Pagi ini pagi yang suram untuk seorang gadis yang berjalan sendirian dibawah derasnya hujan. Berkali-kali orang memanggilnya untuk berteduh, tapi dia tidak menghiraukannya sama sekali. Hingga seorang laki-laki dewasa berlari mendekat ke arahnya dan menahan pundak gadis itu.
"Cukup sampai sini saja, jangan pergi lebih jauh, nanti orang tuamu khawatir," ucap laki-laki dewasa itu. Gadis itupun berbalik badan dan langsung memeluk laki-laki dewasa itu di bawah derasnya hujan.
"Kenapa dia pergi secepat itu?" Tanya gadis itu ke laki-laki tersebut.
"Tuhan sangat sayang kepadanya oleh karena itu dia pergi, jangan terlalu bersedih untuk hal ini, kau tidak sendirian, paman akan menemanimu," jawab laki-laki dewasa tersebut yang ternyata paman dari gadis itu, Deon.
"Tapi dia sudah janji untuk selalu bersamaku, dia janji kalau dia tidak akan pergi dariku," ucap gadis itu sambil menangis. Dengan seketika air matanya terhapus oleh derasnya hujan.
"Bukan dia tidak ingin menepati janjinya, tapi Tuhan sangat menyayanginya karena itu dia harus pergi," jawab Deon untuk menenangkan keponakannya itu.
"Sekarang ayo kita pulang! Kau sudah sangat kedinginan," ajak Deon lalu menarik gadis itu kembali pulang ke sebuah rumah mewah di ujung jalan.
Sesampainya di rumah mewah itu gadis yang baru berusia 12 tahun itu langsung berlari pergi ke kamarnya. Baru sekitar 30 menit yang lalu kakak kesayangannya dimakamkan. Gadis itu sudah tidak bisa dikontrol.
"Alin, jangan lupa ganti bajumu, jangan membuat dirimu sakit, jangan membuat kami khawatir ya, jangan berbuat hal yang aneh-aneh dan jangan membuat kakakmu sedih saat melihatmu dari atas sana!" Ucap Deon yang terlihat sangat khawatir dengan gadis bernama Alin itu.
Gadis yang dipanggil Alin itu pun pergi untuk mandi dan mengganti pakaian. Setelah itu tangisnya kembali pecah saat melihat foto dirinya bersama kakak kesayangannya itu. Bukan hanya rasa sedih yang menyelimuti seluruh hatinya sekarang, tersimpan juga rasa kecewa terhadap orang tuanya yang baru bisa datang besok.
Gadis pemilik nama lengkap Rayline Francesca Edzard merasa kecewa berat dengan orang tuanya. Dia pun melempar semua foto yang ada kedua orang tuanya itu. Mendengar suara pecahan kaca, sang paman pun menghampiri kamar keponakannya itu.
Sambil menggedor-gedor pintu kamar keponakannya, dia berkata,"Alin, stop melakukan hal yang macam-macam!"
Karena terlalu khawatir Deon pun segera mendobrak pintu kamar Alin dan menemukan banyak serpihan kaca akibat bingkai foto yang dilempar oleh Alin. Bahkan, tangisannya pun terlihat sungguh menyakitkan.
"Alin, stop! Kakakmu akan sakit hati melihat bingkai-bingkai foto yang pecah ini, ini adalah kenang-kenangan dia dengan kamu dan orang tuamu, dia pasti akan sangat kecewa, tolong hentikan semua ini!" Deon benar-benar sakit hati melihat keponakannya jatuh ke titik terendahnya seperti ini. Deon pun menyuruh Alin untuk tidur dan membereskan serpihan-serpihan kaca yang tersebar dilantai kamar Alin ini. Dia pun mengawasi Alin hingga dia terlelap karena kelelahan.
Pagi harinya...
Alin berusaha untuk tidak membuka mata sama sekali. Dia tidak ingin bertemu dengan orang tuanya. Bahkan mengingat wajah mereka saja sudah membuatnya muak. Daripada melihat orang tuanya dia merasa lebih baik mati untuk itu.
"Alin, ayo bangun! Sudah siang," ucap Deon sambil mengelus kepala Alin.
"Alin gak mau bangun," jawab Alin singkat sambil menaikkan selimutnya ke atas kepala.
"Bangun dong lin! Nanti badan kamu sakit loh kalo tidurnya kelamaan, nanti kepalamu juga pusing," bujuk Deon.
"Iya ini Alin bangun," jawab Alin dan beranjak dari kasur menuju kamar mandi.
Setelah selesai pakai baju Alin pun keluar dari kamar mandi dan pergi ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan, Alin mendapati pemandangan yang amat sangat ia hindari. Ya, kedua orang tuanya yang masih sibuk dengan handphone. Menyadari anaknya sudah datang, Leo (Papa Alin) dan Thalia (Mama Alin) langsung menghampirinya dan hendak memeluk Alin yang sedang menatap mereka dengan tatapan marah dicampur kecewa. Saat mereka hampir memeluk tubuh kecil Alin dengan sengaja Alin menghindari pelukan mereka. Sekarang kedua orang tuanya menatapnya dengan tatapan bersalah.
"Alin, maafin Mama sama Papa, sayang," ucap Thalia sambil menitikkan air matanya dan mencoba mendekati Alin perlahan.
"Mengapa? Mengapa bukan kalian saja yang pergi? Mengapa harus Kak Allen yang pergi? Mengapa?" bentak Alin marah.
"Alin, maaf," ucap Mamanya yang masih terisak.
"Tidak! Kalian bukan Mama dan Papa, kalian bukan orang tuaku dan tidak akan pernah menjadi orang tuaku. Orang tua seperti apa yang tidak memedulikan anaknya sama sekali, bahkan baru bisa datang setelah anaknya sudah dimakamkan. Orang tua mana yang sanggup tidak melihat anaknya selama 1 tahun, bahkan tidak melihat wajah anaknya untuk terakhir kali." Alin menangis mengatakan hal yang selama ini dia pendam. Kata-kata pun membuat Thalia pun ikut menangis.
"Alin, bukan maksud Mama dan Papa tidak memedulikan kalian, Mama sama Papa sayang kok, cuma..." Omongan Thalia terputus.
"Cuma apa? Cuma kalian sibuk? Bahkan pekerjaan pun lebih penting dari pada anak sendiri," bentak Alin dan tangisannya benar-benar menyesakkan dada.
"Alin, berani kau berbicara seperti itu dengan wanita yang sudah melahirkanmu?" bentak Leo membuat Alin diam seketika.
"Memang, memang dia yang melahirkanku tapi tidak membesarkanku. Dia yang melahirkanku tapi bukan dia yang membuatku merasakan sebuah kasih sayang. Dia yang melahirkanku tapi dia tidak bisa melimpahkan seluruh waktunya untuk memberikan sebuah kasih sayang. Orang tua seperti apa kalian!?!?" jawab Aylin.
"PLAK"
Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi Alin. Membuat semua yang ada di ruangan itu tercengang. Bukan, bukan Leo yang menamparnya melainkan Deon, pamannya.
"Cukup sampai disini! Walaupun kau berkata seperti itu, hal itu tidak akan membuat kakakmu hidup kembali," ucap Deon marah.
"Sekarang, minta maaf pada orang tuamu!" perintah Deon tegas.
"Tidak akan!" jawab Alin lalu berlari meninggalkan rumah itu.
Alin pergi meninggalkan rumah mewah itu dan berusaha kabur dari kejaran para bodyguard. Alin menangis sambil terus berkata, "Aku tidak akan pernah kembali bersama mereka." Alin mengatakannya dengan perasaannya yang benar-benar hancur.
Bodyguard keluarga Alin pun menyerah karena Alin berlari begitu cepat. Saat sudah merasa aman, Alin pun berhenti untuk mengambil napas. Saat itu Alin berada di sebuah halaman belakang rumah seseorang. Halaman itu sangat luas, setara dengan luas halaman belakang rumah pamannya. Dia pun duduk di balik semak-semak dan menangis.
"Hei, mengapa menangis?" tanya seseorang mengejutkan Alin. Terlihatlah seorang anak laki-laki dengan pakaian yang mewah.
"Kau siapa?" tanya Alin balik bertanya.
"Aku anak pemilik rumah, kau siapa?" jawab anak laki-laki itu dan duduk di samping Alin.
"Bukan siapa-siapa," jawab Alin singkat.
"Aku harus pergi," ucap Alin dan berlari pergi.
Alin pun keluar dari halaman belakang rumah itu dan kembali berjalan di pinggir jalan. Sampai akhirnya Alin menyebrang tanpa lihat kanan dan kiri. Sedangkan di jalan ada mobil yang sedang berjalan dengan kecepatan tinggi. Terjadilah kecelakaan, untungnya saat itu Alin berhasil selamat dan koma selama beberapa hari.
______________________________________
TBC...
Jelek ya? Maaf soalnya baru pertama kali😅
Jangan lupa kasih vote dan sarannya ya!💕
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY
General FictionKehilangan kakak tersayang yang selama ini menjadi pusat kehidupan Ray. Kakak yang menjadi satu-satunya alasan Ray untuk hidup. Kakak yang selama ini Ray sayangi lebih dari apapun, bahkan lebih dari nyawanya sendiri. Tapi sekarang itu hanya ingatan...