3

16.5K 2.3K 333
                                    

Haluuiii, keknya cuma cerita ini yang belum tamat dari 12 projek BP, ya 😄 Nggak maksud molor, sih, tapi emang kemarin-kemarin tuh lagi ribet sama adek yang sakit. Dan sekarang Alhamdulillah udah sehat dianya. Makasih buat yang doain adek cepet sembuh. 😘😘

Part-nya nggak jelas ini, so happy reading, Sis.


🥀🥀🥀


"Untuk sementara sidang ditunda minggu depan dengan agenda mediasi." Setelahnya terdengar suara ketukan palu sebanyak tiga kali, pertanda sidang siang ini berakhir.

Ambar menghela napas dalam, berdiri dan memberi hormat kepada Ketua Majelis Hakim sebelum meninggalkan ruang sidang, kemudian ia menghadap Arvin dengan tatapan sengit. Kilatan amarah pun membayang jelas di netra cokelat itu. Kali ini Ambar tak lagi membendung luapan kemarahan yang ia rasakan agar pria tak banyak bicara itu mengerti, jika ia memiliki batas kesabaran dan akan meledak seperti bom bila terus-menerus diuji.

Bila Ambar berapi-api, lain halnya dengan Arvin. Pria itu bergeming, menanti apa yang akan Ambar lakukan karena dia tak menuruti permintaan wanita itu satu minggu lalu.

"Mau Mas itu apa? Kenapa membantah semua gugatanku dan mempersulit persidangan!" sentak Ambar berapi-api dengan tatapan tajam kepada Arvin, sedangkan pria tersebut hanya menatap lekat Ambar kemudian berlalu dari hadapan istrinya. Tentu saja hal itu menyulut api kemarahan yang sedari tadi menyala dalam diri Ambar, dengan langkah cepat ia menyusul pria menyebalkan itu. Menarik kuat lengan Arvin hingga berhenti dan menghadapnya. "Mas, nggak bisu, kan? Bilang apa mau, Mas. Jangan buat semuanya sulit."

Tampak Arvin menghela napas barulah ia menjawab pertanyaan Ambar, "Ibu minta kita ke rumah." Setelahnya pria berkemeja body fit abu-abu itu memerintahkan kaki melangkah dari hadapan Ambar.

Sedikit cengo dengan jawaban Arvin lalu menjadi geram karena melenceng dari topik pembicaraan. Paras Ambar pun memerah padam, mempercepat langkahnya menyusul Arvin. Tepat di depan pintu ruangan, ia memukulkan tas kerjanya dengan kuat untuk meluapkan kemarahan yang bergejolak.

Arvin pun terkesiap menerima serangan tak terduga dari belakang. Ia menghela napas lalu berbalik menghalau pukulan Ambar dengan memegang tangan istrinya itu. "Rupanya keluar dari rumah buat kamu nggak karuan gini. Mungkin ada baiknya kamu kembali ke rumah," ujarnya tenang, namun terselip ejekan untuk Ambar. "Nanti aku jemput," ujarnya lagi kemudian membuka pintu dan keluar meninggalkan Ambar dengan kejengkelan merambat naik ke ubun-ubun dan siap meledak kalau saja tidak ingat ia berada di mana.

🥀🥀🥀

"Gimana persidangan tadi," tanya Neja dengan suara pelan begitu Ambar menjatuhkan tubuh di kursi sampingnya di ruang karyawan.

Wanita yang hari ini mengikat rambutnya jadi satu itu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Menatap Neja dengan lesu lalu menggeleng pelan baru menjawab Neja, "Kacau. Nggak sesuai sama perkiraan."

Neja mengubah posisi duduknya menghadap Ambar. Dahinya berlipat dengan pandangan meminta penjelasan.

"Dia membantah semua gugatanku, jadinya sidang ditunda minggu depan. Mediasi."

"Kok?"

Ambar menggeleng lagi sembari mengangkat bahu. "Nggak tahu. Pusing aku jadinya. Kemarin-kemarin sikapnya gitu, giliran minta pisah nggak dilulusin. Maunya apa coba. Kayaknya itu orang minta di-scan otaknya biar ketahuan isi itu apa. Terus pas kelar sidang aku tanya apa maunya, bukannya jawab malah ngomong 'Ibu minta kita ke rumah' kan sarap itu orang." 

Bukan Simpanan (Part tidak lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang