Hari Minggu, selepas senja. Tepatnya beberapa menit lagi seruan sembahyang maghrib berkumandang.
Wanita yang kau sebut ibu berhasil melahirkan putri ke-3 ku.
Saat itu, Mega sedang merah merahnya.
Ku ingin namai kau Mega awalnya.
Idealisme ku berkata lain, Aku teramat benci dengan 'SI BANTENG MERAH MEGA' saat itu. Nama itu pun ku singkirkan.Daku melihat matamu yang hanya segaris. Bidan mu bilang, 'ah ieu mah nurun ka si mas pisan, sipit'.
Matamu kecil nak, tidak nampak seperti Alm. Bram kakak laki laki mu, dan juga Nova kakak perempuan mu, yang matanya sebesar bulatan bola pingpong.
Satu malam, kau belum ku beri nama.
Berkali kali ku lihat wajahmu, kau merah, wajah mu merah, matamu sipit, bibir mu tebal. Harus kah kunamai anak ini sekar? Artinya putri.
sekar kedathon. Putri raja.
Ibu mu langsung menolak namanya nak, katanya 'sekar rokok' kau disamakan dengan abu rokok-ku.
Ku ganti nama belakangnya, Sekar Arundhati. Namanya ku ambil dari kosa kata India.
Ibu mu tetap menolak sekar.
Ibu mu lebih memilih nama yang sedang tren. 'Adinda'.Namun ku menolak segala Awal. Daku menolak 'A'.
Lantas, Ku namai kau Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl who expect the world
PoetryTentang semua ekspektasi sia-sia wanita yang kini berusia 20an