CH. 1 Nightmare

10 1 12
                                    

Gelap. Aku tak bisa melihat apapun, tidak ada suara yang terdengar, hingga setitik cahaya muncul dihadapanku. Aku mencoba menyentuhnya dan membuatnya berpendar lebih terang hingga menyilaukan mataku. Aku mencoba menghalau sinarnya dengan tangan kananku dan menutup kedua mataku.

Aku mulai membuka mata perlahan saat kurasa cahaya itu sudah mulai menghilang. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali dan mendapati diriku berada di sebuah kamar asing dengan cahaya yang remang. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh sudut kamar itu. Kamar itu cukup besar dengan sebuah kasur single bed terletak di tepi jendela. Tepat di sisi lain tempat tidur itu terdapat sebuah lemari buku yang diatasnya terdapat banyak boneka. Sekitar lima meter di depan tempat tidur itu terdapat sebuah almari yang cukup besar berwarna putih. Kamar itu berwarna biru muda. Perempuan, batinku.

Aku melangkahkan kakiku untuk menjelajah kamar, namun aku merasa bahwa aku bergerak terlalu lambat. Aku pun melihat ke bawah dan mendapati diriku memakai pakaian tidur terusan dan sepasang kaki mungil. Terkejut? Tentu saja tapi aku mencoba untuk tetap tenang. Aku mencoba menggerakkan kedua tangan dan mendapati sensasi aneh yang menjalar di kedua tanganku. Sepasang tangan mungil. Aku menggulung lengan bajuku hingga ke siku dan mendapati beberapa bekas tusukan jarum.

Aku menghiraukan semuanya dan mulai berjalan kembali. Cahaya remang memang membuat suasana kamar ini menjadi terlihat hangat, tapi entah kenapa aku tidak dapat merasakan kehangatan itu.

Ceklek...

Terlihat seorang anak laki-laki berusia belasan tahun muncul di pintu kamar. Ada jeda beberapa detik sebelum ia masuk. Ia berjalan menghampiriku dengan cengiran lebar terukir diwajahnya.

"Kok belum tidur?" Ucap anak itu. Aku ingin menjawab pertanyaan itu, tapi aku tak bisa menggerakkan bibirku bahkan seluruh tubuhku. Aku tak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba kepalaku menggeleng cukup kuat dan tersenyum lebar.

"Hari ini kakak akan pergi, aku tak bisa tidur sebelum mengantar kakak pergi,". Senyuman kembali terukir di wajahku. Tubuh ini seperti memiliki kehendak lain. Aku tak bisa mengendalikannya. Seolah-olah aku hanya diizinkan untuk melihat saja.

"Tapi aku akan pergi beberapa jam lagi. Kau sebaiknya tidur dulu," ucap anak itu.

"Tidak, aku tidak mau tidur. Aku mau bersama kakak. Kakak akan meninggalkanku di sini, aku mau bersama kakak,". Aku merasakan sebuah perasaan yang menyiksa. Aku tak tahu apa itu. Kurasa ini adalah perasaan gadis kecil ini yang tak mau ditinggal oleh kakaknya.

"Aku hanya akan pergi beberapa hari, jadi kau tidak perlu sedih. Aku akan kembali. Jadi kamu pergi tidur, ya," ucap anak itu sembari menggiringku ke tempat tidur. Aku tak bisa melawan.  Ia menidurkanku dan menyelimutiku.

"Baiklah, aku akan tidur, tapi kakak harus membangunkanku nanti saat kakak akan pergi," wajahku kembali membentuk senyuman di bibir. Aku melihat senyuman manis terukir di wajah anak laki-laki itu. Perlahan ia medekatkan wajahnya padaku dan mencium keningku.

" Iya, nanti kakak bangunkan. Sekarang kamu tidur, selamat malam," ucapnya. Aku hanya mengangguk dan menutup mataku.

Tap... Tap... Tap...

Aku mulai mendengar suara langkah kaki yang mulai menjauh. Dan suara pintu yang ditutup perlahan. Aku kembali membuka mata dan kudapati wajahku yang tanpa ekspresi. Bukan aku yang membuatnya seperti itu. Aku hanya menumpang pada tubuh gadis ini. Gadis inilah yang membuat wajah ini datar tanpa ekspresi. 

EqualsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang