05. BUKAN UCAPAN PERPISAHAN, MELAINKAN JANJI UNTUK KEMBALI

7.3K 482 40
                                    

Pagi, Dears! ^^

Selamat bersenang-senang.
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita.

Putar mulmednya!

Happy reading! ^^

***

"Semua sudah beres, Ra? Yakin tidak ada yang ketinggalan?" tanya Ardi perhatian sembari mendekati Aira yang sibuk menyusun barang bawaan mereka ke dalam kopor.

Aira tidak menyahut. Sejak tadi wajahnya bersungut. Mood-nya benar-benar buruk mendapati waktu seminggu yang mereka sepakati ternyata berlalu begitu cepat di luar perkiraannya. Mau tidak mau, dia pun harus menepati janjinya untuk ikut Ardi pulang ke Indonesia.

Ardi merangkum pipi kanan Aira, membuat wanita itu menoleh padanya. "Hei, ada apa dengan wajah cantik ini? Kenapa terlihat lebih tua dari biasanya, hm?" Ardi melontarkan pertanyaan diselipi candaan. Dia tahu kalau Aira belum siap pulang, tetapi dia tidak akan menunda keinginannya lagi.

Aira mendengkus seraya menepis tangan Ardi untuk memalingkan wajah. Dia menutup kopor dengan gerakan kasar. Kemudian dia duduk di tepi ranjang sambil menatap taman yang ada di samping kamar. Kebetulan jendela sedang di buka lebar, membebaskan udara musim semi menerobos masuk. Warna-warni bunga yang sedang kuncup dan mekar menyemarakkan taman kesukaannya itu.

Ardi ikut duduk di samping Aira. Dia merangkul pundak Aira dan merebahkan kepala wanita itu pada bahunya. Tak lupa dilabuhkannya usapan sayang pada sisi kepala Aira. Pun dia ikut menatap taman yang beberapa tahun ini menjadi tempat Aira menyalurkan hobi akan kecintaannya pada tanaman dan bunga.

"Apa penerbangannya tidak bisa ditunda?"

Ardi menoleh, tetapi terhalang kepala wanita itu sehingga dia memutuskan untuk menyematkan sebuah kecupan ringan. Dia semakin mengeratkan rangkulannya, membuat tubuh keduanya tak ayal merapat.

"Kita ke Indonesia hanya sebulan. Setelah itu, kita akan kembali ke sini. Menikah, menyusun mimpi bersama, dan mewujudkannya. Tapi, penting untuk kita meminta restu orangtua langsung meskipun mereka sudah menyatakan restunya lewat telepon. Bukankah sebelumnya kita sudah membicarakan ini dan mencapai kata sepakat?"

Aira mengangguk saja sebelum menghela napas agak keras. "Aku tahu. Aku tidak meminta perjalanan kita dibatalkan. Aku hanya ingin penerbangannya ditunda. Itu saja."

"Kenapa?"

"Kita belum pamit sama Mbak Kissy dan suaminya. Selama ini mereka sangat baik dengan kita. Aku hanya tidak ingin pergi begitu saja tanpa pamit meskipun sebelumnya aku sudah bilang tentang rencana kita kembali ke Indonesia," jujur Aira.

Ardi tersenyum tipis. Dia tak menyangka bahwa pertemuan Aira dengan Kissy berakhir sebagai sahabat baik. Dia pikir Aira akan menuduhnya macam-macam tentang hubungannya dengan mantan pasiennya itu. Bersyukur, kala itu Kissy memperkenalkan seorang pria sebagai suaminya di depan Aira.

Tak mendengar sahutan dari Ardi, Aira lagi-lagi mendengkus. "Lagi pula, Mbak Kissy itu ke mana, sih? Sudah dua hari rumahnya kosong. Di telepon juga tidak bisa. Aku takut terjadi sesuatu dengannya." Dalam sepersekian detik, Aira tiba-tiba terperanjat dan langsung duduk tegak. Dia menatap Ardi khawatir seraya berkata, "Jangan-jangan Mbak Kissy lahiran, tapi tidak bilang? Kalau seperti itu, kita harus menunda keberangkatan kita, Mas. Aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk menyapa si kembar."

Belum sempat menjawab, dering ponsel Aira menginterupsi percakapan keduanya. Sontak Aira menegakkan tungkai dan berjalan memutar untuk mengambil ponsel yang ada di atas nakas sisi lain ranjang. Kemudian wajahnya berubah berbinar sembari mengangkat telepon itu tak sabar.

TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang