salah paham [2]

5.7K 434 8
                                    

Seminggu sudah aku membiarkan Ariza dan Kenan berhubungan, aku tidak masalah dengan itu. Mungkin memang Kenan bahagia dengan Ariza dan aku harus bersyukur kalau memang seperti itu adanya.

Juga, seminggu sudah aku dan Axelle menjaga jarak. Hah! Kenapa harus seperti ini? Kehilangan sahabat terdekat ku adalah hal yang paling menyakitkan.

"Ay, kita harus bicara!" Aku tersadar dari lamunan ku, melihat wajah serius Axelle yang terlihat frustasi untuk saat ini, cukup membuat ku khawatir.

"Hm, iya. Ayo" Axelle berjalan mendahului ku, pergi ke atap dan segera menyuruhku duduk. Tubuhnya dibawa untuk berjalan bolak-balik. Ada apa dengannya?

"Aku harus apa?" Aku sontak mundur saat tubuh Axelle mendekat ke arahku. Astaga! Dia ini kenapa?

"Astaga! Jangan buat aku kaget!" Dia menarik diri dan berdiri tegak di depanku. Menghela nafas berat, Axelle membuang muka saat aku melihat netra kelamnya.

"Aku diajak makan malam sama keluarga Chiara, aku harus apa?!" Oh, masalah Chiara. Ada sedikit celah di ruang hati ku yang merengek sedih karena nyatanya Axelle tidak peduli jika aku menjauhinya atau tidak. Tapi aku bersyukur dia bisa lebih dekat dengan Chiara. Bukan hanya untuk status.

"Pakai pakaian yang rapi, kamu harus tampan" setelah itu wajahnya berubah datar. Menatap ku tajam serta tangannya memegang kedua pundakku.

"Kamu baik?" Aku berpikir, kenapa dia harus bertanya seperti itu? Bukan kah aku baik-baik saja?

"Baik" tersenyum dengan paksa, aku membuang wajah ku kelain arah.

"Temenin aku? Ke mall? Bikin aku jadi tampan" mengangguk ragu, karena sungguh sebuah malapetaka jika Chiara tahu kalau aku pergi bersama Axelle.

"Nanti aku bilang Chiara, supaya gak salah paham" akhirnya aku pasrah. Menolak ajakan seseorang bukanlah kemampuan ku. Maka dari itu, aku tidak bisa menolak.

;

Pelajaran Bahasa Indonesia di mulai. Seharusnya aku biasa saja saat duduk dengan Ariza, tapi kali ini aku ingin tahu, apa sebenarnya hubungan mereka.

"Za!" Ariza menoleh, dengan tenang aku melirik ke arah guru serta Ariza bergantian.

"Ada apa?" Sambil mengeluarkan buku, Ariza tetap menatapku bingung. Sebenarnya, aku hanya ragu. Bagaimana jika Ariza tersinggung dan marah padaku?

"Aku mau tanya, hmㅡbagusnya El pakai baju apa ya?" Sial! Aku benar-benar kehilangan kata-kataku. Sambil kebingungan, Ariza hanya berdeham. Astaga.

"Maksudku, El tanya tadi dia harus pakai baju apa waktu pergi makan malam sama keluarga Chiara" Ariza menggeleng, lalu mendiamkan ku. Matanya itu fokus terhadap ponsel, sedang tukar pesan dengan Kenan? Ah! Aku merindukan Kenan.

"Apapun yang dipakai El pasti cocok. Toh, dia tampan! Gak perlu yang terlalu formal, semi formalnya pun oke" Ariza menyodorkan ponselnya dan memperlihatkan ku sebuah foto semi formal yang dia katakan.

Namun mataku tertuju dengan notif yang muncul. Nama Kenan tertera dengan jelas disana. Mengetahui atas diamnya diriku, Ariza segera menarik ponselnya dan menjauhi tatapan ku.

"Za, kamu bisa jelasin?" Aku berusaha untuk tidak terburu-buru dan menuntut. Aku ingin Ariza menyatakan segala kebenaran yang terjadi antara dirinya dan Kenan. Aku tidak ingin Ariza tertekan atas pertanyaanku, maka aku memegang tangannya.

"Aku baik, mungkin kamu mau cerita lain kali. Aku benar-benar baik Za" aku tahu sorot matanya menunjukkan kelegaan serta takut. Tapi aku sudah mengatakan dari awal, jika memang mereka memiliki hubungan, aku tidak masalah.

Berusaha lebih baik dari sebelumnya, aku mulai fokus dengan pelajaran. Mencatat serta mengajukan pertanyaan kepada guru.

;

Aku bersama El, tidak langsung pulang. Melainkan benar-benar mencari pakaian yang cocok untuk acara Axelle nanti malam.

"Kalau ini? Bagus?"

"Gimana kalau ini?"

"Atau ini?"

"Ay, aku harus pakai jas? Atau aku harus pakai dasi?"

"Coba kalau pakai ini, cocok?"

Hampir 2 jam aku menemani Axelle berkeliling toko baju. Tapi, yang aku lakukan hanya diam. Jujur, pikiran ku terpecah karena dua hal. Dan aku terlampau pusing.

"Ay?" Tangan Axelle menggapai tangan ku, tatapannya seakan menuntut jawaban. Aku tersenyum dan mengangkat alisku sebagai jawaban.

"Kamu kenapa? Cape ya, temenin aku? Mau duduk dulu?" Aku menggeleng dua kali, lalu mataku tertuju pada kemeja berwarna cokelat muda dengan corak garis serta kotak-kotak. Melihat wajah Axelle sebentar, segera aku menuju baju itu lalu mengambilnya.

Mata ku terus mencari kearah baju polos berwarna putih serta celana berwarna hitam. Memberikan semuanya ke Axelle yang menatap ku bingung.

"Sedang ada inspirasi?" Aku tidak menjawabnya, namun lebih memilih untuk mendorong Axelle agar cepat mencoba baju yang ku pilihkan.

Memutar bola mata malas, Axelle masuk ke bilik ganti yang berada disana. Menuggu sembari melihat-lihat sekitar.

"Ay" aku memutar tubuhku, melihat Axelle berdiri tegap dengan baju yang ku pilihkan adalah sempurna.

"Gimana? Aku tampan?" Berjalan mendekat aku mengangguk dengan semangat. Namun yang sedikit mengganggu adalah Axelle menutup semua kancing kemejanya.

"Kenapa harus ditutup?" Tangan ku bergerak membuka seluruh kancing kemejanya. Dan sepertinya aku salah dengar. Ada sesuatu yang berdegup dengan cepat dari seberangku.

"Bisa cepat? Atau enggak, aku buka sendiri aja" mendongak cepat, aku menatap Axelle sambil menahan tawa. Berasal darinya? Bunyi itu?

"Selesai" aku memegang pundak Axelle dan mengangguk.

"Temanku sangat tampan" Axelle ikut tersenyum denganku, lalu ia kembali masuk ke bilik dan membayar pakaian.

;

Melepaskan helmku, Axelle mengangkat kelima jarinya.

"Makasih banyak, untuk ini" matanya tertuju kearah paperbag yang berada di genggamannya.

"Semoga lancar acara makan malamnya" tersenyum tipis, Axelle mengangguk ragu.

"Ay, maaf kalau aku harus bahas ini. Arizaㅡ" aku segera memotong pembicaraan ini.

"Sudah jam enam, harus pulang atau kamu terlambat" menghembuskan nafas pelan, Axelle segera menyalakan motornya dan pergi pulang.

;

Aku dan adikku sedang duduk sembari menonton televisi setelah makan malam selesai. Lalu tidak lama dering ponsel ku berbunyi. Ariza.

"Bun, Ay mau angkat telfon. Arsy bisa sama bunda?" Bundaku mengangguk semangat. Aku dengan cepat pergi ke kamar ku dan mengangkat panggilan dari Ariza.

Aku tidak tahu perihal apa yang ingin dia bicarakan, tapi pikiran ku tertuju pada Kenan.

"Halo?" Terdengar suara helaan nafas dari seberang sana.

"Ay, halo!" Aku terdiam, menunggu apa yang selanjutnya Ariza katakan.

"Aku mau minta maaf, kalau sebelumnya kamu pikir aku sama Kenan ada sesuatu" mataku otomatis terpejam, benar dugaanku. Ini perihal hubungannya dengan Kenan.

"Za, kalau kamu pikir aku marah, nyatanya aku enggak. Kalau Kenan bahagia sama kamu, ya aku bisa apa?" Ariza hanya terdiam, dan aku hanya bisa menahan tangis.

"Kamu salah paham, aku sama Kenan gak punya hubungan spesial! Kamu salah paham Ay, Kenan bukan punya hubungan sama akuㅡ

Aku menunggu dengan sabar dan terdiam saat mendengar perkataan Ariza.






































































































ㅡtapi kakak aku Ay"

RETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang