Dibalik Satir (VRENE) ~part 2

106 9 0
                                    

Esok harinya di kampus aku begitu kurang fokus terhadap apa yang diterangkan oleh dosenku aku hanya melamun dan melamun aku ingin menangis karena rasa yang menyeruak di dada sakit rasanya.

“Kak Rena, Kak Irena kenapa?” Tanya Yeri yang tiba-tiba berada di depanku.

“Eh ada apa Yer?” Tanyaku kaget karena tidak kehadiran Yeri tiba-tiba di depanku

“Eh ditanya malah balik nanya gimana sih Kak Rena? Lagi melamun apaan sih? Jangan-jangan Kak Rena sedang jatuh cinta ya?” Tanya Yeri bertubi-tubi kepadaku.

“Hah apa Yer? Jatuh cinta? Emang jatuh cinta itu gimana sih rasanya?” Tanyaku penasaran.

“Ya Allah Kak Rena nggak tahu jatuh cinta itu seperti apa?”

Yeri kaget mendengar jawabanku mungkin memang terasa aneh pertanyaanku barusan, namun itulah adanya aku belum tahu seperti apa itu cinta kepada makhluk tuhan yang hanya aku tahu bagaimana cara mencintai tuhanku.

“Kak Rena jatuh cinta itu rasanya menyenangkan dada kita berdebar ketika kita di samping sang pujaan rasanya hati ini..”

“Sudah cukup Yer aku mau sholat ashar dulu” Kataku memotong pembicaraan Yeri dan kemudian ngeloyong pergi ke masjid.

“Kak Rena ya belum juga selesai aku ngomong sudah main pergi begitu aja” Kata Yeri marah kepadaku.

Hari ini aku sholat ashar di masjid kampus lagi dalam hati harap-harap cemas antara berharap dan cemas. Berharap hari ini mendengar suara merdu pria berpeci putih lagi dan cemas kalau lama-lama rasa ini mengalahkan rasa cinta kepada penciptaku benar-benar cemas.

Seperti biasa sehabis sholat ashar aku sempatkan diriku untuk memuji kekasihku meski hanya sedetik saja.

“Hachiim” Terdengar suara orang bersin dari tempat jama’ah pria kemudian diiringi suara hamdalah dari pria tersebut.

“Yarhamukallah” Jawabku karena ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa salah satu hak muslim kepada muslim lainnya ialah ketika seorang muslim bersin maka yang mendengarnya harus menjawabnya dengan sebuah do’a.

Pria tersebut bersin hingga tiga kali banyaknya dan setiap dia bersin selalu dia iringi dengan mengucap hamdallah setiap itu pula kau merasa kewajibanku untuk menjawab setiap bersinnya.

“Asalamu’alaikum” Salam pria dibalik satir tersebut entah kepada siapa dia mengucapkan salam tapi aku tak merasa bahwa salam itu untukku.

“Asalamu’alaikum ukhti yang ada dibalik satir”

Deg aku kaget mendengar apa yang diucapkan pria tersebut.

“Wa’alaikum salam akhi, iya, ada apa ya?” Jawabku bingung sekaligus penasaran kenapa pria tersebut menegurku.

“Mbak yang dari tadi menjawab saat saya bersin ya?”

“Iya mas kenapa?”Jawabku semakin heran.

“Enggak kok mbak nggak ada apa-apa. Kalau boleh tahu nama mbak siapa ya?”

“Saya Irena mas, kalau mas namanya siapa?” Tanyaku mulai penasaran.

“Saya Muhammad Alvian mbak panggil saja Vian. Mbak semester berapa ya?”

“Saya semester lima mas, mas sendiri semester berapa?”

“Alhamdulillah saya sudah semester tujuh mbak tinggal skripsi”

Akhirnya kami berdua bercakap-cakap begitu panjang seperti dua orang yang sudah lama tak bersua dan kami putuskan dia memanggilku dengan sebutan Irena dan aku memanggilnya kak Vian akhirnya percakapan kami harus berhenti karena kak Vian harus mengisi ceramah di sebuah acara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just Us (BTS X RV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang