{Bagian 1}

10 1 0
                                    

Desember,2019

"Jabodetabek mengalami banjir hingga memakan 19 korban jiwa ribuan warga mengungsi kebeberapa wilayah banyak warga yang masih terjebak dirumah mereka...". Suara tv pagi ini menyambut ku papa memang begitu jika sedang menyaksikan acara tv volume nya bisa terdengar sampai 5 rumah sebelum dan 5 rumah setelah rumahku.

"Pagi paa,". Ucap ku sambil duduk disamping kanan papa.

"Berangkat sama ojek lagi kamu?". Tanya papa sambil menyeduh teh hangat yang kusediakan 20 menit yang lalu.

"Iya pa, hari ini harus berangkat lebih awal dokter Eva tak bisa masuk pagi ini dan wara harus mengantikan beliau pasien biasanya datang lebih awal biar nggak antri".

"Kamu kenal om Tio?". Tanya papa sambil melepaskan kacamatanya.

"Kenal pa, teman papa yang punya klinik disamping klinik tempat wara magang kan".

"Iya, kemarin dia datang kerumah katanya ingin mengajak makan malam Minggu nanti".

"Maaf pa malam Minggu wara harus nyiapin diri seleksi wawancara di RS setia Budi". Ucapku ke papa.

"Yasudah tidak apa- apa".

Wajah papa berubah masam hatiku sebenarnya tak tega melihat papa sekecewa ini tapi mau gimana lagi aku tau niat papa mengajak ku makan malam bersama om Tio karena papa ingin mengenalkanku dengan anak om Tio.

"Sampai kapan kamu menutup diri seperti ini nak umurmu sudah 25 tahun". Jelas papa sambil beranjak meninggalkanku.

"Paa wara pamit ya Assalamu'alaikum".

Pagi ini begitu hangat tak ada gumpalan awan diatas sana terlebih lagi angin yang berhembus menerbangkan polusi bumi mungkin efek dari hujan semalam yang mengguyur kota daeng begitu deras.

Para kepala keluarga begitu bahagia melihat cuaca sebersahabat ini semangat mereka terpancar dari suara klakson kendaraan yang terdengar lebih bising dari pagi kemarin.

Tapi berbeda denganku yang berangkat kerja dengan perasaan tak bersahabat, wajah masam papa masih begitu terngiang di ingatanku lagi pula mana bisa papa mengenalkanku dengan anak om Tio yang umurnya terbilang jauh dibawahku itu tidak mungkin benar- benar mustahil.

Tak bisa kubayangkan jika harus melewati bahtera rumah tangga bersama lelaki muda sebagai pemimpin keluarga oh Tuhan terlebih lagi jodoh menjodohkan itu kegiatan dimana mama dan papa dipertemukan lalu memisahkan karena tidak dilandasi rasa cinta hanya kemauan dari dua pihak keluarga saja. Kenapa papa tidak belajar Dari kegagalan hubungannya bersama mama dulu.

Lagian umurku baru 25 tahun dokter Eva saja menikah diusia 27 tahun dan sekarang dikaruniai 2 orang anak tak masalah kan mereka juga hidup bahagia bahkan tercukupi dalam hal apapun apasih yang papa harus khawatir kan jodoh sudah ada yang atur.

Beginilah setiap berangkat kerja selalu bergulat dengan celotehan diri sendiri kenapa juga hanya berani ngoceh di batin seandainya nyaliku sekuat Nikita Mirzani mungkin papa tak lagi menjodoh jodohkan ku.

Beberapa menit bergulat dengan kebisingan jalan akhirnya sampai juga di klinik tempat ku magang.
Klinik ini memang terbilang lumayan jauh dari rumah setidaknya lebih baik dari pada harus magang dipuskesmas desa meninggalkan papa seorang diri dirumah.

Halaman klinik sudah ramai dengan beberapa kendaraan bahkan ruang tunggu klinik sudah hampir full, minder rasanya dengan semangat para pasien pagi ini.

"Dokter Eva datang jam berapa Ra'?". Tanyaku kepada Rara seorang wanita mungil lulusan magister administrasi yang tak ingin cari kerja lain dan betah menjadi resepsionis di klinik ini.

"Setelah jam makan siang dok". Jawabnya sambil melontarkan senyuman hangat kearah ku.

"Oke aku masuk ya Ra' semangat bekerja". lontaran senyum yang tak kalah manisnya terlontar dari bibirku diikuti kepalan tangan menandakan kekuatan kepada Rara se-meter dihadapanku.

Rara kembali mengepalkan tangannya dan memberiku semangat tak kalah optimis nya.

Klinik ini milik dokter Eva terletak tepat disebelah universitas negeri di kota Makassar dokter Eva adalah dosen ku setelah gelar Skg dan drg ku raih dokter Eva langsung menerima ku menjadi dokter magang di kliniknya katanya dari pada harus berlama lama ke desa terpencil.

Selain itu 5 tahun kuliah kedokteran dokter Eva memang selalu memberikan perhatian penuh kepadaku jika ada kesulitan dalam hal perkuliahan dokter Eva tak segan- segan meluangkan waktunya untuk menjelaskan kepadaku dokter Eva memang berkepribadian baik selain itu taat ber agama terlebih lagi mampu menjadi ibu rumah tangga yang sempurna kadang iri melihat dokter Eva yang selalu bahagia dan memiliki jalan hidup semulus sutra.

"Bu dokter masih muda kan?". Suara lembut remaja ber seragam putih abu- abu membuyarkan lamunanku.

"Oh iya iya maaf ya silahkan duduk".ucapku sambil mempersilahkan remaja tersebut duduk dikursi berhadapan denganku.

"Keluhannya kenapa dek?".

"Gini dok aku harus pasang behel kata teman- temanku mulutku kelebihan gigi sampai sampai ada yang tumbuh sampai ke gusi atas gini dok". Jelas remaja ini sambil mengangkat bibir bagian atasnya.

"Itu namanya gingsul, jadi bukan disebabkan kelebihan gigi sebenarnya gigi yang tumbuh itu adalah gigi taring kamu yang tidak tumbuh pada tempatnya dikarenakan rahang mu yang kecil dan tak muat untuk pertumbuhan gigimu keseluruhan jadi numpuk gitu de giginya". Jelasku.

"Ohh gitu ya dok, jadi aku langsung bisa pasang behel dok?".

"Belum dek kamu harus melakukan pemeriksaan dulu ya bagaimana keadaan mulut kamu, model gigimu, dan berapa gigi yang akan dicabut sebelum memasang behel".

"Harus dicabut dok?". Tanya remaja berseragam putih abu abu ini miris.

"Iya sayang".

"Kok ngeriii".

Aku hanya tersenyum kearahnya.

Nama Saya WaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang