TYPO DIMINI MINI
Xan memasuki gudang dengan membawa semangkuk makanan dan satu gelas susu untuk xowie.
Xan tersenyum melihat xowie yang sudah bangu dari tidurnya. "Xan! Lepaskan aku!" Xowie menggerakan tubuhnya kembali seperti kemarin."Kau butuh sarapan, xowie." Xan menyimpan lauk pauk tersebut di nakas rapuh sebelah ranjang. Lalu Xan mendekati xowie yang sedang berusaha melepaskan ikatan kuat pada tangan dan kakinya. Perlahan Xan mengelus Surai cokelat tua milik xowie dengan lembut. Xowie menggelengkan kepalanya tidak Sudi disentuh oleh iblis sepertinya.
"Kau menyakitiku lagi, sweety" Xan menyentuh dadanya seakan merasa sakit didalamnya. "Apa yang kau mau Xan?" Lirih xowie sudah sangat tidak mengerti dengan keadaan ini.
"Menjadikanmu milikku."
Xowie menghela nafas. Dirinya tidak ingin seperti ini, dikurung ditempat gelap dan ditemani iblis yang ingin menjadikan dirinya milik iblis itu. Xowie memejamkan matanya menetralkan emosi. "Kau mau apakan aku saat aku menerima menjadi milikmu?"
"Aku akan melepaskanmu dari ikatan ini."
Tawaran yang ditunggu-tunggu. Tapi xowie tidak akan pernah mau menjadi milik Xan. "Menjadi milikmu ya?"
Xan mengangguk. "Lepaskan aku sekarang!"
"Apa kau menerima permintaanku?" Tanya Xan memastikan. "menurutmu?"
"Baiklah. Detik ini kau menjadi kekasihku. Tidak ada bantahan."
Xan bergerak melepaskan ikatan pada kedua lengan xowie dan kedua kakinya."Apa begini caramu menjadikanku menjadi kekasihmu?"
"Ya." Jawabnya seusai melepaskan semua ikatan talinya. "Sekarang kau makan terlebih dahulu." Xan mengambil makanan yang tadi ia taruh di atas nakas kusam.
"Buka mulutmu!" Titah Xan. Xowie membuka mulutnya lalu sesuap makanan masuk kedalam mulutnya. Rasanya not bad.
Xowie terus mengunyah sampai tak terasa makanan tersebut telah habis. Xan memberi segelas air untuk xowie.
Xowie menatap manik hijau tersebut. Xowie pun tidak tahu mengapa setiap dirinya menatap manik itu, seakan terhipnotis oleh keindahan warnanya."Sudah puas mengamatiku?" Goda Xan yang merasa dirinya diperhatikan. Xowie gelagapan.
"Tidak."
Xan tersenyum. Tangannya terulur mengusap lembut rambut cokelat tua milik xowie. "Hewan berbulu telah menunggumu." Wajah xowie berbinar. Ia sangat merindukan kedua peliharaannya. "Ajak aku menemui mereka."
Xan mengangguk lalu membantu xowie turun dari ranjang terkutuk itu. Xan mengajaknya pergi ke halaman rumahnya. Disana terlihat motte sedang bermain dengan ekornya sediri dan zow sedang mengendus-endus rerumputan. Tingkah mereka membuat xowie tertawa.
"Zow, motte!" Seakan sudah tahu siapa majikan mereka, zow dan motte menghampiri xowie yang berjongkok menanti mereka mendekatinya. Zow menjilat pipi xowie, dan motte bergelayut di paha xowie.
Xan ikut berjongkok disamping xowie. Tangan kirinya merangkul pundak xowie lalu mengelusnya. Xowie bergidik merasakan tangan dingin Xan menyentuh pundaknya.
Sudah lama berjongkok, keduanya akhirnya berdiri dengan Xan yang menggendong motte dan xowie yang menggendong Zow.
"Kau mau ikut aku?" Tanya Xan. "Kemana?"
"Ikuti saja aku." Xowie mengangguk lalu mengikuti langkah Xan yang semakin menjauh. Matanya menjelajah setiap sudut ruangan yang mereka lewati. Xowie berdecak, ruangan ini sama sekali tidak ada sentuhan manis. Terlalu gelap dan terkesan kelam.
Mereka berdua berhenti didepan salah satu pintu bercat cokelat tua. Didepan pintu tersebut terukir kecil sebuah kata yang bertuliskan. "Yunani"
"Kenapa kita berhenti disini?" Tanya xowie. Xan menoleh lalu menjawab. "Kau mau membantuku tidak?"
"Jika itu tidak merugikan, baiklah,"
Xan tersenyum. "Ini gampang. Kau harus mengubah ruangan ini sesuka hatimu."
Mata Xowie membulat. Apa ini maksudnya ia harus mendekor ruangan ini dengan sentuhannya? Oh astaga, mendekor adalah salah satu hobinya, dan sekarang, ia harus melakukan tugasnya dengan baik.
"Baiklah."
Pintu cokelat tua tersebut terbuka. Mereka berdua masuk kedalam ruangan tersebut. "Ruangan apa ini?"
Tanya Xowie."Menurutmu?"
Lagi-lagi, xowie berdecak. "Kalau aku sudah tau jawabannya, mengapa aku harus bertanya kalau begitu." Jengkelnya. Xan tertawa. "Ini ruangan ibuku."
"Ruangan ibumu? Apa boleh aku mengubahnya sesukaku? Kurasa aku tidak sopan untuk melakukan hal itu. Bagaimana pun juga, ini ruangan penting dan aku tidak berhak mendekor ruangan ini sesukaku. Bagaimana?"
Terdengar helaan nafas setelah itu. "Hanya kau yang boleh mengubah ruangan ini."
"Maksudmu?"
"Ubah ruangan ini. Aku akan memberi clue untukmu. Ibuku sangat suka warna kuning emas, cokelat dan merah. Dia sangat suka yang elegan. Kuharap kau mengerti maksudku. Ubah ruangan ini sesuai clue dariku."
"Tunggu. Mengapa kau sangat yakin aku bisa merubah ruangan ini?"
"Seperti yang sudah aku omongkan, aku tahu dirimu. Kau sangat suka mendekorasi bukan? sebab itu aku percaya padamu untuk melakukan ini."
Xowie mengangguk walaupun dirinya masih bingung mengapa Xan bisa tahu tentang dirinya.
"Mau ku bantu?" Tanya Xan. "Ya. Kau harus!" Xan terkekeh pelan."Baiklah,"
VOTE DAN KOMENNYA JANGAN LUPA :)
Btw kalian yang baca ini umurnya berapa tahun sih? Pengen tau aja heheeeeewwwww :v

KAMU SEDANG MEMBACA
Stockholm syindrom
RomanceMalam itu kehidupan xowie menjadi berubah tak sama seperti sebelumnya. Itu semua karena seorang iblis telah menculiknya dan menyekapnya didalam ruangan berdebu yang kusam. Tidak mudah bagi xowie untuk Keluar dari tempat terkutuk tersebut karena diri...