2

10 3 0
                                    

Sebelum pulang sekolah, Aqilla mengembalikan gelas ke kantin. Setelah itu, Aqilla pulang menuju rumahnya. Namun belum sampai keluar dari gerbang sekolah, Aqilla dihadang oleh seorang cowok.. Bisa dipastikan dia adalah Devan. Devilnya SMA Tunas Bakti.

"Mau pulang? " Devan berkacak pinggang sambil sedikit membungkuk.

Aqilla menganggukkan kepalanya. Rasa takutnya kembali hadir. Bagai badai yang siap menghadirkan sebuah masalah besar.

"I-iya, " Aqilla menjawabnya dengan posisi menunduk sambil menahan rasa takut.

Seringaian yang nampak jelas tercetak di bibir seorang pria yang bernama Devan itu. Sudah dapat dipastikan lagi akan ada sesuatu yang sedang dipikirnya. Melihat sekilas seringaian itu membuat Aqilla bergidik ngeri. Dalam hati semoga dirinya akan selamat dari mara bahaya yang ada di depannya itu.

"Gue boleh bebasin lo, kalo lo mau ikut gue, " ucapnya sambil menaikkan satu alisnya.

Kalau sudah begini Aqilla tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti Apa yang pria itu inginkan.

Menjengkelkan memang, namun jika ingin segera lepas darinya Aqilla mau tak mau harus melakukannya.

"Ke mana? " pertanyaan dari Aqilla tidak dijawab. Devan langsung menarik lengan Aqilla dan menyeretnya paksa entah ke mana.
Kemudian Devan melepas cekalan tangannya dan beralih masuk ke dalam mobilnya. Aqilla masih diam. Dia tak mengerti dengan Apa yang diinginkan oleh Devan.

Mobil kaca terbuka, menampilkan wajah dan sebagian tubuh Devan. "Dorong mobil gue! " perintah Devan lalu menutup kembali kaca pintu mobil.

Aqilla terperangah. Mendorong mobil? Mana bisa Aqilla mendorong mobil yang beratnya hampir berton-ton itu, ditambah pula tubuh Devan.

"Woi, malah ngelamun! Cepetan dorong, mobil gue mogok, " teriaknya saat kaca pintu mobil kembali dia buka.

Aqilla berjalan menuju belakang mobil, lalu dengan sekuat tenaga ia mendorongnya. Padahal tenaga Aqilla tak sekuat tadi pagi. Jadi wajar saja Aqilla benar-benar kesusahan saat mendorong mobil ini.

Kenyataan yang harus diketahui adalah mobil Devan sebenarnya tak mogok. Ini rencananya untuk menjahili Aqilla saja. Mungkin perintahnya yang satu ini sedikit keterlaluan, tapi Devan terlalu masa bodoh untuk memikirkannya.

Secara perlahan mobil melaju sedikit demi sedikit. Aqilla merasa sudah tak kuat lagi. Nafasnya pun menjadi tak beraturan. Aqilla menghentikan mendorong mobilnya, untung saja mobil itu sudah bisa melaju seperti biasa.

Aqilla menghembuskan nafasnya. Matanya menatap kepergian mobil itu. Setelah menyuruh tak ada sama sekali ucapan terima kasihnya. Bahkan langsung pergi begitu saja. Untung saja Aqilla bisa mengendalikan kesabarannya.

Tak ingin membuang waktu lagi Aqilla kembali melanjutkan niatnya yang ingin pulang ke rumah.

                            ***

Sesampainya di rumah, sebelum masuk Aqilla mengucapkan salam. Tapi tak ada jawaban. Untuk yang kedua kalinya juga tak ada jawaban. Aqilla pun memutuskan untuk langsung masuk saja.

Aqilla mencari keberadaan neneknya. Ia takut kejadian dimana neneknya tersesat terus tidak bisa pulang kembali. Untung saja waktu itu ada tetangga yang lagi jalan-jalan nggak sengaja melihat nenek Aqilla. Dengan baik hati tetangga itu mau mengantar nenek kembali pulang ke rumah.

Aqilla sudah mencari ke mana-mana, namun hasilnya ia masih belum menemukan keberadaan neneknya itu. Panik sudah tentu saja Aqilla rasakan. Ia bahkan sampai memanggil neneknya dengan suara yang lantang.

Sebelumnya Aqilla memang tinggal berdua saja dengan neneknya. Sedangkan ayah ibunya ia tak tahu dia mana. Kakeknya sudah meninggal lima tahun yang lalu. Dan itu menjadi alasan neneknya Aqilla sering keluar tanpa izin untuk mencari keberadaan kakek. Aqilla sudah menjelaskan bahwa kakek sudah tiada, namun neneknya tak percaya.

"Ya Allah, Nenek dimana, " gumamnya dalam hati.
Aqilla memutuskan untuk keluar rumah dan bertanya kepada tetangga sekitar tentang neneknya. Sayang dari banyaknya tetangga, mereka sama sekali tidak tahu.

Tak peduli betapa lelahnya dirinya hanya untuk mencari keberadaan neneknya. Tak ada yang lebih penting dari neneknya, karena beliau Aqilla masih ada di dunia.

Kemudian mata Aqilla menangkap sosok nenek-nenek yang dari belakang persis seperti neneknya.. Tanpa ragu Aqilla menghampirinya. Saat Aqilla menepuk bahunya pelan, nenek itu langsung berbalik ke arah Aqilla. Senyuman mengembang di bibir nenek tua itu, yang tak lain adalah nenek Aqilla sendiri.

"Nenek dari mana saja?" tanya Aqilla. Namun sang Nenek cuman tersenyum seperti biasa.

"Nenek cari kakek kamu, tapi belum ketemu, " katanya.

Aqilla menghembuskan nafasnya sabar. Dan untuk kesekian kalinya Aqilla menjelaskan semua tentang kakek.

"Nek, Kakek, kan, udah nggak ada. Nenek lupa? " Aqilla tahu pernyataan ini akan sangat menyakitkan bagi neneknya. Meskipun umur yang sudah tak muda lagi, tetap bagaimanapun cinta nenek pada kakek tak akan terhapus.

"Kamu bohong. Kakekmu itu masih hidup. Dia nggak ada karena belum ketemu," Nenek masih keuhkeuh dengan anggapannya.

Aqilla mengerti perasaan neneknya, namun yang namanya mati pasti tidak akan bangkit lagi. Kecuali kehendak Tuhan sendiri.

"Ya, sudah, Nek, pulang, yuk, " ajak Aqilla sambil merangkul pundak Neneknya dan menggiringnya kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah, Aqilla menyuruh neneknya untuk beristirahat di kamarnya. Pasti beliau lelah. Untung saja Neneknya tidak rewel dan langsung menuruti permintaan cucunya itu untuk istirahat di kamar.

Setelah itu Aqilla menuju ke kamarnya sendiri. Ia rindu suasana kamarnya. Apalagi kalau denger lagu sambil tiduran di kasur. Perasaannya begitu tenang saat melakukan itu.
Aqilla mengambil hendponenya.

Hal pertama yang ia lakukan adalah menyetel lagu kesukaannya. Lalu mengaktifkan datanya, lalu berbagai pesan dari notifikasi chat masuk.
Karena tak ada yang penting, Aqilla membaringkan tubuhnya di kasur dan menaruh hendponenya di sebelah kiri kepalanya.

Alunan musik itu masuk sampai ke dalam hatinya. Tak ada yang lebih menenangkan dari lagu itu dari yang lain. Ia menghirup udaranya kuat-kuat lalu menghembuskannya perlahan.

Matanya menatap langit-langit kamar. Seketika di langit-langit kamarnya itu muncul wajah seorang yang sedang tersenyum. Begitu manis. Tapi itu dulu. Sekarang Aqilla tidak tahu. Sadar sedang berhalusinasi, Aqilla dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dan sosok itu pun hilang dari kamar langit-langit.

"Dia lagi, dia lagi. Kapan sehari saja nggak mikirin dia. Menyukai seseorang itu melelahkan, " ungkapnya berbicara sendiri. Helaan nafas kasar terdengar dari mulutnya.

Seperti kebanyakan orang, Aqilla menyukai seseorang lelaki yang notabennya kakak kelasnya sendiri. Aqilla merasa tak pantas untuk seorang lelaki pintar seperti yang disukainya. Namun apa salahnya jika Aqilla memendam rasa? Aqilla cukup jadi orang kesekian yang berharap jadi miliknya.

Sebenarnya Aqilla tak pantas membahas tentang cinta diumurnya yang masih belia ini. Tetap saja rasa suka itu muncul. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya sedang jatuh cinta pada pandangan pertama.

Bahas tentang kakak kelas yang di sukai Aqilla, dia bernama Galih. Wajahnya lumayan dan terkenal pintar dan baik. Itulah sebabnya Aqilla menyukai sosok itu.

Aqilla bangkit dari tidurnya lalu duduk di pinggir kasur. Matanya menatap sendu ke arah lantai. Senyuman Kak Galih masih teriang-iang dalam otaknya. Bisakah Aqilla disebut alay, lebay, atau sebangsanya? Karena cuman gara-gara laki-laki dirinya bisa seperti ini.

Tiba-tiba notifikasi chat muncul. Dengan enggan Aqilla melihatnya. Seketika matanya membulat tak percaya saat melihat pesan itu.

Next

Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang