Kenalkan, namanya, Jeon Jungkook.

2.5K 189 65
                                    

Mari aku perkenalkan, seseorang yang sempat membuat Seokjin berada dalam tahap gundah-gulana sampai jadi merana. Ah, bukan sempat, bahkan mungkin masih.

Namanya, Jeon Jungkook, pria tampan dengan tatapan tajam sekaligus menghangat di waktu bersamaan. Ia adalah satu dari jutaan manusia yang mampu membuatmu berhenti, memberikan atensi penuh selama lebih dari sepuluh detik saat dirinya lewat tanpa aba. Lahir dari keluarga kaya, berpendidikan tinggi dengan reputasi yang sangat dihormati.

Singkatnya, Jungkook terlihat (atau mungkin terdengar) seperti pangeran.

Tapi, hidup kadang menjelma jadi penipu ulung. Dia itu pria kesepian. Di masa kecilnya selalu dihabiskan dengan bermain seorang diri. Menginjak masa remaja, ah, tanyakan saja pada meja kecil coklat yang penuh oleh catatan-catatan bakti kalau kata orang tuanya, karena mampu menjadi murid berprestasi. (Bolehkah aku tertawa saat ini? Karena, sungguh, Seokjin mungkin terlampau tahu, bahwa Jungkook belajar begitu keras demi menarik perhatian orang tuanya.) Perihal, waktu dewasa tiba, ia harus dihadapkan mengurus perusahaan properti, karena orang tuanya bercerai dan bertengkar hebat mengenai saham serta segala peretelan tak berguna.

Seokjin bahkan, sangat mengingat jelas, keping-keping kenangan yang tertanam saat itu. Saat hujan deras menggapainya, bermain-main dengan tuan tanah.

"Seokjin, Seokjin," ujarnya ketika itu dengan lirih dan penuh catuan sesak di sekujur tubuh. Dia basah kuyup, entah karena, hujan yang teramat lebat atau karena hatinya yang terlampau merana. "Mereka bilang, aku harus berhenti ... mereka bilang, aku tidak boleh meneruskan kuliah seni. Seokjin, ini menyakitkan."

Seokjin tak peduli, soal masalah dingin yang membungkusnya tiba-tiba. Prianya saat ini sedang kesakitan, dilingkupi pilu yang tidak habis-habis. Lantas saja, dekapannya memendam tangis. Rintihannya bahkan terdengar begitu menyakitkan untuk didengar.

Sejak saat itu pula, Jungkook selalu datang di rumah kecilnya.

Sama seperti detik ini pula. Seokjin masih berada di pinggiran jalan, menunggu bis jalur perjalanan pulangnya. Sementara, Yoongi, teman kantornya, sudah berada dalam dekapan hangat suaminya, Kim Namjoon. Dengan senyuman berlesung pipi, Namjoon menjemputnya, membuat Yoongi melambai sambil berkata begini, "tidak ingin bareng aja? Kamu bisa turun di sebrang sana, terus naik angkutan umum kayak biasa."

Seokjin menggeleng. "Hari ini, pacarku jemput."

Yoongi mengeryitkan dahi. "Kamu punya pacar?" Respons wajar sebenarnya, sebab Seokjin bahkan tidak pernah terlihat dengan kekasihnya selama lima tahun dirinya berkerja. Bahkan, membicarakannya pun tak pernah. Jadi, bukankah hal normal, Yoongi mempertanyakan, takut-takut Seokjin kelupaan sesuatu?

Dan, mungkin kalimat, pahlawan datang terlambat ada benarnya. Baru saja, Yoongi membuka pintu mobil, Jungkook datang dengan penuh semangat. Melambai dari sebrang jalan, "Seokjin!"

Jungkook menghampiri setelah warna merah di lampu lalu lintas terwujud. Dirinya dengan serta merta, langsung memeluk Seokjin dan menenggelamkan kepala pada ceruk leher sambil menghirupnya kuat-kuat. "Aku kangen kamu."

("Itu pacarmu? Serius?" Sudah kubilangkan? Jungkook itu tampan, bahkan seseorang yang dingin seperti Yoongi, bisa mengakuinya dalam hitungan tiga.)

"Kayaknya, aku kangen kamu lebih banyak deh," Seokjin membalas sembari mengayunkan tangan tepat saat raganya sudah tenggelam oleh pria besarnya.

Jungkook mendengus setelahnya. Melonggarkan pelukan, demi melihat wajah milik dari Kim Seokjin. "Pembohong. Mana mungkin, aku kalah sama kamu? Kangenku sudah tertumpuk banyak sekali, sampai gak kehitung tuh." Dikecupnya hidung Seokjin, sehabis kalimat terucap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oksidasi [KookJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang