TEMU

41 2 0
                                    

"Maaf ta, aku ga bisa lanjutin ini semua"

Kata-kata itu masih terus terngiang di kepalaku, seperti dentuman besar yang mengacaukan fikiran. Saat itu, delapan tahun yang lalu dimana pagi menghantarkanku kepada tempat tanpa kedamaian, dimana kisah yang dengan terlunta-lunta kujalin, akhirnya harus berakhir dengan sebuah kalimat yang sangat tak ingin kudengar. Sebuah kalimat yang sangat tak ingin kudengar dari seseorang yang bukan cuma ku sayang, tapi juga merupakan seseorang yang sangat berpengaruh besar dalam hidupku.

................................................

Hari ini, 03 Maret 2020, tepat delapan tahun setelah perpisahan kita, aku terus memikirkanmu bahkan di sela-sela pekerjaanku. Ya... sejak dua tahun yang lalu, aku diterima bekerja di sebuah perusahaan penerbit buku yang sudah punya nama besar di negeri ini. Aku juga bertanya tanya, bagaimana bisa sebuah ingatan tentang seseorang mampu masuk dan mengusik fikiran dan ingatanku, bahkan saat sedang sibuk-sibuknya.

"Hei ta...!! jangan nglamun terus, kerjaan lo tuh"  Suara itu membuyarkan lamunanku tentang dirimu.

"Eh.. iya mbak, maaf-maaf"

"Nglamun aja terus! deadline ta, inget"

aku cuma tersenyum lalu melanjutkan pekerjaanku

"Ada apa si ? punya masalah" Lanjutnya sambil memberikan segelas kopi padaku

"Enggak mbak, makasih"

"Heleh...mbak juga pernah muda ya ta"

"Udah cerita aja"

"Enggak kok mbak, cuma sedikit ngantuk tadi" Jawabku sambil tersenyum padanya.

Orang yang kupanggil 'mbak' tadi adalah Rosita. seorang wanita yang lebih tua tiga tahun dariku, dan sedang hamil anak pertamanya. Dia juga yang membantuku untuk masuk ke perusahaan ini, dimana sebelumnya dia juga adalah senior ku saat masih berkuliah.

Satu jam berlalu, setelah percakapan singkat antara aku dan Mbak Rosita tadi, masing-masing dari kami terhanyut oleh pekerjaan masing-masing. Tak terasa waktu berjalan hingga akhirnya surya perlahan-lahan turun dari singgah sananya.

"Mbak, gak pulang?" Tanyaku padanya 

"Bentar dulu ta, nanggung, udah hampir selesai ini" Jawabnya masih fokus dengan pekerjaannya

"Kasihan si dedek lo mbak, kecapean" Kataku lagi mengingatkannya

"Halaah...kamu ini, orang si dedek juga diem kok" Jawabnya sinis

"Hahahaha, yaudah deh mbak, aku pamit dulu, salam buat Mas Hanif" Jawabku, dengan berlalu keluar meninggalkan Mbak Rosita yang masih terus fokus ke pekerjaannya.

.................................

Di perjalanan pulang, langit-langit menghitam, benar saja...tak lama kemudia hujan turun dengan derasnya mengguyur kota ini. Dengan terpaksa aku menghentikan laju sepeda motor pemberian bapakku saat aku masih di SMA dulu, sebuah warung kopi menjadi pilihanku untuk berteduh kali ini, dan sekedar menikmati minuman favoritku, kopi hitam.

"Kopi hitam satu Ben" Pesanku pada pelayan di warung ini, yang juga adalah teman satu angkatanku dulu saat berkuliah. Warung ini memang jadi langgananku bersama teman-temanku bahkan sejak aku masih berkuliah, warung 'Classic' namanya. Untuk ukuran warung, tempat ini lumayan besar dengan design interior yang bertema sesuai namanya, tentunya dengan lampu yang dibuat remang agar kesan klasiknya tetap terjaga. Kupilih meja di sudut ruangan warung ini, meja kayu kecil dengan cat coklat yang selalu jadi tempat favoritku kala sendiri mengunjungi warung ini.

Di sudut ruang ini, kumulai kebiasaanku sejak dulu, merokok dan membaca. 'Rahvayana: Aku Lala Padamu' buku karya Seniman hebat tanah air, Sujiwo Tejo, yang seminggu terakhir kubaca ulang ceritanya, kuhayati kembali. Bukan tanpa alasan, aku selalu mengagumi bagaimana cara Rahwana mencintai Shinta, bagiku cinta Rahwana adalah cinta yang murni, cinta yang ikhlas, cinta paling samudra.

Ditengah keasyikanku menyelami ulang buku Rahvayana, Beni, temanku yang juga pemilik warung ini menghantarkan pesananku.

"Kopi hitam satu untuk pria kutu buku yang kesepian" Katanya dengan senyum mengejeknya.

"Sialan lo ben" Jawabku singkat

"Tumben sepi warung lo?" Tanyaku padanya

"Ya...kan baru buka ta"

"Udah dulu, nikmatin tu kopi, gue mau bikinin pesenan" 

Aku diam tak menjawabnya, memilih kembali membaca buku dan menghisap rokok yang dari sepuluh menit lalu sudah kunyalakan.

...................................................

Dua jam berlalu, tanpa kusadari hujan ternyata sudah reda, kututup bukuku dan kubuka HP yang sudah sejak  pulang bekerja tadi kumatikan. Jam menunjukan pukul 20.16 WIB, perlahan kusesap sisa-sisa kopiku dan kemudian mulai beranjak.

"Genta?" Panggil sebuah suara di sebelah kananku.

Saat kupalingkan wajahku menghadap suara itu, seketika kelu menjalar ke setiap jengkal tubuhku, mulutku menggagu, diam, tak dapat berucap, hatiku menghangat.

Indah, manik matanya masih sangat meneduhkan

"Apa kabar dy?" 

..................................................................

LIKASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang