Taehyung mengerling pada jam dinding, nyaris pukul satu. Sebentar lagi, katanya memperingatkan diri. Semua pekerjaan ia sisihkan dan ia bangkit untuk berbaring, lantas mematikan lampu. Ketika ia mulai memejamkan mata, kesunyian koridor di muka kamarnya pecah oleh suara langkah kaki mengendap-endap. Lalu pintu kamarnya berderit terbuka kemudian mengayun tertutup. Langkah kaki seperti penyusup mendekat dan kasurnya didatangi tamu. Bocah itu pasti terbangun dari mimpi buruk. Samar terdengar sesenggukan lirih. Sepasang lengan membuka lengan Taehyung dan meringkuk dalam dekapanya. Sembunyi-sembunyi. Taehyung merengkuhnya lebih dekat untuk menyamankan diri, bocah itu mengira Taehyung menganggapnya guling.
Seperti anggapanya soal Taehyung yang tidak tahu apa-apa, ia juga tidak tahu kalau setiap kali janggut Taehyung hinggap diatas rambutnya, pria itu membuka mata. Merasakan mereka berdua lebur. Jungkook yang perlahan tenang, lalu terlelap. Taehyung menjaganya setiap malam.
''
"Hyung...",
Taehyung menoleh. Matanya selalu dingin dan Jungkook menunduk, urung untuk bicara. Mata Taehyung pasti tengah membolongi kepalanya yang urung mendongak. Jungkook diam dan tidak menunjukkan tanda-tanda mau bicara, jadi Taehyung abai dan berlalu. Masuk ke kamarnya dengan sebuah bantingan pada pintu.
Jungkook mengusap lelehan hangat di ujung-ujung matanya. Mengatur napas supaya dia tidak tersengal-sengal. Sendu sekali menatap pintu kamar Taehyung yang hitam kokoh dan selalu tertutup. Ia ingin menghabiskan waktu yang normal dengan kakaknya itu. Meski mereka saudara tiri Jungkook sungguh sayang pada Taehyung. Tapi kakanya itu tidak suka padanya. Tidak bicara padanya. Dan menatapnya dengan pelototan yang mengerikan.
Jungkook masuk kamarnya dengan isakan yang akhirnya gagal ia tahan.
Malam sangat larut dan usaha Jungkook untuk melupakan semua kesedihanya lagi-lagi gagal. Playlist lagunya memutar lagu sedih dan ia menghela napas. Telungkup sambil memeluk bantal, Jungkook mencoba bertahan meski kesedihanya datang seperti gelombang pasang, menyeretnya untuk dihempas-hempaskan. Ia merasa tidak muat lagi menyimpan semuanya sendirian. Tapi menangis cuma membuat matanya bengkak dan hidungnya meradang. Kesedihanya tetap seperti bongkahan tebing es, membeku dan urung cair.
Rumah sangat sunyi.
Tidak ada suara apapun selain detik jam di ruang tengah.
Jungkook melirik jam kecilnya di meja. Nyaris pukul satu. Sekarang atau tidak sama sekali.
Ia bangkit dan berjinjit, menyelinap ke koridor yang remang.
Anehnya, ketika malam hari kamar Taehyung tidak pernah ditutup dengan sempurna. Selalu ada celah kecil menganga. Engsel pintunya berderit lirih ketika Jungkook mendorongnya pelan. Sempurna. Taehyung selalu gila kerja tapi selalu tidur pukul dua belas malam. Menjelang pukul satu, hyungnya itu sudah tidur seperti orang mati. Jungkook pernah tidak sengaja menjatuhkan bantal di kepalanya tapi dia tidak bergerak.
Taehyung tidur. Selimutnya sampai perut dan ia miring ke arah tempat tidurnya yang kosong. Keuntungan untuk Jungkook. Melihat Taehyung yang tidur dengan tenang saja air mata Jungkook menggenang kembali. Hyung... hyung... Jungkook menghampiri hyungnya. Naik ke kasur dan membuka lengan Taehyung untuk meringkuk disana.
Taehyung mungkin menganggapnya guling, atau atribut mimpi di tidurnya yang nyenyak nyaris seperti orang mati. Taehyung merengkuh Jungkook semakin dekat dan menyamankan janggutnya diatas kepala Jungkook.
.
.
.
will continued.
YOU ARE READING
Melted Nights [Completed]
FantasyTaehyung mungkin menganggapnya guling, atau atribut mimpi di tidurnya yang nyenyak nyaris seperti orang mati. #VKOOK (All pic from Pinterest, and some modified)