Prolog

10 1 8
                                    

Pepatah lama mengatakan bahwa roda takdir terus berputar dan sekarang aku percaya. Aku menghela nafas gusar. Kehidupanku yang normal mungkin takkan pernah kembali lagi.

Aku terus memandang hiruk pikuk kota ini saat hujan dari balik kaca jendela suatu cafe. Kusandarkan daguku ke tangan kiriku memandangi orang-orang yang mulai berlalu lalang sambil mengenakan payung atau jas hujan, ada juga yang berlari sambil melindungi kepalanya dari hujan. Cukup menenangkan, batinku.

Hari ini semuanya begitu aneh bagiku. Semua perasaan asing yang aneh ini.. Entahlah apa aku bisa melaluinya. Tanpa berpikir panjang aku menutup pelan mataku dan menikmati suara yang dihasilkan oleh hujan. Suara yang menghipnotisku dan bisa membuatku tenang.

"Maaf, apa saya boleh duduk di sini? Saya tidak bisa mendapatkan kursi karena sudah penuh, dan hanya di sini yang kosong," ucap seseorang dengan suara beratnya.

"Ya," jawabku tanpa membuka mata maupun beralih posisi. Aku mendengar suara kursi yang ditarik, kurasa dia sudah duduk.

"Hari ini benar-benar tidak terduga, siapa sangka jika akan hujan deras seperti ini kalau langit secerah tadi bahkan tanpa awan," gumamnya namun tidak kutanggapi.

Aku tetap terpejam dan sesekali aku membuka mata untuk menyesap Latte yang kupesan tadi. Aku dapat merasakan bahwa seseorang itu beberapa kali memandangiku. Entahlah, aku tak ingin tahu. Semuanya sudah melelahkan bagiku, aku tak ingin menambahnya lagi.

"Apa kau suka hujan?" Tanyanya padaku, namun aku tak menjawab.

"Aku suka hujan.. suaranya yang menghipnotis, dan aroma yang ditinggalkan benar-benar menenangkan." Lanjutnya.

Aku membuka mataku perlahan dan melihat ke arahnya sekilas. Ia hanya bersandar di kursinya sembari menatap keluar jendela dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya. Kacamata yang ia kenakan tidak dapat menutupi warna mata coklat terang miliknya.

Aku menegakkan sikap dudukku dan menyesap Latte-ku. Aku mulai menghela nafas panjang.

" Aku tidak suka namun, aku juga tidak membencinya. Seperti katamu, suara dan aroma yang dihasilkan memang menenangkan. Tapi ia juga menggali semua memori lama dan memaksa untuk mengenangnya," ucapku. Kuarahkan tatapanku ke arahnya, dan kudapati wajahnya yang tercengang atas jawabanku. Tak lama kemudian ia tersadar dan tersenyum tipis kearahku. Tatapan yang ia berikan padaku sangat menenangkan dan teduh.

" Itulah yang paling menyenangkan. Dengan itu kita tahu bahwa semua itu hanya sebatas kenangan. Dan kita tidaklah hidup dalam kenangan, melainkan kita hidup disini, dan kita berhasil menjalaninya,".

" Kau orang yang positif ya. Tapi, itu tidak setara dengan kenangan semua orang yang berbeda-beda," ucapku. Aku menatapnya kembali untuk melihat bagaimana reaksinya. Namun, aku hanya kembali melihat senyuman menenangkan yang ia lontarkan padaku.

"Bukankah hujan menyetarakan itu semua? Menyetarakan bahwa semuanya memiliki kenangan yang tak bisa dilupakan."

~~~

Hallo...
Maaf kalo ceritanya agak gimana gitu...
Mohon dimaklumin yaa..
Soalnya ini first storyku..
Jangan lupa Vote dan komen ya...
😊😊😉
Sankyuuuu..

EqualsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang