BAB 1. TERLAMBAT

18 0 0
                                    

Pagi yang cerah membuat suasana hati semua orang terasa sejuk, berpikir tidak akan mendapat masalah. Namun tidak untuk gadis yang satu ini.

Seorang gadis SMA tengah mencoba membujuk seorang satpam di sekolahnya guna membukakan gerbang yang telah terkunci rapat.

"Pak, tolong bukain dong," pinta gadis itu sedari tadi.

Sungguh, sial sekali nasibnya kali ini. Berulang kali ia mencoba namun hasilnya sama saja. Nihil.

"Pak, ayolah," pintanya sekali lagi dengan ekspresi memohon.

Satpam itu menggeleng, "Neng Xia sudah terlambat lima menit, jadi sesuai peraturan sekolah saya tidak bisa membukakan pintu gerbang," ujarnya menjelaskan

"Maaf ya, neng,"

"Ayolah, pak," pintanya lagi. Namun si satpam hanya menggeleng, pertanda tak ingin mengabulkan permintaan si murid.

Mendesah pelan, sebelum ia pergi dari sana. Pupus sudah harapannya guna menetap disekolah.

"Huft,"

Alexania Leonard, nama gadis itu. Berperawakan sedang, hidung mancung, serta memiliki warna mata yang memikat--yakni hijau, cukup membuat siapapun yang melihatnya pangling.

Xia--gadis itu--saat ini tengah kesal dengan nasib sial yang menjumpainya. Tak memerdulikan apapun, benda benda yang ada didepan kakinya ia tendang begitu saja. Ia butuh sebuah pelampiasan atas kekesalannya kali ini.

'Duk!'

"Eh?" Mengernyitkan dahi, bingung. Suara apa itu tadi?

Apa jangan jangan?

Pikiran negatif mulai bermunculan, sepertinya ada seseorang yang terkena benda itu. Lantas instingnya memberi sinyal pada seluruh tubuhnya untuk waspada. Ia pun mengambil ancang ancang, sebelum..

Satu, dua, tiga!

Xia lari begitu kencang. Menghindari masalah yang mungkin akan terjadi. Cukup sudah, kali ini ia tidak ingin menambah masalah.

***

Di sebuah rumah yang terlihat amat megah, seorang pemuda dengan tatapan yang menyiratkan kesakitan sedang berusaha berjalan menuju ruang pribadinya. Entah bagaimana ceritanya, terlihat di dahi pemuda itu sebuah luka yang sepertinya belum lama. Masih nampak jelas, darah yang belum mengering sempurna--segar.

Sempoyongan ia berjalan, lantas ia beralih ke sebuah lemari yang berada didekat ranjangnya.

"Argh," ringisnya menahan sakit

"Linta? Mana hewan itu?" Pemuda itu mengobrak abrik isi lemarinya, mencari keberadaan hewan yang disebutkannya.

"Ah, itu dia,"

Sontak tanpa menunggu apapun lagi, langsung saja ia mengambil hewan itu dengan hati hati. Kemudian meletakkannya perlahan ke arah lukanya.

"Argh," ringisnya pelan, berusaha menahan sakit.

Selang beberapa menit, rasa sakit yang dideranyapun mereda. Perlahan ia mengambil linta itu sambil membisikkan suatu mantra. Dan meletakkannya kembali ditempatnya.

"Ah," pemuda itupun mendesah lega. Kemudian, pemuda itu berjalan ke arah ranjangnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya itu.

Menyesal. Ia sangat menyesal dengan apa yang dilakukannya dahulu. Namun bagaimana lagi, ini yang garis takdir berikan untungnya.

"Ah," sekali lagi, ia mendesah pelan.

ApheliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang