Prolog

65 25 12
                                    


  
Waktu sudah menunjukan pukul 18.30 dan kedua gadis itu masih betah mendekan di studio seni milik mereka. Entah apa yang mereka gambar, namun itu terlihat begitu mengasyikan.

Keduanya menghabiskan waktu hanya untuk sekedar menggambar sebuah pohon atau setangkai bunga dan yang lebih parahnya lagi berjuta titik pada kanvas yang kini terlihat begitu indah.

"kamu kok ngelukis titik terus? Gam bosen apa, Ra? " tanya seorang gadis yang ada di sebelah Ara.

Ara mengangkat bahunya acuh tak acuh kemudian kembali fokus pada kanvas di sebelahnya yang sudah memiliki aneka warna yang menyatu. Menjadi sebuah pemandnagan yang indah di musim hujan. Setidaknya itu hanyalah bayangan menikmati derasnya hujan yang nampak begitu indah.

Arana Syifa, gadis kelahiran Semarang yang kini memilih melanjutkan pendidikan perguruan tingginya di Jogja. Ayahnya adalah seorang pengusaha penginapa dan ternah puyuh di Jailolo.

"Nis, aku pengen ya bisa gambar rumah ku sendiri." ujar Ara membalikan badanya menatap Anisa yang berada di sebelahnya.

Anisa menghentikan kegiatan melukis dedaunan yang bercecer sejenak. Matanya menatap fokus pada sahabatnya yang terus saja berbicara seperti teka teki. Entah apa yang dikatakan Ara, Anisa selalu selalu paham. Mungkin orang - orang tidak aman paham dengan seorang Ara.

Anisa Miefa Wulan, bercita - cita menjadi seorang dokter karena motivasi dari sang ibu. Ayahnya meninggal ketika Anisa duduk di bangku kelas XI sma.

"apa pun rumah yang kamu gambar, cerminkan lah kebahagiaan seorang Ara. " kata Anisa.

Anisa bangkit dari duduknya berjalan menghampiri sahabtnya yang sudah siap untuk menangis. Menumpahkan segala yang ada dalan hatinya selama ini. Untuk sesaat Ara ingin dunia ini berhenti dan untuk selamanya Anisa ingin berada di dekat Ara.

"Nis, ntar pulang aku nebeng ya. Aku lagi mager nyetir." mohon Ara.

Anisa melonggarkan pelukan diantara mereka dan mengangguk sebagai jawaban atas permintaan Ara. 'Double A' itulah julukan yang di dapat oleh Ara dan Anisa.

Ara dan Anisa melangkah keluar dari bangunan sederhana itu. Keduanya mengisi langkah dengan canda tawa mereka. Tak seperti malam - malam yang lalu. Malam ini langit terlihat lebih indah. Banyak bintang yang menyebar menghiasi langit malam.

"Ra, kalau aku mau pacaran boleh ga? Tapi kata Bunda ku hanya boleh ta'aruf." ucap Anisa di sela canda mereka.

"Mending nurut apa kata Bunda aja deh. " ujar Ara. "Lagian kalau pacaran zaman sekarang cuma karena nafsu dan bukan cinta. " lanjut Ara.

Anisa tampak sedang berpikir. Ia memikirkan perkataan Ara tadi. Ada benarnya juga. Beberapa detik kemudian Anisa mengangguk - angguk sendiri dengan wajahnya yang sok dibuat jahat.

Mobil yang di kendarai Anisa sudah tiba di depan pagar sebuah rumah bercat putih gading. Rumah bernuansa eropa itu terlihat begitu anggun dari balik pagar.

Ara melangkah keluar menuju rumah keluarganya yang teramat dia cintai. Setelah memastikan Ara masuk ke dalam rumah, Anisa melajukan mobilnya menunu kembali kerumahnya.

Baru sampai di pertengahan jalan, ada segerombol geng motor sport. Anisa tak tampak panik sedikit pun. Ia terus menekan klakson mobilnya.

Jalanan sangat sepi membuat Anisa tak berani turun dari mobilnya.  Sudah tak ada pilihan lain. Entah apa resikonya. Anisa menginjak gas mobilnya dengan kuat, memberi peringatan. Dan semua tak membuahkan hasil.

Anisa memundurkan mobilnya. Bersiap menerobos segerombol geng motor yang tak tau jalan. Dengan jantung yang berdetak kencang. Anisa berhasil.

Nafasnya memburu, menandakan ke khawatiran. Apa yang sudah dia lakukan?  Untuk pertama kalinya seorang Anisa nekat dengan resiko yang cukup tinggi.

Anisa masih tepengah - pengah walau sudah tiba di halaman rumahnya yang nampak sepi. Rumah sederhana. Sebenarnya bisa dibilang rumah Anisa setengah darj rumah Ara. Namun rumah Anisa lebih sepi.

Hanya ada Bik Minah yang menemaninya, dan juga Pak Mus yang menjaga rumahnya. Setidaknya itu sudah terasa cukup untuk seorang Anisa.

Anisa melangkah masuk kedalam rumah dengan sesekali mendengkus.

 

  Jangan lupa bintang - bintang dan komen untuk Ara dan Anisa ya...

  Rasa Yang TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang