Hujan di pagi hari adalah hal yang paling menenangkan ketika berada di Bogor. Adakalanya gerimis kecil menemani siswa-siswa memasuki gerbang sekolah. Seolah tau mereka membutuhkan ketenangan dalam menjalani hari-hari yang berat penuh tugas dan urusan lainnya. Di kota ini, rasanya hujan selalu menemani para pepohonan di dalam pagar Kebun Raya Bogor. Memberi minum dan menumbuhkan rumput bagi para rusa didalamnya.
Beralih ke jalan, gemuruh kendaraan yang panik melihat langit mendung. Para pedagang talas di pinggir jalan sudah terbiasa menyelamatkan dagangannya, mencari tempat teduh yang tak jauh dari posisi sebelumnya. Tukang angkot tetap berani melesat kencang meski jalan raya licin. Perempatan depan stasiun masih menyesakkan seperti biasanya. Lapangan Sempur yang seperti tak bisa membedakan kapan pagi, siang, sore, dan malam selalu dikunjungi entah untuk berlari atau berpiknik saja.
...
Seorang pemuda asli Bogor sedang mengendarai motornya dengan kelesah. Ia bernama Ayyaz. Kini dirinya sedang liburan semester. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu tentang masa lalu. Angin dingin menabrak jaketnya di jalan Pajajaran yang lurus dari Botani Square, mall di pusat kota, hingga Ciawi, gerbang menuju Puncak. Ayyaz tetap melaju dengan kecepatan yang sama. Firasat akan hujan membuat was-was hatinya.
*TIIN* *TIIIN*
"Ai sia belegug!"
Ayyaz tersentak. Hampir saja ia diseruduk angkot karena kelalaiannya. Apa yang sedang dipikirkannya sehingga menjadi termenung begini? Ayyaz menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba fokus. Menyimpan pikiran itu untuk nanti, di waktu yang pas. Berbahaya jika ia meleng lagi.
*tik*
*tik*
Tetesan air mulai membasahi tangannya yang tak bersarung. Padahal rumah masih jauh. Setelah tanjakan jalan Durian, Ayyaz berhenti dan mencari jas hujan di bagasi motornya. Ia menghela nafas ketika yang ia temukan hanya kantong kresek. Mau diapakan kresek ini. Kresek itu berminyak. Beberapa remeh gorengan dan cabe rawit ada di dalamanya. Nampaknya waktu itu Ayyaz tidak menemukan tempat sampah.
*ZRASS*
Tak mungkin untuk melanjutkan perjalanan. Untungnya ia berhenti di depan ruko bakso. Daripada mengambil resiko, ia mampir kedalam. Udara di luar semakin dingin. Mungkin satu mangkuk bisa menghangatkan tubuh. Sambil menunggu, ia memandang ke jalanan. Melihat pengendara lain melaju silih berganti menggunakan jas hujan, dalam hatinya ia kesal . Matanya menjelajah. Kadang dia tersenyum melihat anak-anak SD berlarian di bawah hujan menentengi sepatu di kedua tangan mereka. Bahagianya seakan esok hari libur nasional. Wajah Ayyaz merekahkan senyum. Matanya menjelajah lagi. Pandangannya menabrak tatapan salah satu pengunjung yang baru datang. Tiba-tiba tubuhnya tersentak. Dia menatap Ayyaz secara aneh. Matanya membelalak, mulutnya menganga. Mereka saling tatap.
Wajah itu..
...
....
AH-
*JEGERR*
Suara petir itu seakan menyambar seisi ruko, padahal hanya dalam hatinya saja. Disana ia bertemu dengan kawan lamanya, bernama--
YA ALLAH, dia bahkan tak ingat nama panggilannya.
Ayyaz mungkin tak ingat, tapi kawannya mengingat sesuatu.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinduku Pada Hujan
Science FictionKota Hujan merujuk kepada Bogor. Dengan semua harmoni dan irama, denting tetesan gerimis yang bernyanyi di dalamnya. Sungguh pemandangan yang melembutkan hati. Ada manusia yang senang ketika hujan turun. Ada juga yang kesal. Ketika hujan turun, Ayya...