Leaders; Lee Hangyul [X1]

#04. Wrong Choice

Welcome....back? Ehehehe

NB : UNEDITED! Ranjau typo⚠️

Aletta's side

Gue semakin mengeratkan pegangan pada setang motor Eunsang setibanya kami di markas The Fiercest Community.

Sebelum gue turun dari motor, pergelangan tangan gue ditahan oleh seseorang.

"Biar gue yang ngomong sama mereka. Lo, dan yang lainnya tunggu di sini."

Siapa lagi kalo bukan Revan Hangyul Wijaya.

"Harus berapa kali lagi gue bilang sama lo kalo ini tuh masalah komunitas gue! Nggak ada sangkut-pautnya sama Shooters!" balas gue sambil menggeram pelan.

"Mereka semua berbahaya, Aletta!" sentak Hangyul dengan suara yang masih pelan.

"Dan gue nggak peduli itu sama sekali!"

Gue langsung menghempaskan tangan Hangyul yang masih memegang pergelangan tangan kanan gue sebelum memberanikan diri melangkah maju memasuki kawasan The Fiercest.

"Whoa, kayaknya ada banyak tamu nggak di undang, nih!"

Dari jarak 1 meter, gue bisa mendengar salah satu dari 5 anggota The Fiercest yang lagi berkumpul di halaman depan markas mereka.

Gue melihat ke arah belakang. Di mana Hangyul yang tetap kokohnya mengikuti gue di saat yang lain memilih untuk menjaga jarak dengan kami.

"Wah, ada dua leaders comunnity yang hampir dikenal sepenjuru Bandung datang ke markas kita."

Tatapan kedua mata gue semakin bengis setelah mendengar perkataan yang baru aja dilontarkan oleh ketua mereka.

Orang yang udah masuk ke dalam blacklist di hidup gue. Orang yang ngelihat mukanya aja udah malas banget.

Jeka Alviano.

"Maksud komunitas lo apa tiba-tiba nyerang komunitas gue?" tanya gue to the point.

Bukannya menjawab, mereka justru terkekeh dan menatap gue remeh.

"Siapa yang nyerang siapa sih, Cantik?"

Oalah, Jingan! Rutuk batin gue.

"Apa maksud dan tujuan komunitas lo nyerang komunitas gue? Komunitas gue ada salah sama komunitas lo?" tanya gue lagi sambil mencoba untuk sabar.

Karena kalo nggak sabar, markas mereka udah gue bakar setibanya gue di sini.

"Nggak ada. Kita cuma lagi gabut aja nggak ada kerjaan," balas Jeka sesantai mungkin. Membuat gue semakin erat mengepalkan kedua tangan.

"Gabut kata lo? Dude, yang lo dijadiin bahan penghilang gabut lo tuh nyawa manusia, Jingan!" sentak gue sambil menujuk tepat di hadapan muka Jeka Alviano.