Gelisah

20 4 0
                                    

Kara melentangkan tubuhnya diatas kasur, matanya memandang langit-langit kamar yang berwarna putih. Sudah 15 menit terhitung dia telah melakukan ini. Pikirannya melayang ke kejadian tadi, mengingat dimana dia melakukan hal bodoh yang rasanya dia ingin menengelamkan dirinya ke dasar lautan. Melihat kilasan balik itu, matanya terpejam meruntuki betapa bodoh dan cerobohnya dirinya.

Menghela nafas, ia gelisah memikirkan suatu hal yang sebentar lagi akan menimpa dirinya. Katakan ‘good bye’ untuk hidupnya yang damai nan tentram dan katakan ‘say hello’ untuk penderitaan yang sebentar lagi akan menimpanya.

Kara mengulingkan tubuhnya ke kanan, lalu ke kiri. Bergerak gelisah. Ia sudah berusaha untuk menghilangkan rasa gelisah dalam dirinya. Berbagai hal telah ia coba. Dari menfokuskan diri untuk menonton serial drama korea favoritenya, menonton film apapun, menggulang berbagai macam mv boyband dan girlband favoritnya, menonton daily aktivitas para idol, hingga menonton vidio funny moment biasnya pun telah ia lakukan. Tapi, hasil tetap nihil.

Ia bangun dari rebahannya, mengambil ponsel yang telah tertimbun dibawah bantal. Ia mengetuk-ngetuk ponselnya dengan jari, menimbang-nimbang hal yang akan dia lakukan. Mengambil nafas, lalu mengeluarkan nafas mencoba untuk meyakinkan dirinya dengan keputusan yang dia ambil.

Jarinya membuka lock screen handphonenya, beralih memencet aplikasi berwarna hijau dengan tanda ponsel berwarna putih. Kara mengetik nama seseorang dikolom pencarian, membukannya lalu memencet  icon ponsel.

Layar ponselnya menunjukan nama kontak ‘Jeiji’. Jeiji adalah sahabatnya sejak jaman masih ingusan. Mereka sangat dekat hingga sudah seperti saudara.

“Hallo?”suara serak khas bangun tidur menembus indra pendengaran Kara. Kara tersenyum sumringah yang berbeda dengan Jeiji yang mendengkus sebal karena jam tidurnya harus  terganggu, “Ngapa lo?ganggu gue tidur aja.”

“JEIJI!”panggil Kara dengan suara riang, “I need you, Jei.”

“Ada apaann?” Jeiji mengubah posisinya menjadi duduk bersandar di kepala ranjang. Matanya melirik jam dinding kamarnya yang menunjukan pukul 10.30. Matanya sudah berat, tapi ada hal yang sedang memerlukan dirinya.

“Jei, gue mau cerita tentang kejadian tadi sore.”nada bicara Kara memelan. Jeiji menyengit binggung, sore ini mereka memang tidak pulang bersama karena Jeiji ada kerja kelompok. Kara diam sebentar dan Jeiji dengan sabar menunggu sahabatnya berbicara.

Kara mengabil nafas panjang sebelum menceritakan kejadian sore tadi dengan detail. Dari ia yang melihat gerombolan anak belakang sampai ia yang mengintip syailen tawuran yang berakhir ia yang ketahuan. Kara mengakhiri ceritanya dengan hembuan nafas lelah, “Jadi gitu ceritanya. Menurut lo gue harus gimana?”

“Gue nggak tahu harus ngasih saran apa, tapi gue sebel sama lo. Lo udah tau ceroboh ya nggak usah pergi ke tempat yang bisa ngerugiin diri lo sendiri. Syailen itu berkuasa banget. Mungkin dalam waktu kurang dari 24 jam bahkan kemungkinan sekarang mereka udah tau lo itu siapa.”Jeiji berbicara dengan nada santai.

Gara dan KaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang