Chapter 2

164 17 0
                                    


Jeno meregangkan badannya setelah rapat yang cukup alot terselesaikan. Semuanya sudah diluruskan dan Jeno dapat bernapas lega lagi. Jeno keluar dari ruang rapat setelah berpamitan dengan rekannya, sebenarnya ia merasa tak enak karena harus keuar dahulu, namun ada kelas yang harus segera ia hadiri. Beruntung saja ia tidak terlambat.

Kelas berlangsung selama 45 menit saja karena sang dosen mendadak ada urusan. Memang membahagiakan kelas selesai  sebelum waktunya, namun sialnya malah mendapat tugas kelompok yang dipastikan harus selesai selama seminggu.

Jeno tak ambil pusing, ia bisa mengerjakan sendiri. Namun tentu saja teman satu kelompoknya tak membiarkan hal itu terjadi, mereka sepakat bahwa bagian Jeno adalah yang mengedit presentasinya sedangkan yang lain mencari materi presentasi.

Sembari menunggu email teman-temannya, Jeno memtuskan untuk mampir ke salah satu café, ia berniat menyicil tugas matkul yang lain. Jeno bukan tipe orang pengejar deadline, namun urusannya di BEM kemarin membuatnya kali ini harus menjadi seorang pengejar deadline.

Jeno tersenyum kala pelayan mengantarkan pesanannya yang berupa cappuccino, namun saat ia mulai menyesap kopi pesanannya mendadak lidahnya lanngsung diserbu oleh rasa pahit yang tak terkira pahitnya.

Apa-apaan ini, apa mereka menggunakan bubuk karet ban bukan bubuk kopi? Pahit sekali ya Tuhan batin Jeno.

Tanpa babibu Jeno membawa cangkirnya dan hendak protes. Bersamaan dengannya, seorang pemuda manis juga hendak  mengajukan protes tentang kopinya.  Terdengar konyol, tapi Jeno akui ia terpesona pada pemuda itu meskipun baru pertama kali menjumpai pemuda itu.

“Maaf, aku memesan Americano bukan cappuccino”

Pemuda itu berujar dengan sopan pada pelayan, berbeda dengan Jeno yang berapi-api hendak menyembur para pelayan dengan berbakai perkataannya tentang  kesalahan mereka.

“Punyaku juga. Harusnnya aku mendapat cappuccino dan bukan minuman yang amat pahit seperti karet ban seperti ini.”

Akhirnya Jeno menelan semua umpatannnya dan mengkuti pemuda manis itu untuk protes dengan suara yang lebih tenang. Pemuda manis itu menoleh ke arah Jeno lalu tersenyum ramah, Jeno pun membalas senyuman manis itu dengan senyum kikuk miliknya.

“Oh maafkan pelayan kami tuan, pesanan kalian tertukar. Kami akan menggantinya.”

Jeno tersenyum puas saat manager dari café tersebut mengatakan hal itu, tak berbeda jauh dengan pemuda manis disampingnya.

“Kalian bisa kembali ke meja terlebih dahulu, kami akan segera mengantarkan pesanan yang baru pada kalian”

Jeno mengangguk dan berbalik hendak menuju mejanya kembali, namun matanya sempat menangkap raut wajah pemuda manis itu berubah menjadi sendu saat meninggalkan tempat dimana mereka memberikan protes. Jeno diam-diam mengamati pemuda itu dari tempatnya.

Pemuda itu hanya menatap ke luar melalui kaca yang sekarang dipenuhi bulir air hujan. Saat ini sedang hujan lebat mungkin juga akan terjadi badai, entahlah Jeno tak menyimak siaran cuaca hari ini. Entah keberanian dari mana Jeno menghampiri pemuda berwajah manis itu.

“Hai”

Pemuda itu hanya tersenyum lalu kembali menunduk. Jeno bukan tipe orang yang dapat membuka obrolan menarik, namun saat ini keadaan memaksanya harus bisa membuka obrolan. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal dan berdehem sebentar.

“Perkenalkan aku Lee Jeno”

“Aku tahu”

Jeno membelalak kaget, bagaimana pemuda di depannya tau tentang dirinya. Apakah dia seorang mata-mata atau malah secret admirer nya? Jeno sekarang merasa was-was pada pemuda di depannya itu. Berbeda dengan Jeno yang memasang wajah penuh kewaspadaann, pemuda manis itu justru menahan tawanya.

End to Start || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang