Prolog

76 5 27
                                    

~بسم الله الرحمن الرحيم~
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Titik titik air yang menjatuhkan dirinya ke bumi dengan ikhlas dan bersahaja

Seakan takkan pernah membenci siapapun yang telah menjatuhkan dirinya

Itulah hujan,yang selalu merintikkan butiran makna di setiap cerita

Perlahan dan perlahan,melampiaskan sebuah kerinduan yang sangat menyiksa

Yang tampak masih membekas di mata para penikmatnya

Seakan menjadi isyarat bahwa semesta telah mengabarkan sesuatu pada mereka
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Ekstrim. Ya,mungkin satu kat a itulah yang cukup mewakili bagaimana keadaan cuaca di kotaku saat ini.

Semarang,kota yang cukup popular dengan bandeng prestonya itu mendadak menjadi sangat kelabu.

Mendung yang membuat langit semakin menghitam,ditambah lagi suara gemericik air hujan dan sambaran kilat seakan memekakkan telinga siapa saja yang mendengarnya.

Ditambah listrik mati pula.
Hadeww,parah banget dah.
Semuanya seakan menjadi paket VVIP super lengkap yang menemaniku malam ini.

Dengan hanya diterangi nyala lilin,bola mataku tetap kufokuskan pada baris demi baris sebuah buku motivasi hijrah yang kuletakkan di atas meja belajarku.

Namaku Ara. Lengkapnya Azzahra Shafnaa Dzikrinaa Ahsan.

Ngga terlalu panjang si,cuma 4 kata doang,hehe :)

Teman teman sekolahku biasa memanggilku Zahra,Azza atau Azzahra. Hanya keluargaku yang memanggilku Ara.

Maklum panggilan kesayangan,kata mereka. Hihihi :D  

Aku lahir dan besar di Semarang,tepatnya pada tanggal 7 April 2005 yang hanya selisih dua hari saja dengan Kak Ahsan, kakakku,yang lahir tanggal 5 April,36 tahun silam.

Memang usia kami terpaut jauh,lantaran Ummi yang sudah lama belum juga dikaruniai anak lagi,padahal kakakku merasa kesepian dan ingin memiliki seorang adik. Sampai Allah menakdirkan aku lahir ketika kakakku berusia 23 tahun. Aku lahir dengan selamat tapi sayangnya,Ummi meninggal setelah melahirkanku.

Adapun Abi ku? Ia sudah meninggal ketika aku masih dalam kandungan. Diduga karena motor yang ditumpanginya ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang.

Ummi sedih sekali,sampai tubuhnya lemas dan hampir pingsan hingga kakakku berkali kali membopongnya,menyuapinya makan,dan mengistirahatkannya. Untunglah,waktu itu aku masih berusia 2 minggu di kandungan. Jadi tidak langung berdampak pada kesehatan janin.

Terpaksa semua pekerjaan rumah Ia yang melakukannya. Tapi enggak apa apa kok,yang penting ikhlasnya,kata kakak.

Jadi kesimpulannya,aku terlahir dalam keadaan yatim piatu.

Sangat berat memang,terlebih lagi ketika kakakku menutup nutupinya. Sampai di usia 7 tahun,kakakku memberitahu keadaan yang sebenarnya. Akhirnya,aku tak terima dan pergi dari rumah karena depresi berat.

Aku pergi ke makam kompleks. Kuhampiri makam kedua orang tuaku yang kebetulan berdampingan satu sama lain,dan aku menangis sejadi jadinya. Diriku sungguh tak terima dengan kenyataan yang ada,sampai aku tertidur di samping makam kedua orang tuaku.

Tahajud Fighters 🕌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang