapan kita mulai memasaknya?" tanya James membuyarkan lamunannya sampai kedua pipi putihnya bersemu.
Dan pada akhirnya Alice mulai menyibukkan diri memasak dengan suasana hati yang berbeda. Karena ada lelaki dingin yang mendampinginya tapi tanpa James ketahui, suhu tubuh Alice memanas tiap kali lelaki itu mencuri pandang ke arahnya.
***
James menunggu sajian sarapan. Setelah tadi Alice mendesaknya untuk mandi karena tugas masak hampir selesai, kini wanita itu masih terlihat sibuk saja.
Silakan dimakan.
Suguhan pancake adalah menu terakhir yang dimasaknya setelah omelette dan sandwich. Memang terlalu berat bila semua makanan tersebut dikonsumsi oleh James. Tapi kemudian ia sadar, wanita di depannya butuh asupan gizi ekstra. Alice yang hamil besar pasti mudah lapar tiap waktunya.
"Kau membiarkanku sarapan sendiri?" tanyanya tak suka saat Alice ingin berlalu.
Sedikit bergetar Alice memberi isyarat dan tetap tak ditanggapi oleh lelaki yang makin menatap tajam padanya. Hingga wanita itu menunduk takut.
"Duduklah. Temani aku!" titahnya dingin dan langsung dituruti.
James mengambil beberapa makanan lalu diletakkan di piring datar Alice.
"Kau tidak boleh menunda-nunda sarapan. Ingat, janinmu lebih banyak membutuhkan asupan gizi. Aku tidak mau terjadi hal yang buruk padanya," ucapnya tegas. "Untuk cucianmu yang kau pikirkan, itu bisa dikerjakan nanti setelah kita selesai sarapan. Aku yang akan membawakannya ke belakang. Dokter mengatakan kau sudah tidak boleh membawa dan mengangkat beban berat," lanjutnya membahas alasan kenapa wanita ini ingin menunda sarapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Mistake (short story)
Short StoryBagaimana jika sang pembunuh bayaran kawakan mengemban tugas menghabisi nyawa wanita muda yang tengah mengandung. Bahkan wanita itu hanyalah makhluk lemah yang tidak memiliki kekuatan untuk melawannya sekalipun sekedar untuk berteriak meminta tolong...