Alphard Ifa melaju kencang membelah kemacetan di kota Jakarta menuju kediaman besarnya. Selama perjalanan Ifa terus melamun sesekali menjerit kesal. Sampai sampai supirnya bertanya ‘ada-apa-non?’ Sebanyak 4 kali
Beberapa saat kemudian, Alphard Ifa sudah memasuki gerbang kediaman keluarganya. Rumah yang mungkin sudah bisa disebut Istana, dengan letak ditengah kota sangat dekat dengan SMA Avalon-sekolahnya. Dengan 3 tingkat dan taman yang mengelilingi rumahnya. Sangat indah.
Ifa melangkah ke dalam rumahnya dengan anggun. Dia tidak akan menemukan siapa siapa didalam rumahnya selain pelayan pelayan yang berkeliaran.
“Non, Tuan dan Nyonya pulang.” Informasi dari kepala pelayannya, Ina membuat Ifa langsung berlari ke samping rumah, tepatnya di area kolam berenang. Pasti kedua orang tuanya ada disana.
Dan benar saja. Kedua orang tuanya sedang berbincang bincang dengan mencelupkan kaki mereka sampai betis di pinggir kolam. Pasangan yang sangat harmonis.
“MAMA! PAPA!” teriakan Ifa yang bergema membuat Kedua orang tuanya tersentak kaget sambil melirik horor ke arah Ifa.
“SAYANG! JANGAN TERIAK TERIAK DONG! NANTI KALAU MAMA TULI GIMANA?!” Balas Mamanya sambil teriak juga.
“EMANG YANG AJARIN IFA TERIAK SIAPA? MAMA JUGA KAN”
“TAPI GAK SEBESAR ITU, SAYANG”
Di samping rumah sangat ramai dengan teriakan teriakan yang bergema. Sampai sampai semua pelayan mendengarnya. Ina, wanita paruh baya itu ikut senang jika Ifa bahagia. Yah, sebagai kepala pelayan yang merawat Ifa dari umur 5 tahun.
Sedangkan sang Papa hanya menggeleng geleng melihat kelakuan Mama dan Ifa yang absurd.
========================
Takut sakit, Ifa dan kedua orang tuanya pindah ke Gazebo yang hanya beberapa langkah dari kolam berenang. Mereka terus bercerita cerita melepaskan rindu setelah seminggu tidak bertemu.
“Kok papa sama mama pulang gak ngabarin aku sih?” tanya Ifa sambil menyandarkan kepalanya pada Papanya dengan manja.
“Kan biar surprised sayang” Papanya yang menjawab.
“Aku kira Papa gak bakalan pulang minggu ini.”
Ifa melirik kearah Mamanya di sebelah kanan. Ternyata Mamanya juga sedang melirik kearahnya sambil cemberut. “Mama kenapa sih? Dari tadi cemberut mulu. Gak senang Ifa ada dirumah?” tanya Ifa nyolot sekaligus heran
Papa ikut melihat kearah Mama. “Kamu kenapa, sweetheart? Ada yang sakit?” Papa menatap Mama khawatir membuat Ifa rada iri dengan kemesraan orang tuanya.
“Iya. Sakit. Sakitnya tuh disini!” Mamanya menunjuk dada, letak jantungnya dengan dramatis.
“Mama apaan sih!” Ifa agak malu dengan kelakuan Mamanya yang seperti anak muda.
“Kamu kenapa dari tadi mesra banget dengan Papa, Fa? Harusnya kan Mama yang ada disitu. Mama juga mau manja manja dengan Papa kamu. Mama cemburu dari tadi, tau! Dasar gak peka!” Ujar Mamanya melotot pada Ifa dengan bibir maju 5 senti.
Ifa menepuk jidatnya. Capek deh punya nyokap absurd. Untuk nyokap gue, kalo bukan..udah gue buang ke selokan batin Ifa frustasi.
Papanya tertawa tanpa suara. “Baru aku liat ada orang tua yang cemburu dengan anaknya seperti kamu”
“Tau tuh!” Tambah Ifa jengkel.
Tidak ingin ada perdebatan, Papanya tukaran tempat. Jadi Papanya ditengah dengan Ifa disebelah kirinya dan Mama disebelah kanannya. Papa kemudian merangkul dua orang yang paling ia sayangi didunia.
Sore itu di Gazebo, mereka bersama sama melihat matahari terbenam.
Ifa harap, hidupnya akan tetap seperti ini. Tapi tidak ada hidup yang sempurna,bukan?
==========================
Esok paginya, Ifa menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Berangkat sekolah dengan orangtuanya alias nebeng karena orangtuanya juga sudah harus keluar negeri lagi mengurusi bisnis.
“Huuhh. Capeek.” Ifa menyeka keringat yang ada di dahinya. Dari kursi depan, Gerald memandangnya aneh “Lo kenapa deh? Keringatan gitu” Komentar Gerald
Ifa menatap Gerald bangga “Gue naik tangga dongg! Hebat kan! Naik tangga ke lantai lima. Hahaha”
“Hah?! Astaga.” Gerald hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan teman barunya.
Dari belakang Ifa nyengir, masih mengatur nafasnya yang ngos-ngosan “Gue Cuma pengen nyari suasana baru sekalian olahraga. ‘Sekali nyebrang, dua tiga pulau terlampaui”
Gerald tidak mengindahkan ucapan gila gadis itu kemudian meminta tisu pada teman sebelahnya dan memberikannya pada Ifa“Nih tisu. Lap gih keringat lo.”
Ifa kembali nyengir menampakkan gigi putihnya, “Thanks. Lo baik banget deh”
Tiba tiba datang Dhila, berdiri didepan pintu kelas. Mengagetkan dua orang itu.
“Halo teman teman sekalian” sapanya lemas, tidak seperti kemarin.
“Hai!” Ifa menyapa riang. Berbanting terbalik dengan Dhila, Ifa tampaknya sangat bahagia. Sepertinya kedatangan orang tuanya berdampak baik padanya. Hari ini ia sangat ceria.
“Halo” sapa balik Gerald. “Kok baru datang? Biasanya juga lo yang paling pertama datang”
Wajah Dhila berubah murung, “Kemarin bokap pulang”
“Lo gak apa apa?!” tanya Gerald langsung khawatir sekali. Pemuda itu sampai berdiri dari kursinya dan berjalan menuju Dhila yang masih berada di depan pintu.
Gerald merangkul bahu Dhila erat, lalu menggiringnya menuju Ifa sebelum menaruh tasnya kepada Ifa. “G-gue gak tau harus bagaimana lagi” Ucap Dhila muram.
“Dia ngamuk lagi” lanjut Dhila yang tampaknya seperti ingin menangis.
“Gue takut” Isaknya mengalun pelan. Gerald langsung memeluknya erat. Seakan memberitahunya bahwa ia ada disini untuk Dhila.
Selalu saja seperti ini jika Ayah Dhila pulang. Diam diam Gerald merutuki ayah Dhila yang bahkan tidak pantas disebut orang tua. Kasihan Dhila.
Tubuh Dhila bergetar hebat seakan ia merasakan sakit yang amat sangat. Gadis itu tak berhenti mengeluarkan tangisnya bahkan isakannya. Jantung Gerald seakan diremas melihat gadis yang disayangnya menangis seperti ini. Ditepuknya punggung Dhila pelan. Pemuda itu berharap pelukannya dan tepukannya bisa menenangkan Dhila. Mereka sudah tidak peduli menjadi tontonan atau tidak. Yang Gerald pedulikan hanya Dhila, sahabatnya yang menanggung penderitaan terlalu berat.
Ifa menonton drama tersebut sambil tersenyum kecil. Ia sedikit prihatin dengan Dhila sebenarnya, walaupun tidak mengetahui masalahnya. Tapi Dhila beruntung memiliki sahabat seperti Gerald. Ifa yakin, mereka berdua akan menjadi seperti yang ada dipikirannya. Sahabat jadi cinta. Cerita klise dan mainstream. Tapi juga mengharukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heirs
Short StorySemua gara gara sekolah itu. Ini tidak akan terjadi jika Ifa tidak masuk sekolah itu. Dan juga bertemu pemuda itu.