buronan

7 0 0
                                    

"Gak bisa deh? Ini terlalu kompleks buat dijabarin. Belum tentu semua orang merhatiin"

Hari itu Arsa terlihat tampan. Sangat stylish. Naf hampir tidak bisa memalingkan atensinya dari Arsa yang saat itu mengenakan sekedar long coat beserta sweater turtle-neck dengan celana katunnya.

Arsa sangat memukau.

Berkali-kali Naf menampar kecil pipinya. Berusaha bersikap seperti biasa, karena bagaimanapun dalam diskusi kelompok ini Naf satu tim dengan Arsa dan Hanin!

How romantic,

And pathetic, bagi Naf.

"Nafisha!"

"Y-ya?" Naf mengerjap kaget. Sosok menjulang menatapnya dengan cukup tajam.

"Were you here?" Masih dengan tatapan tajamnya, lidah bagai silet itu menuturkan kata dengan intonasi yang cukup mengerikan.

"I-iya" Masih menatap Naf, Arsa menaikkan sebelah alisnya. Bibirnya yang merah sedikit menyunggingkan seringai tipis tak percaya sebelum akhirnya mengalihkan tatapannya kembali pada proyek kerja mereka.

"Bohong banget. Tapi terserah, yang penting gue gak mau tim kita berantakan"

Katakan Naf gila, sebab dia merasakan senang bukan main. Meski Arsanya cukup jahat tadi tapi Naf bahagia setidaknya dia telah mencatat rekor tiga kali interaksi berarti antara dirinya dan Arsa.

Her Arsa

+++

Ctass

"Yah, sakit.."

"Maaf, yah. Aku mohon"

Ngilu. Mendengar decitan permukaan kulit tubuh dengan kulit tali pinggang yang di hempaskan sedemikian kerasnya. Mendengar tangis tertahan. Matanya memerah, namun semakin ia menangis semakin kasar sabitan tali pinggang tersebut kepada tubuhnya.

Punggungnya merah, garis merah memanjang mungkin tercipta tatkala perih terasa ketika kulitnya bersentuhan dengan fabrik pakaian.

Bisa dijamin bekas merah yang tercipta adalah sebagian dari sekian pembuluh darah tipisnya yang pecah tatkala mengalami shock berat ketika dicambuk.

Ingin berteriak, namun bibir terkunci.

Yang ada hanya geraman tertahan dan air mata yang mengalir deras. Tangannya diborgol. Jujur, pada penampilannya, ia terlihat seperti terpidana hukum mati.

Hukum mati mental.

Raga tersedia, jiwanya mati.

"Ah.. ayah, aku udah yah. Aku mohon" satu sabitan terakhir dan tubuhnya ambruk

"Jangan ulangi kesalahan macam ini lagi!" Ayahnya menunjuk-nunjuk tubuhnya

"Harusnya kamu sadar, lama-lama kamu jadi semakin kurang ajar." Begitu setelahnya tali pinggang tersebut di hempaskan di atas lantai dan sosok tersebut meninggalkannya diatas lantai

Tangisnya pecah, Nafisha pikir tubuhnya sudah mati rasa, namun mengapa ia masih saja merasa ngilu ketika di siksa?

Saat itu, tubuhnya limbung. Beriringan dengan sesak pada hati yang luar biasa, tubuhnya kini kebas. Tak sanggup menopang kembali raga ringkihnya.

Tubuhnya gemetar, tak sanggup bahkan untuk sekedar mengangkat sebelah tangan.

Menangis sesenggukan, sedikit meratapi nasibnya yang kurang beruntung. Lantai basahnya dibiarkan hingga tangisnya menguras habis seluruh tenaganya, tubuhnya butuh istirahat.

Naf, hari ini kembali kalah dengan sakit hatinya.

+++

"Nafisha"

Suara itu bergema disepanjang koridor kampus. Suara dengan intonasi yang cukup dalam sarat akan emosi.

Tanpa menoleh pun, Nafisha tau, siapa dibalik suara tersebut.

Menyungingkan senyum, Nafisha menoleh, mendapati sosok Arsa di depannya, sosok berkemeja hijau lumut dengan vest berwarna karamel yang menatapnya tajam.

"Semalem gue bilang di grup chat, kompilasi tugas malem tadi, kenapa lo nggak ngerjain bagian lo?"

Bagai tersambar petir, Nafisha melotot. Total lupa. Semalam sehabis dicambuk, tubuhnya merosot lemas. Hanya tangis yang mampu diproses oleh tubuhnya. Bahkan semalam, saking derasnya tangisannya, menguras tenaganya hingga dirinya lelah terlelap. Total lupa akan segala hal.

Lukanya pun lupa ia baluri salep.

Tak ingin terlihat menyedihkan, Nafisha hanya mengangguk santai. Meski dalam hatinya merasa bersalah. "Iya, sorry. Semalem gue lupa banget..."

Matanya memandang Arsa yang menatapnya sebal. Namun tidak bereaksi lebih. Hanya menyeringai sinis.

"Gue kerjain sekarang ya? Sorry banget, lupa.."

"Gak perlu." Arsa melipat kedua pengannya di depan tubuhnya.

"Gue ngerjainnya cepet kok! Bener, deh."

"Due date nya semalem, omong-omong. Bagian lo, gue yang kerjain."

"Eh? Ma-makasih ba-"

"Lo ngapain sih? Denger, gue baru kali ini sekelompok sama lo, tapi mendapatkan pengalaman yang kurang menyenangkan."

"I'm sorry.." Nafisha meruduk, mengepalkan kedua tangan di depan tubuhnya, menyesal.

"Gak perlu. Lo masih untung, gue masih nulis nama lo. Coba bayangkan kalau bukan gue yang rapihin tugas?"
Lepas itu, Arsa meninggalkan Nafisha begitu saja.




[]tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

How Does It Feel To Be Loved?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang