Chapter 1 : Janji Kabeer.

135 8 9
                                    

Dedaunan mulai gugur berjatuhan, pagi telah kehilangan embunnya, mentari telah dipisahkan dari cahayanya. Setelah tragedi jatuhnya mobil Zara ke dalam jurang, Kabeer telah bertransformasi menjadi orang asing. Detak jantungnya sudah tak bermelodi, nafasnya berembus tapi ia tidak tahu untuk apa ia hidup lagi.

Benar kata orang, kita baru akan menyadari betapa berharganya seseorang ketika dia sudah pergi. Kabeer sadar akan satu hal, bahwa kehadiran Zara begitu penting dalam hidupnya. Zara seperti mutiara yang diberikan Allah tapi Kabeer sia-siakan. Terlalu banyak kenangan yang mereka lewati bersama-sama, meskipun Kabeer sering memberikan luka kepadanya.

Kabeer yang keras kepala terus saja menentang pendapat Zara mengenai kaum mereka. Dulu, Zara hanya ingin berjuang untuk hak wanita. Dia menjadi suara keadilan dari para wanita-wanita yang hidup terlalu dibatasi aturan. Tapi apa yang ia dapatkan? Kebencian. Ia dibenci oleh banyak orang bahkan dibenci oleh suaminya sendiri.

Tiap kali ada kasus di dewan syariah, pendapat mereka selalu bertolakbelakang dan hal tersebut pasti berujung perang dalam hubungan mereka. Zara selalu sabar, ia berusaha menghibur Kabeer agar suaminya itu tidak marah karena masalah dewan syariah. Tapi Kabeer terlalu memperpanjang masalah pekerjaan mereka sampai ke rumah.

Mengalah, mengalah, dan mengalah. Itu kunci Zara.

***

Kabeer baru saja berhenti di pinggir jalan untuk membeli dua buket bunga yang indah. Ia meminta si penjual untuk memadukan warna-warna yang bagus dari bunga-bunga itu.

"Tuan, ingin aku tuliskan apa di kartunya? Pasti buket ini untuk dua orang yang berbeda, kan? Jika itu benar kau hebat sekali sampai bisa memiliki dua kekasih!" tanya penjual itu seraya memuji Kabeer.

Mantan wakil imam Dewan Syariah itu hanya terkekeh kecil sambil menunduk, kemudian ia menggeleng sambil menatap pria yang sedang membuat buket itu.

"Kedua buket ini untuk ibu dan istriku, aku akan membawakannya ke makam mereka berdua." jawab Kabeer.

Deg.

Pria penjual bunga itu langsung menghentikan kegiatannya merancang buket, ia menatap Kabeer yang mencoba untuk tersenyum kepadanya. Hak itu membuat si penjual jadi merasa tidak enak hati sekaligus tersentuh.

"Maaf, Tuan, aku tidak bermaksud--" ucapnya.

"Tidak apa-apa, yasudah kau teruskan saja membuat buketnya. Oh iya.. tidak perlu ditulis apapun karena ibu dan istriku juga tidak akan pernah bisa membacanya lagi, kan?" ujar Kabeer. Lagi-lagi ucapannya menohok hati si penjual bunga.

"Kau ini sangat setia, terutama kepada istrimu. Aku saja yang masih mempunyai istri kadang suka tidak peduli." katanya sambil mengerjakan tugasnya.

Kabeer tersenyum miris, ingin sekali ia menceramahinya tentang bagaimana memperlakukan istri dengan baik namun ia sendiri belum merasa baik untuk Zara dulu.

"Dulu aku pernah berada di posisimu, aku tidak peduli dengan istriku bahkan aku sering marah-marah dengannya. Aku selalu tidak setuju dengan semua pendapatnya, apa yang dia lakukan selalu salah di mataku, sampai kami pernah berpisah." cerita Kabeer dengan tatapan yang kosong.

"Saat aku berada jauh darinya, aku merasa ada yang hilang dari diriku, kami saling mencintai tapi juga sama-sama keras kepala. Bedanya, istriku akan membujuk setelah kami bertengkar sedangkan aku tetap egois. Dia sangat spesial, bahkan sampai hari ini jantungku berdetak terus melafal namanya." lanjutnya.

"Saat dia meninggal aku baru sadar jika keberadaanya sangat berarti. Perpisahan yang paling memilukan adalah kematian. Berpisah karena talak yang pernah aku berikan waktu itu bisa gugur dengan rujuk, sedangkan kematian adalah takdir Allah dan tidak bisa gugur oleh apapun." Kabeer mengusap wajahnya kasar karena ia tersadar jika ia semakin merasa emosional. Untuk itu ia memilih diam sampai pria penjual bunga itu menyelesaikan dia buket miliknya.

***

"Assalamu'alaikum, ammi!" ucap Kabeer ketika ia sampai di makam ibunya. Lalu ia juga mengucapkan salam untuk istrinya karena di atas makam ibunya terdapat nisan yang bertuliskan nama Zara Kabeer Ahmed.

Meskipun jasad Zara belum juga ditemukan ditambah banyak orang berasumsi bahwa Zara telah tiada, untuk itu Kabeer meletakkan batu nisan atas nama Zara di atas makam ibunya agar setidaknya Kabeer merasa Zara ada bersama ibunya untuk selalu ia doakan. Karena semasa hidup ibunya juga sangat dekat dengan Zara, ia begitu menyayangi menantu yang selalu ia anggap seperti putrinya itu.

Kabeer sempat berpikir, mungkin jika Zara benar-benar telah tiada ia sudah bersama dengan ibu sekarang. Mungkin mereka sudah bahagia di surga, karena Kabeer tahu mereka orang-orang yang baik.

Sebelum Kabeer berbicara banyak di depan makam ibunya, ia berdoa terlebih dahulu untuk ibunya dan Zara. Setelah itu ia meletakkan buket yang ia bawa di depan nisan Ayesha dan yang satunya di atas nisan Zara.

"Ammi, kau ingat? Hari ini adalah hari ulang tahun istriku.." Kabeer mengusap nisan Zara yang sudah tertutup debu menggunakan telapak tangannya sendiri. Kelopak matanya sudah dipenuhi oleh kepedihan, Kabeer tak kuasa menahan kerinduannya kepada Zara.

"Selamat ulang tahun, Zara.." lirihnya. "Kau tahu? Setiap hari aku selalu merindukanmu dan ibu. Setiap kali aku mengingatmu jantungku terasa ngilu, kepergianmu meninggalkan banyak luka. Aku masih tak percaya, tapi kenyataan berkata itu. Kumohon jika kau masih hidup, kembalilah, Zara.." Kabeer akhirnya menangis, ia meletakkan kepalanya di atas nisan Zara.

"Tapi jika kau memang benar telah tiada, demi Allah.. aku berjanji akan memberimu keadilan!" seru Kabeer sambil menahan amarahnya.

Malam itu ketika Kabeer dan Zara memutuskan untuk memulai semuanya dari nol dan Kabeer melamar Zara lagi, Zara sempat berjanji kalau ia akan terus di samping Kabeer.

"Aku hidup di dalam detak jantungmu, Kabeer. Aku menetap di sana. Jika kau masih mendengarnya, berarti aku selalu ada bersamamu!" ucap Zara ketika mereka saling merengkuh setelah Kabeer melamarnya kembali.

Saat ingin pulang Kabeer meninggalkan Zara di mobil karena ada barangnya yang tertinggal, dan tiba-tiba ia mendengar suara tembakan sehingga membuatnya spontan berlari untuk melihat apa yang terjadi.

"ZARAAAA!" teriak Kabeer saat mendapati mobilnya berjalan menjauh.

"ZARAAAA!"

Kabeer menutup matanya ketika ingatannya kembali berputar saat mobil yang ada Zara di dalamnya terjun ke dalam jurang, tangannya terkepal kuat. "Demi Allah, aku akan memberimu keadilan!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ishq Subhan Allah (Another Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang