"Apa nanti kalau Alin bangun dia akan terus membenci kita, pa?" Tanya Thalia kepada suaminya itu, Leo. Leo pun mengajak Thalia ke ruangan psikiater."Dokter, bisakah anda membuat ingatan semu untuk anak saya?" tanya Leo ke psikiater yang ada di ruangan itu
"Mengapa anda ingin melakukannya? Ingatan semu itu akan sangat menyakitkan jika tau hal yang sebenarnya," tanya psikiater itu.
"Saya tidak ingin anak saya mengingat tentang kakaknya yang sudah meninggal, terakhir kali dia mengamuk, berlari di sembarang tempat dan akhirnya tertabrak, sekarang dia koma dan akan ada kemungkinan kalau dia hilang ingatan," ucap Leo.
"Kemungkinan ingatannya hanya mundur, tidak mungkin sampai lupa segalanya, bisakah saat itu anda membuatnya melupakan kakaknya itu?" tanya Leo lagi.
"Baiklah saya mengerti, tapi kalian harus mendukung ingatan semu ini," jawab psikiater itu.
"Bagaimana caranya?" tanya Thalia.
"Memanipulasi semua isi rumah kalian, buatlah rumah kalian seakan-akan dia lah anak satu-satunya," jawab psikiater itu.
"Baiklah kami akan melakukannya," ucap Leo dan Thalia mereka pun menangis haru mengingat akhirnya mereka bisa membuat anaknya kembali lagi ke pelukan mereka.
Leo dan Thalia itu pun kembali ke kamar rumah sakit, tempat anaknya tertidur selama seminggu belakangan ini. Mereka pun mencium dahi putrinya ini dan terlelap karena kelelahan.
Keesokkan paginya...
Akhirnya terlihat pergerakan dari tubuh Alin. Alin pun membuka matanya perlahan membuat semuanya tersenyum bahagia. Sedangkan Alin terlihat sedikit kebingungan saat melihat orang sekitarnya.
"Siapa aku dan kalian?" tanya Alin dan membuat semuanya terkejut.
"Apakah dia kehilangan ingatannya?" pikir Leo dan tersenyum.
"Itu membuatnya jadi mudah," pikir Leo lagi.
"Sayang, nama kamu Rayline Francesca Edzard kamu anak Mama sama Papa satu-satunya," ucap Thalia.
"Ray, walaupun kamu gak ingat Papa, tapi Papa tetap senang kamu masih bisa membuka matamu," ucap Leo dan menangis bahagia.
Ray pun dipeluk oleh kedua orang tuanya itu. Entah mengapa rasanya kurang nyaman saat dipeluk sama kedua orang tuanya itu. Tapi dia juga sangat merasa rindu dengan pelukan ini. Kapan terakhir kali dia merasakan pelukan ini. Lalu tiba-tiba masuk seorang yang terlihat sangat khawatir.
"Tunggu, Deon! Kita harus bicara dulu!" ucap Leo sambil menarik adiknya itu.
"Ma, tadi siapa?" tanya Ray.
"Itu paman kamu, Om Deon," jawab Thalia.
--SKIP--
Sekarang Ray sudah berumur 14 tahun. Tapi pelajaran yang sedang dia pelajari adalah pelajaran kelas 11 (SMA kelas 2). Sudah 2 tahun sejak Ray bangun dari komanya.
"Ray, kamu sekolah di SMA milik Om Deon ya?" tanya Leo saat mereka sudah selesai makan malam.
"Baiklah," jawab Ray singkat. Walau dia tidak suka dunia luar, permintaan orang tuanya adalah perintah untuknya.
"Ya sudah mulai besok kamu bisa langsung sekolah ya," jawab Leo sambil tersenyum.
"Tapi, pa. Bukannya Ray harusnya SMP ya? Kok dimasukkan ke SMA?" tanya Thalia kepada suaminya.
"Ray kan anak jenius, kata Deon Ray sudah mampu masuk kelas 3 SMA," jawab Leo dan tersenyum bangga.
"Ray, undur diri dulu," ucap Ray meminta izin lalu berlalu pergi kembali ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY
General FictionKehilangan kakak tersayang yang selama ini menjadi pusat kehidupan Ray. Kakak yang menjadi satu-satunya alasan Ray untuk hidup. Kakak yang selama ini Ray sayangi lebih dari apapun, bahkan lebih dari nyawanya sendiri. Tapi sekarang itu hanya ingatan...