01. Teman Yang Mengerti

13 4 0
                                    

Libur berakhir, aktivitas yang biasanya dilakukan pun kini kembali dikerjakan. Kebanyakan orang berharap hari liburnya diperpanjang agar istirahatnya tak sia-sia, tetapi beberapa ada yang mendukung hari libur yang singkat itu untuk alasan yang tidak bermutu seperti yang diceritakan Ravindra di saat makan siang tengah berlangsung.

"Gini ya kawan-kawan seperbangsatanku, kalau liburan itu enggak enak. Kudu ngeluarin duit buat jalan sama doi, sama kudu beberes rumah. Yang orangnya kaya sih enak rumahnya diberesin pembantu."

Sambil memakan mie ayamnya masing-masing, mereka yang berada semeja dengan Ravindra berdecih.

Yolanda angkat suara. "Gini ya, nyet. Kalau lo enggak mau ngeluarin duit buat doi, saran gue enggak usah pacaran aja. Ngeribetin aja. Putusin cepet."

Ravindra menjitak jidat Yolanda hingga cewek itu mengaduh dan melotot ke arahnya. "Ngomong seenak udel lo, ya?! Dikira nyari doi gampang kali, ya?"

"Sama gue aja."

Ketiga orang yang berada semeja dengan Yolanda terperangah. "Hah?!"

"Pinter-pinter sinting lo, ya." Rafael berkata dengan nada tak percaya.

Ravindra lantas menggedikan bahu geli. "Dih, ogah. Sebagai teman sebangku yang baik, gue ogah pacaran sama cewek tukang makan sama tukang kentut kayak lo." Lalu pandangan Ravindra menyebar ke arah ketiga temannya yang masih menampakan ekspresi tak percaya. "Dia emang suka konslet emang, maklum bulan ini belum bayar tagihannya."

"Makan itu keharusan, kentut itu kewajiban."

Rasyela bergidik. "Idih, jorok juga lo, ya. Pantes Ravindra suka minta pindah kelas."

Kini, gantian Yolanda yang melotot. "Serius?!"

Ravindra gelagapan. "E-enggak!" Ravindra yang tidak terima karena rahasianya itu dibongkar oleh Rasyela segera mencari kaki Rasyela untuk memberi pelajaran kepada cewek itu, karena minimnya penerangan di bawah meja dan tarikan di lengan seragamnya menyulitkan Ravindra, membuat Ravindra menciptakan masalah.

"Adoh!"

Rafael yang berada di sebrang Ravinda berjengit kesakitan. Tak berselang lama, dua es teh tersenggol oleh lengannya yang sedang menyumpit satu lilitan mie ayam yang membuat meja yang mereka tempati kotor seketika. Beberapa perhatian tertuju pada mereka karena teriakan spontan yang Rafael ciptakan.

Salah satunya tempat duduk Lucas yang diduduki oleh sepasang sejoli yang tengah dimadu kasih. Lucas yang awalnya ingin melempar gombal kepada Alessya tiba-tiba tertunda karena suara Rasyela yang heboh akibat roknya yang terkena sedikit tumpahan es teh. Kehebohan itu menjalar kepada teman cewek di sebelahnya yang tidak terkena apa-apa tetapi juga ikut heboh.

Lucas mengusap wajahnya pelan. Selain bawel, Rasyela juga pandai menularkan apa yang dia rasakan. Seperti kehebohan yang ia ciptakan, misalnya. Lucas bisa saja membiarkan Rasyela heboh tak tahu tempat itu, tetapi bekas tumpahan es teh yang tercetak di tempat yang janggal membuat Lucas harus mendatanginya segera.

"Lucas?"

Panggilan Alessya membuyarkan lamunannya. Alessya yang tersenyum manis yang kalau Lucas bilang senyum cewek itu mirip dengan Chelsea Islan, membuat Lucas menaikan sebelah alisnya.

"Melamun aja, sih? Kenapa?"

"Melamun? Enggak. Gue cuma diem aja."

Alessya ber-oh ria. "Kalau gitu, habisin gih, salad buahnya."

Lucas tersenyum tipis. Pikiran jeleknya tentang betapa mualnya ia memakan dua sendok salad buah sebelum memikirkan Rasyela tadi mendadak muncul lagi. "Nanti gue habisin pas pulang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forget MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang