Tiup peluit mengusir ketegangan, mengundang seru penuh syukur para pemuda, "Yak! Latih tanding kita cukup untuk hari ini! Silahkan nikmati istirahat kalian," pelatih masing-masing tim yang duduk dalam satu tempat berjalan menghampiri anak asuhnya.
"Jae? Kau pucat sekali," Johnny meremas jemarinya yang tersampir di bahu Jaehyun, raut khawatir tertuju pada kawan seperpopokanya beriringan dengan langkah keduanya menuju kumpulan tim mereka.
Jaehyun mengembangkan senyum. Namun, letih tersirat disetiap sudut bibir yang tertarik, "Aku baik kok, hanya butuh istirahat sebentar," Jaehyun berusaha menyingkirkan tangan Johnny yang bertumpu di pundaknya dan meremas gemas—meningkatkan rasa berputar di kepala Jaehyun bersama lemas yang makin bertambah.
Tidak mendapati getar aneh dalam sahut kawannya itu, Johnny mengangkat bahu dan menolak berpikir lebih, "Kalau aku menemukanmu tumbang, aku tidak akan menolong ya," ledek Johnny, tangannya masih nakal meremas kuat pundak Jaehyun, mengayunkan tubuh kawannya itu kedepan kebelakang, makin gencar mengganggu Jaehyun yang susah payah berusaha menyikirakan kedua tangannya. Tapi, ia masih bertahan dengan kejahilannya pada pundak Jaehyun yang sedang lemah—jahat.
Jaehyun menampar telapak tangan Johnny—kesal tak kunjung berhasil menyingkirkan gangguan di pundaknya, "Tidak akan, mendapat bantuan darimu itu bagai penghinaan untukku, hyung," entah apa yang lucu, kalimat Jaehyun berhasil mengundang tawa sahabat dungunya itu.
Belum selesai sesi tawa girang Johnny, Jaehyun merasakan tolakan pada bahunya, memaksa Johnny melepas jemarinya yang meremasi pundak Jaehyun—menyingkirkan Jaehyun karena Mingyu datang tiba-tiba dan merangkul Johnny penuh nafsu—memitingnya sampai memerah.
Mengabaikan Jaehyun yang memucat di balik bahagia keduanya.
Jaehyun yakin ia hanya terhuyung sedikit saat terdorong Johnny, tapi kenapa rotasi bumi jadi terasa sekali bagi kepalanya ya?
Jaehyun juga yakin betul ia melihat kedua kawannya yang saling melempar tawa. Tapi, pandangannya mendadak kabur. Ia menghusap matanya kasar, berusaha menajamkan penglihatan, berkedip dengan tebururu dan mengusapnya lebih kuat mengundang rintih dari bibirnya.
Jemari yang berada di kedua indra penglihat beralih, menekan kepala yang berdenyut—nyeri. Diiringi desis lirih, Jaehyun merasakan sesuatu mengalir melalui hidungnya, anyir bersatu bersama getir yang tercecap. Kemudian debum keras sampai ketelinga Jaehyun dan hal terakhir yang didengarnya adalah suara orang-orang memanggil namanya.
.
.
.
.
.
Terik mentari mengusik sosok rupawan, menelusup melalui celah tirai tidak tertutup sempurna, memaksa ia membuka katup manik coklatnya.
Lenguh kesal lolos dari belah bibir pucat si lelaki tampan, kalimat cercaan tertahan sampai lidah—menolak terucap akibat kering lebih dulu menyambangi kerongkongan dan pening yang kembali menyerang—ketika berusaha bangkit dari nyaman tempat tidurnya.
Ia melempar tubuhnya lagi kedalam gulungan selimut. Enggan terganggu lebih lama, jemari panjangnya menarik-narik tirai ke arah bagian tidak sopan yang dengan lancang mengizinkan sinar mentari mengganggu tidur tampannya.
Menghasilkan gemuruh kesal terseru sebab usahanya gagal, pada akhirnya ia memilih berguling membelakangi satu-satunya pencahayaan dalam kamar itu dengan menelungkupkan wajah ke bantal, tidak perduli sesak menyeruak dalam dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once In A Blue Moon [JAEYONG]✅
ФанфикFRIENDZONE Jaehyun dan Taeyong itu saling suka. Mereka sering bertukar pesan dan kadang kala memberi perhatian satu sama lain. Namun mereka terjebak pada prinsip 'pandang dari jauh' dan status 'bukan siapa-siapa' yang telah melekat begitu mengakar d...