Matahari begitu hangat menyinari pagi ini. Bunga-bunga bermekaran dihinggapi kupu-kupu. Seorang anak kecil berlarian mengitari taman dan bermain dengan anjing kecil ras pudle. Anjing kecil itu tampak senang dipelukan gadis kecil itu. Berulang kali gadis kecil itu melambai pada orangtua nya yang duduk di kursi taman sambil mengamati anaknya.
“ papa....mama...” seru gadis kecil sambil melambaikan tangannya. Ia tertawa senang.
“ Hana...sini sayang, kita sarapan.” Panggil mama. Wanita cantik dengan senyum indah dihiasi lesung dikedua belah pipinya.
Gadis kecil bernama Hana itu berlari mendekati orangtuanya. Kimuya segera menggendong dan mendudukkannya dalam pangkuaan. Hana tersenyum senang saat mama mengansurkan sandwich dan segelas susu.
“ Hana suka banget susu kan,” Tanya papa yang dijawab Hana dengan anggukan. Laki-laki dengan tubuh tegap,wajahnya memancarkan aura berwibawa dan tegas namun terkesan lembut dan bahagia ketika bersama keluarga kecilnya.
Hana duduk sambil mengoyangkan kakinya dipangkuan papa. Sesekali Hana melemparkan serpihan roti kebawah meja yang segera ditangkap Inu,anjing kesayangannya.
“Papa, kapan kita ke taman hiburan?” Hana melirik ayahnya sambil mengigit kembali sandwichnya.
Papa tersenyum. Ia tau tak penah bisa menginkari janji pada gadis kecilnya “ Segera sayang, mungkin setelah Hana selesai sarapan.” Katanya sambil membelai rambut dan mengecup pipi mungil Hana.
Hana mengangguk dan tersenyum dan menceritakan keinginannya.
Mama ikut tersenyum melihat Hana terus berceloteh tentang wahana yang ingin dinaikinya di taman hiburan nanti. Namun senyum itu hilang saat ia mendengar suara ponsel. Entah mengapa ia merasakan firasat buruk. Ia gelisah menatap suaminya dan kegelisahan itu semakin besar saat ia melihat raut wajah suaminya yang berubah. Papa bangkit sambil mengendong Hana dan mengisyaratkan pada Mama agar mengambil alih Hana dalam gendonganya. Mama segera mengendong Hana dengan gemetar ia memperhatikan suaminya yang berjalan menjauh untuk menjawab ponsel.
“ Mama,” panggil Hana. Mama menoleh dan tersenyum. “ Papa mau kemana?”
Mama menggeleng dan tersenyum lagi dan kali ini raut cemas tergambar jelas diwajahnya. “ Papa cuma mau bicara dengan teman di telpon sayang. Papa ngak akan pergi, kan sudah janji sama Hana.” Hana mengangguk mengerti.
“ Hana mau sandwitch lagi sayang?” Tanya Mama. Ia ingin sedikit menghilangkan rasa cemasnya.
Hana mengeleng lalu menunjuk kebawah pada anjingnya. “ mungkin Inu mau...” ujarnya dengan mimik lucu. Mama tertawa, gemas.
“ Ma,” panggil Papa. Wajahnya tegang.
“ Ada apa Pa?” Mama berjalan menghampiri Papa yang masih terdiam. Ia seakan mampu membaca apa yang dipikirkan suaminya. Namun ia tetap menyangkal dalam hati. Takut dengan segala hal yang akan terjadi.
“ Maaf Ma,” Kali ini Papa benar-benar tampak tegang. Ia bahkan menghela nafas berat dan mengacak rambutnya.
“ Pa...” Mama menyentuh lengan Papa “ apa yang terjadi?”
“ Mama dan Hana harus pergi. Sakamoto akan segera datang dan membawa kalian pergi sejauh mungkin.” Papa menatap Mama dengan perasaan takut dan menyesal. Ia sangat takut hal ini akan terjadi dan menempatkan dua malaikatnya dalam bahaya.
“ Papa ikut kan?” Mama takut saat Papa mulai menghela nafas dan menggeleng.
“ Tidak. Masih ada yang harus papa lakukan. Setelah semua selesai kita akan segera bertemu lagi.” Papa memegang kedua bahu Mama yang masih mengendong Hana. “ Papa Janji.” Mama tak mampu membendung airmatanya, cairan bening itu mengalir dan jatuh kewajah Hana.
Gadis itu mendongak dan menatap Mama dan Papanya. Ia heran namun tak ingin bertanya, seakan mengerti kalau masalah yang sedang dihadapi orangtuanya tak akan mampu dipahaminya. Hana mengangkat tangannya dan menghapus airmata dipipi Mama. Mama balas menatapnya. Suara deru mobil mengalihkan perhatian kedua orangtuanya. Mereka segera menuju kehalaman luar. Papa segera menghampiri tamu yang baru saja turun dari dalam mobil namun langkahnya terhenti dan segera mundur. Berbalik dan menarik tangan Mama kembali menjauh. Tapi semua terlambat. Dor...suara itu terdengar pelan namun tetap mampu membuat Mama dan Hana terkejut.
“ Pa...” Mama menjerit saat ia merasakan cairan hangat berwarna merah mengalir dari dada Papa. Tubuh Papa merosot kebawah, Mama ikut terduduk disampingnya. Papa masih berusaha melindungi Mama dan Hana. Dengan sisa-sisa tenaganya Papa menarik Mama kebelakang tubuhnya.
“ Kimuya...aku sudah menginggatkan mu. Jangan pernah ikut campur dalam proyek ini, tapi kau tetap keras kepala. Sekarang kau tau, aku tak pernah main-main dengan ancaman ku....” ujar suara dingin dengan wajah sinis. Laki-laki bermata sipit dengan bekas luka memanjang diwajahnya.
“ Kau! Jangan pernah melibatkan keluargaku...” ancam Papa disela nafasnya yang semakin melemah. Mama meringkuk ketakutan disampingnya.
“ Oh, keluarga...” Laki-laki itu melihat Mama dan Hana yang mendekap lengan Mama erat.
“ Ayumi dan...Hana...” laki-laki itu mengulurkan tangannya menyentuh Hana tapi langsung ditepis Mama.
“ Jangan sentuh anakku dengan tangan kotormu” desis Mama. Wajahnya ketakutan namun ia tetap melindungi putri kecilnya.
“ Saka...moto...teganya kau!!!” desis Papa dengan suara lemah. Matanya menatap Laki-laki yang meringkuk dengan wajah penuh lebam dan memar. Tubuhnya tampak babak belur.
“Maaf...maaf...mereka menahan Eri dan anakku...” cicitnya disela tangis. Ia menatap Papa dan memohon maaf.
“ A,aku akan menuruti semua perintahmu tapi jangan menyentuh keluargaku.” Desah Papa putus asa.
“ Ah,,,,tapi aku tak membutuhkan mu lagi. Lagipula aku harus melenyapkan seluruh bukti agar tak ada lagi yang menghalangi langkahku...” laki-laki itu tertawa dan bangkit. Mengarahkan pistolnya pada Papa.
Tiba-tiba Hana menjerit, menangis sekuat-kuatnya. Ia seperti ketakutan dan merasa orangtuanya dalam bahaya.
“ Jangan...jangan...”pinta Mama dengan wajah memelas. Ia menarik suaminya menjauh dan berdiri dihadapannya. Dor...
“ Ayumi...” Papa terlambat menarik Mama. Ia hanya dapat menangkap tubuh Mama yang tak lagi bergerak. “ Ayumi...ayumi...”
Dor...suara itu memecah tangis Hana yang meringkuk ketakutan didepan mayat ibunya.
“ Mama...Papa..” jerit Hana saat kedua orangtuanya tergeletak bersimbah darah dihadapannya.
Moncong pistol itu kembali terangkat. Kali ini terarah tepat di pelipis Hana.
“ Anak Manis...sabar sayang. Sebentar lagi kamu akan menyusul Papa dan Mama” desisnya ditelinga Hana. Hana hanya dapat menangis.
“ Tidak...Jangan. dia masih kecil. Kenapa kau tega membunuhnya...” teriak Sakamoto. Ia meronta dari pegangan orang-orang bersejata dan berpakaian serba hitam.
“Tega??? Aku tak perduli apapun...” degusnya laki-laki itu dan melepaskan tembakan tepat mengenai pelipis Hana. Gadis itu jatuh tepat diatas tubuh Mamanya. Matanya perlahan terpejam.
“ Tidak.....” teriakan pilu sakamoto menghantar kepergian keluarga kecil itu.