PROLOG

76 5 0
                                    

"Kau tidak sendiri,"

Mendengar itu, Arsen menoleh. Ia mendapati seorang gadis cantik yang tersenyum manis padanya. Ya, siapa lagi kalau bukan kekasihnya tercinta, Azen. Entahlah, beribu kali Arsen mencoba biasa saja, namun tetap saja bersama Azen membuatnya merasa berbeda. Lebih nyaman, mungkin?

"Hm," balasnya pelan, namun cukup untuk Azen.

Sebagai kekasih dari pria yang bersikap bak benua Antartika, tentu mendapat respon seperti itu cukup bagi Azen. Setidaknya, Arsen tidak hanya diam dan membiarkannya menjadi seolah lukisan pajangan seperti Monalisa. Azen bahkan bersyukur bisa mendapatkan hati seorang Arsen. Pria mandiri yang tak banyak bicara. Kekayaan, ketampanan, kecerdasan, Arsen punya itu semua.

"Hidup tidak selalu lurus. Adakalanya belok kanan, belok kiri. Berputar bagai roda. Arsen, kau cukup hebat selama ini, jangan sesali apa yang akan terjadi nanti." kata Azen perlahan, meski ia tidak tahu-menahu soal pokok permasalahan Arsen.

Arsen hanya diam. Mata beningnya yang tajam menatap danau di depannya. Tangan kanannya meraih sebuah batu dan melemparkannya pelan, membuat air beriak di sekitar batu yang ia lempar ke air, "Air beriak tanda tak dalam,"

Azen mengamati Arsen dengan penuh tanda tanya, "Apa maksudmu?"

"Bukan apa-apa."

Hening.

Hanya semilir angin menggesek dedaunan yang menjadi satu-satunya sumber suara saat ini. Terkadang diikuti gemericik air danau yang disebabkan oleh lompatan ikan-ikan kecil.
Ya, dunia ini sementara. Kehidupan di dalamnya adalah fana.
Lantas, apa yang harus dibanggakan?
Semuanya akan kembali pada Sang Pencipta.
Tanpa pengecualian.

Arsen paham itu. Sebagai pria yang cerdas, tentu saja dia paham. Lantas, sekarang ia berada di puncak. Di atas yang paling atas. Bukannya dia tidak siap kehilangan segalanya, namun dia ragu.
Ragu akan Azen padanya.

Apakah Azen akan tetap bersamanya, meski kelak ia bukan lagi Arsen yang sekarang?

Cinta memang susah tertebak
Cinta memanglah misteri semesta
Dikala cinta mulai membisikkan isyaratnya
Percayalah tak ada yang mampu membantahnya
Begitu pula sebuah kerinduan
Ia mampu terkena ribuan dusta
Namun demi sebuah arti cinta
Rindu itu tanpa rekayasa, akan selalu hadir menyapa

***

EVANESCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang