I🌠

22 6 0
                                    

Chapter #2
Change
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pagi ini Ryujin bangun lebih awal. Terasa aneh saat mendapati dirinya tak kesiangan. Guru kedisiplinan pasti heran jika tak menemuinya di pagi hari karena gadis itu datang jauh lebih pagi dari hari-hari biasanya.

Jaemin yang ogah-ogahan membangunkan Ryujin pun mengernyit heran melihat sepupunya, yang entah kena angin dari mana sudah rapi dengan seragam sekolah dan pita baby blue membawa sejumput poni sampingnya ke belakang telinga. Lengkap beserta tas sekolah menggantung di balik punggung.

Bukannya tercengang karena gadis itu nampak amat manis, pada dasarnya ia memang sudah dianugerahi paras jelita. Hanya saja, seumur-umur Jaemin mengenal anak perempuan dari sang tante, tak sekalipun Jaemin melihat Ryujin setenang ini di pagi hari. Yang Jaemin hafal, setiap menginap di kediaman adik perempuan ayahnya, pagi hari keluarga Shin selalu diisi teriakan Bunda Ryujin yang kewalahan membangunkan anak gadisnya. Sebab itu Ryujin begitu akrab dengan guru kedisiplinan di sekolah mereka. Hampir seminggu, ada 2 hingga 3 kali Ryujin terlambat masuk sekolah. Bunda Ryujin juga mengaku hendak angkat tangan saja menghadapi kelakuan putri semata wayangnya itu.

Tapi satu-satunya orang yang kebal pada betapa malas Ryujin ya, hanya Hyunjin.

Bukankah ini cukup mengejutkan?

Mengingat Ryujin selalu mengikuti apa yang dikatakan putra tunggal keluarga Hwang itu meski turut diikuti berbagai keluhan. Semua orang tahu hal ini, Bunda Ryujin juga tak keberatan tiap kali Hyunjin keluar masuk kamar putrinya. Karena eksistensi Hyunjin sangat berperan dalam mengendalikan tekanan darahnya yang sering naik turun drastis dalam mengendalikan sang putri.

Entah trik macam apa yang ia miliki, tapi wanita yang masih nampak cantik di usianya yang tak lagi muda itu mempercayakan Ryujin sepenuhnya pada Hyunjin. Mungkin juga karena keduanya telah berteman sejak kecil, selain karena Papa Hyunjin yang merupakan sahabat mendiang ayah Ryujin tentu saja.

"Apa sih, liat-liatnya gitu banget? Aku tahu aku cantik. Jadi tolong stop ngeliat aku horror kayak gitu. Lagi pula aku juga makan nasi, kan. Bukan makan pecel tikus."

Dengan tangan masih mengacungkan sendok dihadapan hidung mancung Jaemin. Ryujin memicingkan mata, masih berusaha terlihat garang –meski sungguh tak berhasil dilakukan– akhirnya memutar bola mata malas.

Terang saja gadis muda itu merasa risih. Jika ketiga orang di meja makan menatap dirinya aneh seolah terdapat kotoran gajah menghiasi wajahnya.

Mau tak mau Jaemin dan kedua orang tuanya berdehem canggung sebelum kembali fokus pada makanan diatas piring masing-masing. Hingga usai sarapan pagi hari itu, ayah Jaemin mengantarkan putra dan keponakannya ke sekolah.

°°°

"Kebetulan apa gimana nih, kamu udah ada di sekolah sepagi ini? Kirain matahari lagi males naik ke atas."

Niat hati ingin menghindar, tapi Ryujin malah bertemu Hyunjin di kantin. Padahal Ryujin tahu persis Hyunjin tidak akan pernah pergi ke kantin di pagi hari seperti ini kecuali ada –paling tidak seseorang atau– sesuatu yang lelaki itu cari.

Seperti biasa, Hyunjin tampil sempurna tanpa cela. Ah, bagaimana Ryujin bisa bertahan dengan perasaannya selama ini. Mendengar begitu banyak perempuan membicarakan dirinya yang bisa dengan mudah dekat dengan pangeran sekolah. Gadis itu merasa muak tapi tak juga menampik. Hanya tersenyum miris?

'Ya, aku memang beruntung.'

"Hey! Kau melamun lagi?"

Gila gila gilaaaa!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hiraeth | HHJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang