D.A || 1

2 0 0
                                    

"AGTA!!"

Disya dan agta menoleh ke sumber suara itu. Ternyata seorang cowok yang sedang berjalan menuju ke arah mereka.

"Agta, lo udah ngumpulin formulir ekskul?" Tanya cowok itu saat didepan agta.

"Bel--" ucap agta terpotong /lagi/ saat disya memekik.

"ASTAGFIRULLAH, DISYA BELOM NGUMPULIN FORMULIR ITU!" pekik disya sambil menepuk dahinya. "Kalau gitu disya pergi dulu, dah semua!" Ucap disya berlari menuju ruang ekstrakurikuler.

Cowok didepan agta mengangkat alisnya sebelah dengan pandangan mengarah ke arah disya yang sudah hilang saat di belokan. "Tuh cewek ngapa dah?" Ucapnya bingung. Cowok itu menatap agta kembali.

"Cewek lo?" Tanya cowok itu bername tag rizal.

"Gak penting." Singkat agta melangkah kaki menuju ruang ekstrakurikuler. Rizal mengikuti langkah agta dan berjalan beriringan.

"Cakep juga tuh tadi cewek." Goda rizal mengangkat kedua alisnya. "Buat gue boleh lah."

"Ambil." Datar agta.

"Haha, btw lo masuk ekskul apa?"

"Basket."

"Sama dong anjir."

"Biji mana? Biasanya bareng lo." Tanya agta.

"Gatau tuh anjir, gue mau nebeng juga. nih dia juga nitip formulirnya sekalian katanya, bangke emang." Kesal rizal.

Agta, rizal, hibrizi memang dari saat MOS selalu barengan. Mereka selalu dikagumi kakak kelas mereka terutama perempuan karena memiliki wajah yang tampan. Agta yang memiliki sifat acuh, dingin. Namun ia terkadang hangat dengan teman-temannya. Rizal yang memiliki sifat receh, suka ngelawak, terkadang playboy selalu membuat teman temannya terhibur. Hibrizi yang memiliki sifat dewasa, sedikit jutek. Mereka terkadang memanggil nama masing-masing dengan panggilan aneh. Seperti tata-- agta, ijal-- rizal, biji--hibrizi.

Sesampainya di depan ruangan ekstrakulikuler agta melihat disya memberi formulir itu ditempat ekskul basket. Dia ikut basket? Batin agta.

"Ta, cewek tadi masuk basket njir." Seru rizal pada agta.

"Terus? Emang napa?"

"Setau gue cewek yang ikut ekskul basket itu yang tomboy-tomboy terus fisiknya harus kuat, karena kan pelatihnya tuh galak banget cuy. Lo kan tau cewek kalo di bentak dikit kadang langsung terjun air matanya." Jelas rizal. "Padahal ya, tuh cewek gak ada tampang sangar atau tomboy. Malah lebih ke feminim njir."

"Gak peduli." Ucap agta seraya memberi formulir ke ketua ekskul basket. Diikuti rizal dibelakangnya.

Saat keluar dari ruangan itu mereka berdua berjalan menuju parkiran. "Ta, gue duluan ya. Dijemput abang gue." Ucap rizal. Agta hanya mengangguk kepalanya sebagai jawaban.

Saat diparkiran agta melihat disya dengan susah payah mengeluarkan sepedanya. Namun agta tak peduli.

"Haduh, kenapa susah banget sih." Dengus disya. Disya melihat agta yang akan melewatinya dengan motor. Disya menghadang motor agta dengan tangan direntangkan. "STOP!!"

Agta menghentikan motornya tepat didepan disya. "Bantuin disya dong."

"Gak."

"Sekali plis.."

"Gak!"

"Ihh, bantuin orang dapet pahala tau!" Agta mengarahkan stang motornya ke arah kanan. Dengan cepat disya menghadangnya kembali.

"Tolong keluarin sepeda disya doang, gak tau tuh susah banget keluarinnya." Agta menghela napasnya kasar, turun dari motornya dan berjalan ke sepeda disya. Tak butuh berapa lama sepeda itu sudah bisa keluar. "MAKASIH!" Ucap disya dengan sumringah.

Agta kembali ke motornya dan menyalakan mesin motornya. Sebelum mulai berlaju ia melihat disya dengan dahi mengkerut. Mengapa gadis itu Mukanya seperti khawatir bercampur takut.

□●□●□

Sesampainya disya dirumahnya, disya memakirkan sepedanya diteras rumah yang terlihat sepi. Lalu ia masuk ke dalam rumahnya dengan hati-hati.

"Bagus! Baru pulang jam segini!" Kata seseorang dibelakang disya. Sontak membuat disya memutar badannya dengan ragu.

"Kemana aja lo?!" Ketus dinda, kakaknya.

"Tadi disya ngasih formulir ekskul dulu, ngantrinya panjang." Pelan disya

"Alesan lo! Cuci tuh piring! Sama gosok baju gue. Entar malem gue mau pergi." Ketus dinda seraya melempar baju bagus itu ke muka disya. "Awas sampe lupa!"

"I-iya." Ucap disya menunduk. Dinda kembali pergi ke kamarnya, Disya segera ke kamarnya yang tergolong kecil itu. Disya mengganti pakaiannya dahulu, mengapa tidak mandi? Karena ia akan membersihkan rumah, jadi pasti nanti akan berkeringat kembali. Biar sekalian gitulohh.

Disya segera membersih-bersih rumah, menggosok baju kakaknya,membuat masak buat kakaknya seorang. Buat makannya ia sendiri dibuat nanti saat kakaknya sudah selesai makan dan makan dengan diam-diam.

Setelah selesai dengan semua pekerjaannya ia segera membersihkan diri dan mengganti pakaian untuk tidur. Disya keluar dari kamar mandi menuju kamar sambil mengeringkan rambut basahnya itu.  Disya membaringkan badannya yang letih itu.

Ditatapnya langit-langit kamarnya itu. Beralih menatap bingkai foto kecil yang terletak di atas meja belajarnya itu yang didalam itu ada sebuah foto keluarga dengan senyum ceria. Disya yang berada paling pinggir dan ditengah dinda merangkul diandra--adiknya yang lebih muda 1 tahun darinya.

Entahlah semenjak 2 tahun lalu kakaknya selalu berucap ketus kepadanya dan ibunya yang seperti acuh, tak mau mengurusnya dan selalu pilih kasih ke padanya.

"Papa, disya mau ke pameran lukisan yang ada di spanduk depan rumah." Rengek seorang gadis berumur 14 tahun itu bak anak kecil. "Dian ikut! Dian mau liat pamerannya gimana." Sambar gadis lebih muda 1 tahun dari disya sambil tersenyum.

"Mobilnya gak tau deh tuh udah benar atau belom." Balas hima--ayah kedua gadis itu.

"Kalau belum benar gak usa--" kata disya terpotong.

"Mobilnya gak papa kok, udah gak usah khawatir. Yang penting kita bisa liat pamerannya." Kata diandra memaksa

Disya sedikit ragu namun ia mengikutinya saja. Sepanjang perjalanan keadaan masih baik-baik saja. Namun, saat hampir tiba mobilnya oleng dan gak bisa direm. Alhsil mobil itu masuk jurang yang dalam.

Ayah disya meninggal dunia, namun diandra masih belom ditemukan. Bersyukur disitu disya selamat, warga-warga ngumpul membantu disya. Disya menangis kejar melihat ayahnya yang sudah tak bernyawa.

Sejak saat itu disya seperti diasingkan oleh ibu dan kakaknya dan di anggap pembawa sial. Disya menghela napasnya, ia masih trauma akibat kejadian itu. Kepala ia pusing, air mata yang tidak diizinkan itupun turun sendirinya. tak mau disya berlama-lama dalam kesedihannya dan matanya yang rasanya berat sekali.

"Kapan disya bahagia lagi?"

Ucapnya sebelum memejamkan matanya dan segera menuju mimpinya.




















-Dilatifah

Maaf msih ada yg typo dan kurang dalam penulisan kata. Alurnya yang tak nyambung. Maklum pengalaman baru dan cerita pertama. Hehe..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DisyAgtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang