Sama dengan beberapa menit lalu. Ketika bel istirahat sudah berbunyi, Ansel langsung keluar kelas tanpa memperdulikan Guru yang masih menerangkan materi. Keluar sebelum dipersilahkan.
Ifa hanya bertanya dalam hati kenapa Gurunya tidak memarahi pemuda tadi. Padahal tadi, ada siswa yang ketahuan bermain ponsel langsung dihukum. Sementara Ansel tidak. Ansel berbeda-pemuda itu diistimewakan. Ifa tau Ansel berbeda.
Rencananya begitu bel istirahat berbunyi, Ifa ingin pergi ke kafetaria sekolah lantaran ia sudah sangat lapar. Tetapi rencana tinggalah rencana. Gadis itu disuruh dahulu untuk berkeliling sekolah bersama Dhila dan Gerald. Ifa sebenarnya malas, perutnya sudah lapar minta diisi. Tapi berhubung ia tidak berani melawan ucapan Kepala Sekolah, ia akhirnya pasrah saja. Tetapi setelah berkeliling sekolah, meraka bergegas ke Kafetaria
Alhasil, disinilah dia. Duduk di kafetaria dengan muka cemberut sementara disampingnya Dhila menyenggolnya seraya minta maaf. Didepan Ifa, duduk Gerald yang juga sibuk meminta maaf. Sebenarnya, memang bukan salah Dhila dan Gerald. Tapi entah kenapa, Ifa merasa agak sebal pada kedua teman barunya itu.
“Fa, sorry. Kita bukannya mau liat lo sengsara dengan perut lapar. But you know, kalau berani bantah Kepsek akibatnya apa” Ujar Dhila
“Yep” tambah Gerald membela Dhila
BRAAKK!!
Suara piring kaca pecah membuat semua yang berada dikafetaria menoleh kesumber suara. Di tengah tengah kafetaria, terdapat Thalita dan kawan kawan serta seorang siswi yang sepertinya menjadi duduk persoalan.
Siswi itu menatap marah ke Thalita yang tampaknya santai saja dengan tatapan siswi itu seakan ingin memangsa hidup hidup si tuan putri.
“Lo apa apaan sih?” jerit siswi itu berang.
“Gue tau siapa lo” kata tuan putri dengan angkuh.
Siswi berkacamata itu menyernyit “Apa maksud lo?”
Thalita berdeham sejenak, “Bokap lo Cuma sopir taksi, dari taksi milik keluarga cowok gue, Ansel.” Wajah gadis itu begitu bangga ketika menyebut nama Ansel.
Ia menyambung kembali “Dan Nyokap lo, Cuma tukang kue. Orangtua lo mati matian minta supaya sekolah nerima lo, yah- karena lo punya otak” kata Thalita menghendikkan bahu, seolah olah punya-otak bukan sesuatu yang penting.
Seperti yang Thalita harapkan, semua orang memperhatikannya. Walaupun ada yang sudah melihat kejadian itu dari pertama. Bahkan banyak murid yang bergegas naik ke lantai dua Kafetaria untuk melihat siapa lagi korban Yang Mulia Thalita.
Gadis itu menaikkan dagunya tinggi, “Dan gue Thalita Alea Wijaya, bokap gue ketua yayasan dan mempunyai setengah saham dari kafetaria” katanya, membuat siswi yang menjadi korbannya memerah karena malu.
Siswi itu bergegas pergi diiringi tatapan merendahkan dari Thalita dan kawan kawan serta murid Ava. Beberapa detik kemudian, Thalita dan kawan kawan pergi keluar kafetaria dari arah yang berlawanan dengan siswi itu. Thalita mengangkat dagunya tinggi tinggi dan mulai berjalan angkuh.
Setelah kejadian itu, murid Ava kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda akibat kejadian drama tadi sambil menggosip. Sudah bisa dipastikan, siswi korban Yang Mulia Thalita pasti tidak memiliki teman setelah ini. Berbeda dengan reaksi Ifa yang melotot kaget.
Ifa menyenggol Dhila yang berada disampinganya, melupakan kejadian tadi dan bertanya rada takjub pada Thalita“It-itu tadi apaan?”
Gerald dan Dhila menatap Ifa geli “Gue kira elo marah”
“Sorry. Bukan salah kalian. Gue aja yang sensi banget.” Ucap Ifa merasa bersalah
Dhila tertawa kecil. “Gak usah minta maaf. Woles aja kalau sama kami.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heirs
Short StorySemua gara gara sekolah itu. Ini tidak akan terjadi jika Ifa tidak masuk sekolah itu. Dan juga bertemu pemuda itu.