Embun hadir berdiam diatas rerumputan, angin berhembus kencang membuat dedaunan kering terlepas dari ranting. Dahan rapuh termakan oleh waktu, berserakan di sudut-sudut jalanan. Ayam jantan berkokok menunjukan mentari sebentar lagi hadir.
Pria gagah berjalan sedikit terburu-buru, sesekali ia membenarkan tas ransel di punggungnya. jaket tebal menyelimuti tubuhnya yang kekar.
Pria itu terdiam karna seseorang yang berjalalan disampingnya menatap wajahnya dengan begitu teliti.
"Sandi prahaya" ucap seseorang tak dikenalnya.
Nama peria gagah itu adalah sandi prahaya.
Sandi terdiam, dia mencoba mengingat seseorang yang tepat dihadapanya sekarang.
"Saya Imron" ucap pria itu dengan senyuman, berharap Sandi mengingatnya.
"Imron ronaldi benar ?"
Pria itu mengangguk, mengiyakan.
Mereka berjalan bersama, membicarakan tentang desanya yang mulai berubah dan membicarakan tentang Imron yang terkejut dengan perubahan Sandi yang hampir tidak dikenalinya. Terakhir mereka bertemu 10 tahun yang lalu, ketika perpisahan Sandi untuk melanjutkan SMA nya di kota.
"Aku kira, kamu sudah lupa kampung halaman Sandi." ucap Imron bergurau.
"Tidak, mana mungkin aku melupakan tempat masa kecilku. oh ya bagaimana kabar keluargamu ?"
"Abahku sudah meninggal 3 tahun yang lalu, mama sehat, dan aku sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak." jawab Imron jelas.
"Aku tidak tahu berita tentang abahmu Imron, aku benar-benar turut berduka."
"Tidak apa, oh ya apakah kamu sudah menikah ?"
"Belum, dan hari ini aku ingin bertemu dengan Nia, kamu tahu kabar tentang dia ?, aku harap dia belum menikah juga."
Seketika Imron terdiam, tubuhnya gemetar, tiba-tiba ia berlari kencang, meninggalkan Sandi.
"Imroonnn" teriak sandi lantang, namun Imron tetap berlari lebih kencang meninggalkanya.
Jantung Sandi berdegup kencang, melihat reaksi temanya setelah ia bertanya tentang Nia, sahabat kecilnya dahulu. berharap Nia baik-baik saja.
Sandi berjalan dengan cepat, pikiranya tertuju pada masa 10 tahun silam.
"Nia apapun yang terjadi, aku benar-benar minta maaf, meninggalkanmu tanpa kabar sekatapun." ucap Sandi dalam hati.
\-\-\-\-
"Nia, Nia, Niaaaa, turun dari atas pohon, lihat aku dapat nilai 100" Sandi begitu bersemangat menunjukan hasil nilai ulangan matematikanya di sekolah.
Nia terdiam, tidak menatap ke arah sandi dibawah yang sedang berusaha memanjat pohon jambu.
Pohon jambu berdahan besar, menjadikan tempat bermain mereka berdua, tidak ada rumah pohon di atasnya, hanya dahan-dahan besar yang mereka jadikan alas untuk duduk, sambil menikmati hembusan angin.
"huffh, tumben sekali, biasanya kalau aku panggil, kamu langsung turun kebawah." keluh Sandi sambil membenarkan posisi duduknya diatas dahan yang besar.
"Hai, aku berbicara dengan Nia, kau kenapa ?" tanya Sandi penasaran. tanganya mencoba memegang bahunya, Nia masih terdiam. Bahunya bergetar.
"Kamu menangis?" tanya Sandi.
Sandi mencoba mendekat. dengan memegang dahan pohon yang lebih kuat. tepat dihadapanya. ia merapihkan rambut panjang Nia yang menutupi wajahnya.
"Pipimu luka, kamu kenapa ? ibumu memukulmu lagi?, jangan menangis Nia, ayo turun kebawah, aku akan segera mengobati lukamu."
"Cukup Sandi, tinggalkan aku sendirian !" pinta Nia dengan penuh penekanan.
"Engga, aku tetap akan disini"
"Kamu berbohong padaku Sandi"
"Apa maksudmu?"
"Kamu akan melanjutkan sekolah ke kota benar? jika kamu pergi dengan siapa aku bermain, siapa yang akan mengajariku berhitung, membaca dan menulis, siapa yang akan membelaku diwaktu aku ditindas, kau berjanji padaku akan selalu ada untukku" Nia menagis tersedu, tidak memperdulikan luka memar di pipinya.
Sandi terdiam, menunduk, pikirannya kacau.
"Maafkan aku Nia, aku berjanji ketika aku sudah menjadi orang hebat nanti, aku akan yang menjadi orang pertama berdiri membelamu, mambawamu pergi dari ibumu, percayalah padaku Nia." sandi berkukuh, meyakinkan.
Nia terdiam, tak lama mengangguk, menyetujui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setengah Rembulan
Teen FictionNB : cerita ini dari karya asli aku yang di NOVELTOON kalian bisa liat disana dengan judul SETENGAH GENGGAMAN. Kisah seorang sahabat yang berpisah karna waktu, dan mereka saling mencintai. "apalah arti kebersamaan" Jika daun saja enggan bersama ran...