Prolog

32 5 0
                                    

Nayya

"Bukan mau suudzon
Tapi orang bilang itu friendzone
Malam telfon telfonan
Hingga pagi datang
Tetep tak jadian
Sudah banyak perhatian
Juga kesempatan
Masih tak jadian."

"Adek, jangan berisik, suara cempreng kamu itu kedengaran sampe dapur loh. Ganggu Bunda masak aja. Mending kamu mandi sana, katanya tadi Ragilang mau datang." Ucap Bunda yang tiba-tiba masuk.

"Bunda. Bikin kaget aja sih. Biarin ajalah, Ragilang ini yang datang. Jadi gak mandi pun gapapa gak ada masalah."

Memang menjadi kebiasaan saya teriak-teriak tidak jelas di dalam kamar bertujuan untuk memuaskan batin saya, walau hanya bermodalkan suara cempreng andalah saya, saya bisa melepas penat dari pekerjaan dan tugas-tugas kuliah saya yang sangat menumpuk. Saya tidak heran jika Bunda datang menghampiri dan menegor saya ketika saya sedang bernyanyi.

"Yaudah, Bunda lanjut masak ya, kamu jangan nyanyi lagi, ganggu tetangga!"

Setelah berkata seperti itu, Bunda pergi keluar kamar untuk melanjutkan masaknya yang sempat terhenti karena ulah saya. Setelah kepergian Bunda, saya sempat memandangi tumpukan kertas yang ada dimeja belajar saya. Saya sempat termenung, sampai akhirnya saya memutuskan untuk keluar menghampiri Bunda yang sedang memasak di dapur.

"Nda..." Panggil saya. Saya langsung memeluk Bunda erat. Saya sangat menyayangi kedua orang tua saya, terlebih Bunda. Pelukan saya membuat Bunda heran.

"Ada apa sayang?"

"Tidak apa-apa nda. Aku nanti boleh pergi sama Ragilang? Mau beli matcha soalnya. Bunda mau dibawain apa?" Tanya saya dalam kondisi masih memeluk beliau. Lalu beliau menjawab, "Ya sudah, sana siap-siap, Bunda gak mau apa-apa."

"Gak nda, nanti aku bawain brownis kesukaan Bunda sama Ayah aja ya. Gak nerima penolakan." Kataku memaksa. Bunda hanya tersenyum tipis. Saya pun bergegas kembali ke kamar untuk bersiap-siap.

Saya sering merasa tidak puas dengan apa yang saya lakukan selama ini. Namun, dukungan dari semua anggota keluarga dan teman terdekatlah yang membuat saya merasa ingin terus mengejar apa yang saya inginkan. Namun hanya satu keinginan saya yang harus saya relakan karena tidak mendapat dukungan dari semua anggota keluarga saya bahkan teman terdekat saya. Berat memang, tapi ini sudah menjadi takdir hidup saya.




Matcha BoyWhere stories live. Discover now