1

16 5 3
                                    

6 tahun kemudian...

Di sebuah lapangan indoor yang luas, dikelilingi murid yang sedang menonton sebuah aksi. Di tengah keramaian, seorang pria tinggi besar sedang melakukan aksinya. Meninju lawannya yang juga sama besarnya.

"Ada yang kelahi di gedung olahraga!" Teriak seseorang yang berlari ke kelas.

"Siapa?" Tanya salah satu dari mereka yang berada di kelas.

"Siapa lagi kalau bukan dia?"

Pria yang bertanya itu langsung berlari menuju gedung olahraga.

"Pantas aja di cariin gak ada." Batinnya. Siapa lagi yang berkelahi jika bukan temannya?

Ia tiba di gedung olahraga yang penuh murid-murid menonton. Tidak ada yang berani melerai mereka, karena mereka semua tau siapa pelakunya. Siapapun yang asal melerai, pasti sudah kena tonjok nyasar.

"Minggir." Pria itu menerobos masuk ke tengah untuk melerai.

"Ken, udah woy!" Ia langsung menarik lengan Ken yang sudah siap melayangkan tinjunya. Ia mengunci pergerakan Ken. Untung saja setelah ia menjauhkan Ken, ada yang sudah berani mencegah lawannya.

"Brengsek!" Umpat Ken yang masih disulut emosi.

"UDAH BEGO!" Teriak temannya yang tak lain adalah Kai. "Tolong bubar! Bubar!" Kai mengusir murid-murid yang bergerombol untuk pergi.

"Kurang ajar kau!" Sang lawan masih tidak terima. Namun badannya di halang oleh murid lain dan membawanya pergi menjauh.

Gedung olahraga sudah sepi. Ken membuka kancing bajunya yang berlapis kaos biasa di dalamnya karena gerah. Ken mengacak rambutnya seperti biasa yang ia lakukan ketika ia usai berkelahi.

"Aku yakin pasti dia yang mulai duluan. Dia ngapain?" Kai membuka pembicaraan setelah 5 menit diam.

"Gak papa, cuma kalah main basket." Jawab Ken sambil melempar bola basket sembarangan.

"Sampe kelahi gitu? Bohongnya ketahuan deh-"

"Ken!" Seseorang memotong pembicaraan mereka dari pintu masuk. Kai dan Ken menoleh secara bersamaan ke arah pintu. Seorang guru datang dengan tatapan sinis.

"Ikut saya ke kantor! Kamu juga Kai."

"Loh saya gak ikutan pak." Kai menolak untuk ikut.

"Udah cepet!"

Ken langsung berdiri dan pergi mengikuti guru tersebut. Kai akhirnya pasrah untuk ikut mereka ke kantor.

Tatapan sinis yang didapat oleh Ken dari para guru bukan hal yang asing lagi. Ia sudah terbiasa, bahkan lebih dari kata biasa. Ia juga tidak peduli apa yang akan dikatakan guru-guru atau mungkin orang tua murid yang menjadi korban baku hantamnya.

"Ya ampun, masih pagi sudah kedatangan tamu."

"Gino sensei, masih saja anda peduli sama murid satu itu? Kalau saya mah udah coret aja dari daftar murid kelas saya, hahaha"

Ken melirik sinis ke arah guru yang mencemoohnya. Tatapannya sangat tajam, setajam tatapan singa yang kelaparan. Pak tua buncit itu mengalihkan pandangannya karena tidak berani menatap mata Ken.

"Ya ampun.." Gino selaku wali kelasnya juga merasa jengkel. Ia memijit keningnya karena ia juga bingung harus mengatakan apalagi pada Ken.

Kai hanya diam mematung di belakang Ken. Ia merasakan suasana yang begitu mencekam di kantor ini. Ia mau keluar, udah gak tahan. Rasanya mau mati karena gak bisa napas.

"Ken... Kenapa lagi sekarang? Kenapa tidak ada henti-hentinya?"

"Kenapa paman tidak tanyakan saja pada anak tengik itu? Dia yang memulai." Jawab Ken dengan nada mengintimidasi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 18, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Her VoiceWhere stories live. Discover now