D U A

4K 516 31
                                    


Bon cabe level 30 aja, masih kalah pedasnya! -balada ibu mertua-

Perlahan mata bulat Kiano yang sedari tadi memandangi Rayi tatkala menyusu terpejam. Sementara tangan Rayi masih menepuk lembut punggung Kiano, memastikan agar Kiano benar-benar terlelap.

Jam berbentuk persegi di atas meja nakas sudah menunjukkan angka sembilan, dan di luar sana suasana riuh pesta masih terdengar. Rayi menghela napas, merasakan tubuhnya yang lelah.

"Ay, udah tidur si boss kecil?"  

Rayi menggeser tubuhnya dan memberi isyarat agar Harsa mengecilkan volume suaranya. "Baru aja tidur."

Harsa mengangguk, lalu mendekati Rayi ... dikecupnya kening Rayi sekilas. "Kamu udah makan belum sih? kayaknya daritadi  kita nyampe sini kamu sibuk ngurusin Kiano."

Tadinya sih memang lapar, tapi sekarang justru kelopak matanya terasa berat. Kalau boleh memilih, Rayi ingin tidur walau cuma setengah jam.

"Kita nginep di sini aja, gimana? kamu ngantuk banget kayaknya ya."

"Besok aku ada meeting pagi," jawab Rayi beralasan. "Repot juga kalau besok pagi harus siapin makanan Kiano."

Harsa mengangguk, "kita keluar sebentar, baru  pamit pulang," usul Harsa, dan dibalas senyuman oleh Rayi.

***

Harsa, anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya perempuan. Mbak Haliza dan  Mbak Hanum, dan jarak usia mereka dengan Harsa terpaut cukup jauh.

Sering sekali Laras, ibu mertuanya bercerita pada Rayi, bahwa Harsa adalah anak yang mereka tunggu. Anak lelaki yang kelak melanjutkan usaha keluarga yang sudah berlangsung tiga generasi.

Harsa--si anak ibu, begitu kata Mbak Haliza dan Mbak Hanum tiap menggoda Harsa. Rayi tak benar-benar paham sampai empat tahun lalu dia menjadi bagian dari keluarga besar Yudistira.

"Rayi, kamu udah cobain kimlo, belum? Kimlo itu kesukaan Harsa, ini ibu yang masak sendiri. Tadi Harsa makan sampe nambah dua kali," kata Laras, bersemangat.

Rayi sudah tahu tentang kimlo. Dia sering memasaknya untuk Harsa, dan sama ... Harsa pasti akan makan lebih banyak. Sebenarnya bukan kimlo saja yang menjadi favorit Harsa! Suaminya itu pemakan makanan lezat. Apa pun yang Rayi masak, asalkan enak, pasti akan dihabiskan oleh Harsa.

"Nanti pulang kamu bungkus kimlo sm serundeng dagingnya ya," perintah Laras lagi.

"Nggak usahlah, Bu. Rayi nih subuh-subuh udah masak. Sekalian buat Kiano juga," sahut Harsa.

"Apa tadi si Kiano malah makan bubur instan ibu lihat," sanggah Laras.

"Kan karena urgent aja, Bu. Setiap hari Rayi selalu masak untuk kami," bela Harsa.

"Iya begitu, Rayi?" Pandangan ibu langsung terarah pada Rayi yang baru saja menyendokkan sesuap nasi ke mulutnya.

Rayi mengangguk. "Masak yang gampang-gampang aja kok, Bu." Ya walaupun masaknya dibantu sama Aca, asisten rumah tangganya. Setiap malam Rayi selalu memberitahu Aca tentang menu makanan untuk esok hari. Aca juga yang akan merajang sayur dan menyiapkan bumbu-bumbu yang diperlukan. Barulah Rayi yang mengolah semua bahan yang tersedia. Itu juga termasuk kategori memasak kan?

"Walaupun kerja, suami dan anak itu tetep nomor satu. Ibu nggak mau lihat cucu ibu nggak keurus."

Rayi mengangguk lagi. Paham dengan posisinya yang tetap ingin bekerja meski masih memiliki bayi.

"Ibu tuh masih suka nggak paham sama kamu, Rayi. Gaji Harsa lebih dari cukup memenuhi keperluan rumah tangga kalian. Untuk apa kerja lagi, sih?" Gerutu Laras.

Tiga puluh hari lalu, dia pergi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang