Nia berjalan terburu-buru mencari wc umum. Ia sangat ingin buang air besar. Dan sekarang tempat yang ia cari sudah ketemu. Tak membuang waktu Nia langsung membuka pintu wc dan bersiap masuk ke dalam. Namun langkah Nia terhenti tatkala ia ingat salah satu fatwa dari gurunya di pesantren "haram hukumnya bawa handpone ke wc jika di handpone itu ada aplikasi Qur'an." sontak Nia memutar otak bagaimana cara ia Tidak membawa ponsel super tipisnya Ini ke dalam wc. Ia mondar-mandir mencari tips di mana tempat yang tepat untuk meletakkan ponselnya. Kalau ia mau, bisa saja ecer-eceran di lantai, tapi gimana jika nanti ada orang lain lalu tidak sengaja menginjak gawainya yang baru beli ini atau lebih parahnya, ada yang nyuri handpone nya. Di lain hal dia sudah terkentut-kentut seraya memegangi perut, sontak dia melihat kotak amal. Ia pun meletakkan handpone ke atas kotak amal. Tapi lantaran terbirit-birit, bukannya meletakkan ke atas kotak amal, malah ia masukkan ke dalam kotak amal. Kotak amalnya terkunci, pakai gembok pula. Masih memegangi perut dan terkentut-kentut ia memukul-mukul kotak amal sesekali memasukkan jari kelingkingnya meski tidak muat, kotak amalnya hanya semuatan handpone nya saja. Mana ponselnya masih kredit sama Bu Meong lagi. Bu Meong kan seniornya radio rusak-alias Ratu Cerewet. Ia menyumpah serapah kotak amal itu "Kenapa, sih, lubang kotak amalnya terlalu gede, sempurna bat buat masukin ponsel ke sini" masih memukul-mukul kotak amal, sesekali ia guling-gulingkan kotak amal itu. Suara kentutnya kian menggelegar, tapi di sisi lain dia bersumpah tidak akan buang air besar kecuali sudah mendapatkan ponselnya kembali. "Ema! Dosa apa yang Nia buat jadi sampe kena susah kek gini ... hikss ... hikss". " dasar kotak amal barbar ente .... hikss ... hikss". Sejurus kemudian dia melihat kertas dan pensil dekat wc, Nia punya ide, monolognya sambil mengacungkan jari telunjuk ke atas seolah ada lampu di atas kepalanya.
Satu. Kertas pertama yang sudah ia tuliskan sesuatu sudah ia masukkan ke kotak amal.
Detik selanjutnya kertas kedua. Dan terakhir kertas ke tiga, tidak tahu apa isinya. Yang pasti, tidak ditemukan lagi raut wajah semrawutan seperti sebelumnya. Selepas itu, ia pun pergi meninggalkan wc sambil menahan diri agar tidak buang air besar meski ia merasa bau kentut, sebab ia telah bersumpah tadi, jika handpone nya belum kembali maka ia tidak akan buang air besar.
****
"Woy Udin Korea, ane udeh kehabisan uang nih." ujar Si Wawan kepada Udin Korea malam ini yang sedang tenangnya menyesap sebatang rokok. Sebenarnya nama lelaki akrab disapa Udin Korea itu memiliki nama asli Mahendra Putra, keren 'kan? Namun, karena matanya sipit kaya orang korea tapi di lain hal dia keturunan Indonesia dan nama khas Indonesia adalah Udin, terlahirlah gelar 'Udin Korea' "Nyolong kotak amal yuk" sahut Udin antusias.
"Kotak amal yang mana lagi?" tanya Wawan.
"Noh," ucapnya sembari menunjuk masjid dan di sebelahnya ada wc umum, di depan wc umum ada kotak amal. "Di sono ada kotak amal."
"Wah-wah." antusias Wawan sambil mengangguk girang. "Tunggu apa lagi, Din. Ayuk, buruan. Tar keduluan maling yang lain" Wawan melangkah cepat-cepat.
****
"Busyet. Duitnya buanyak ya" girang Wawan.
"Wah-wah, ada handone nih. Heran ane, saking dermawannya jangankan uang, handpone pun dia kasih." Cuap Udin Korea.
"Eeh, nih handpone buat ane aje, Din."
"Looo. Nggk bisa. Ane yang nemu, jadi ini milik ane. Ente ambil uangnye aje semua."
"Wah, ente nggak adil, Din"
"Inget, Wan. Ane Maling paling senior sejagad raya ini. Ente harus ngalah."
Detik berikutnya Udin Korea dapet lipatan kertas "Ane mau nebak, nih orang kagak punya uang, cuma mampu nyumpang kertas. Ckckckck" Gerutu Udin, lalu ia membuka isi kertas itu.
Tulisannya "tolong yang nemu handpone saya, balikin ke alamat yang ada di balik kertas ini. Plis, handpone nya mahal tahu, mana masih kredit pula." Udin Korea tertawa terbahak-bahak membaca. Bodo amat, pikirnya. Handpone ini mah kalo dijual bakal bisa beli rokok berbungkus-bungkus sekalian membeli Siti Markonah si penjual rokok ckckck, batinnya.
Ia menelusuri lagi lebih deteil kotak amal, barangkali ada uang lebih banyak buat masa depan. Bukannya uang, malah kertas putih yang berbeda, ia membukanya lagi "plis deh, jangan dicuri ya. Tolong balikin ke Nia, kalo nggak balikin Nia bakal nggak berak seumur hidup. Plis ya. Jangan diambil. Bayangin nih kalo kamu malingin handpone aku, terus pada suatu hari, kamu juga bakal dimalingin. Siti Markonah misalnya dicuri ama sahabatmu." tawa Udin Korea semakin menjadi-jadi. Semakin bulatlah dia ingin mencuri handpone ini.
Lalu kertas ketiga muncul, Udin Korea berdecak sambil geleng-geleng. Si pemilik ponsel rupanya benar-benar gigih tidak mau dimalingi.
"Coba bayangin. Karena perbuatan kejimu, Ibumu di alam kubur disiksa-siksa, dicabik-cabik, karena perbuatan anaknya yang melanggar syari'at islam. Bayangkan!"
Udin Korea terdiam.
Terus dia berdiri tegak, meninggalkan Wawan yang asyik menghitung uang.
Udin kemudian berteriak histeris. "Emaakkk! Maaapin Udin ya, Mak. Udin memberatkan keadaan Ema di alam kubur. Maapin Udin, Mak. Gara-gara Udin, Emak disiksa. hikss hikss." ujar Udin berteriak di tengah tangis sambil berlari tergopoh-gopoh menuju pemakaman. "Udin bakal hijrah, Mak! hikss hikss. Udin bakal jadi orang sholeh biar nyelamatin Emak di alam kubur. hikss hikss"